Share

Bab 9

Penulis: HierzhaThree
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-26 20:32:54

Linda memperhatikan Ratna keluar rumah. Ide gila yang sudah direncanakan bersama Anisa melintas di benaknya.

Di kamar Ratna, anaknya, Athala, sedang tidur siang dengan nyenyak. Tanpa pikir panjang, Linda mendekati kamar itu. "Ini kesempatan," gumam Linda. "Aku harus melakukannya sekarang."

Dengan hati-hati, ia mengangkat tubuh kecil Athala dan membawanya ke kamarnya sendiri.

"Berat juga ini anak," keluh Linda. Selama Athala hidup, dan menjadi keponakannya, ini pertama kalinya Linda menggendong anak kecil itu.

"Tidur yang nyenyak ya Sayang," ucap Linda dengan senyum nakal. "Kamu satu-satunya alat untuk membuat ibumu nurut kepadaku."

Tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka yang membuat Linda terkejut. Ternyata suaminya yang masuk ke kamar.

"Kamu sudah pulang Mas? Aku belum beli lauk," ucap Linda mendekat ke arah suaminya.

Robi dengan wajah lesu meletakan tas kerjanya dan memilih rebahan di atas kasur, disamping Athala. "Aku nggak lapar, aku cuma pengin istirahat."

"Ya udah, nanti kalau
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci
Komen (1)
goodnovel comment avatar
ritrilarto
semangat terus othor
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Ku Bayar Derita Ibuku sebagai Menantu   Bab 76

    Kepala Bu Rodhiah terasa berdenyut saat mendengar bahwa bangunan kontrakan yang sedang dibangun di tanah sebelah tanah miliknya adalah milik Ratna dan Andini. Dadanya terasa sesak. Ia sulit mempercayainya.Menantu yang dulu miskin, yang sering ia pandang sebelah mata, kini benar-benar menjadi kaya raya? Tidak masuk akal! Lebih tepatnya, Bu Rodhiah tidak terima kenyataan itu.Ia duduk di kursi kayu di teras rumahnya, mengetuk-ngetukkan jarinya ke lengan kursi dengan wajah muram. Pikirannya kalut. Bisa saja ini hanya akal-akalan Ratna, batinnya. Mungkin saja wanita itu membayar laki-laki tadi untuk berbohong dan mengatakan kalau Ratna lah sebagai pemilik bangunan itu, hanya agar dirinya merasa iri dan tak bisa tidur nyenyak."Tidak, ini tidak mungkin!" gumamnya lirih.Hatinya terus bergejolak. Semakin dipikirkan, semakin ia merasa curiga. Jika benar Ratna membeli tanah itu, pasti kakaknya memberitahunya. Tapi ini tidak ada pun yang memberitahunya? Ia tak akan diam."Hera, ayo kita ke ru

  • Ku Bayar Derita Ibuku sebagai Menantu   Bab 75

    Matahari bersinar terik di langit siang, menyorot tanah yang berdebu dan panas. Suara palu berdentam bersahutan dengan deru mesin bor yang menggema di area pembangunan kontrakan. Ratna dan putrinya, Andini, berjalan menyusuri tanah yang masih setengah rata, membawa beberapa kantong plastik besar berisi makanan dan minuman. Keringat mulai mengalir di pelipis mereka, tetapi senyum tetap menghiasi wajah keduanya.Ketika mereka mendekat, seorang pria berbadan tegap dengan kaus lusuh yang basah oleh keringat menoleh. Wajahnya langsung berbinar begitu melihat mereka."Wah, Bu Ratna dan Mbak Andini datang!" serunya, mengusap tangannya yang berdebu ke celananya sebelum melangkah mendekat.Pria itu adalah Pak Sarman, mandor proyek yang mengawasi pembangunan. Para pekerja lain yang tengah sibuk memasang bata dan mengangkat semen menoleh, lalu menghentikan pekerjaan mereka sejenak.Ratna tersenyum hangat. "Iya, Pak Sarman. Saya bawakan makanan buat bapak-bapak semua. Capek, kan, kerja di bawah p

  • Ku Bayar Derita Ibuku sebagai Menantu   Bab 74

    Bu Rodhiah baru saja pulang dari rumah sakit ketika Hera menyambutnya dengan penuh semangat. Wajah wanita paruh baya itu tampak letih, matanya sayu, dan langkahnya sedikit terseret. Beberapa jam di rumah sakit membuatnya kelelahan, terutama karena harus bergantian dengan Linda mengurus cucunya yang baru lahir, sementara Andi sedang keluar."Ibu capek banget ya?" tanya Hera, membawakan segelas air putih.Bu Rodhiah hanya mendesah panjang. Ia melepas kerudungnya dengan gerakan malas, lalu menghempaskannya ke kursi sebelum duduk dengan lemas. Setelah meneguk air, ia akhirnya membuka suara."Anisa baik-baik saja, bayinya juga sehat," katanya, suaranya terdengar lemah namun tetap mengandung nada kesal. "Tapi kamu tahu sendiri Anisa itu. Baru melahirkan saja sudah banyak maunya. Minta dirawat di ruang VVIP, katanya capek habis melahirkan. Habis itu, dia nyuruh-nyuruh Ibu dan Linda ini-itu, rempong sekali!"“Ya kan Lin?” tanya Bu Rodhiah pada Linda yang sedang berjalan menuju kamarnya.“Iya.

  • Ku Bayar Derita Ibuku sebagai Menantu   Bab 73

    Andi menundukkan kepala, menahan rasa gengsi yang sejak tadi bergolak dalam dadanya. Tangannya mengepal di atas pahanya, lalu membuka dan mengepal lagi, seolah sedang menimbang-nimbang sesuatu.“Mbak…” suaranya terdengar ragu, hampir berbisik.Ratna menghela napas pelan, tetap duduk tenang di kursinya. Ada firasat tidak enak yang menyelinap di benaknya. Tatapannya mengamati Andi, adik iparnya yang kini tampak gelisah.“Ada apa?” tanyanya akhirnya.Andi menelan ludah, mengangkat wajah sekilas sebelum menunduk lagi. Ia mengatur kata-kata dalam kepalanya, takut terdengar memalukan.“Aku, ingin meminjam uang, Mbak.”Ratna mengangkat alisnya sedikit, meski ekspresinya tetap datar. “Untuk apa?”Adik iparnya itu tidak termasuk orang yang kekurangan. Ia tahu Andi memiliki pekerjaan tetap di sebuah bank, gajinya pun lumayan dibanding suami Hera dan Linda. Jadi, kenapa sampai harus meminjam uang? Atau memang ada sesuatu yang benar-benar urgent?“Anisa baru saja melahirkan,” jawab Andi pelan.Ra

  • Ku Bayar Derita Ibuku sebagai Menantu   Bab 72

    Andi menghela napas panjang, matanya menatap lekat istrinya yang duduk di sofa dengan wajah tertunduk. Di sudut ruangan, beberapa kantong belanjaan berisi perlengkapan bayi berjejer rapi—baju-baju mungil, selimut lembut, box bayi, ayunan, hingga stroller mahal yang harganya pasti tidak murah.Jantungnya berdebar tak nyaman. Dari mana Anisa mendapatkan uang untuk membeli semua ini? Seingatnya, setiap bulan uang yang ia berikan selalu habis tanpa sisa."Dari mana kamu dapat uang buat beli semua ini, Nis?" tanyanya dengan suara yang berusaha ia tahan agar tetap tenang. Namun, gejolak dalam dadanya sudah tidak bisa dibendung.Anisa masih menunduk. “Uangku,” jawabnya pelan.Andi mengernyit. “Uang dari mana? Bukankah uang yang aku kasih tiap bulan langsung habis?”Anisa menggigit bibirnya. Tangannya meremas kain dress yang ia pakai, seolah mencari pegangan agar dirinya tetap kuat. Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya, tapi ia tetap diam. Ia takut Andi curiga, dan mencari tahu darima

  • Ku Bayar Derita Ibuku sebagai Menantu   Bab 71

    Tok! Tok! Tok!Terdengar suara ketukan dari luar. Ratna yang sedang menggoreng pisang, segera mematikan kompor dan keluar. Ia membuka pintu, dan terlihat Erwin ada di depan pintu.“Assalamu alaikum Bu,” ucap Erwin kemudian mencium punggung tangan Ratna.“Wa alaikum salam. Duduk dulu Nak Erwin. Ibu lagi goreng gorengan pisang, sebentar ya,” ucap Ratna mempersilakan kemudian masuk ke dalam.Tak berapa lama, Ratna keluar dengan membawakan minuman dan gorengan pisang. Ia letakkan di atas meja tepat didepan Erwin.“Athala kemana, kok nggak ada suaranya,” ucap Erwin.“Dia sudah tidur dari sore. Sepertinya kelelahan.”“Athala sekarang setiap hari yang jemput Rio ya Bu.”“Iya. Andini sekarang ada tambahan pelajaran sampai sore, makanya yang jemput Rio. Tapi kalau Andini pulang cepat, selalunya Andini kok yang jemput.”“Andini nya sekarang mana Bu?” tanya Erwin.“Dia belum pulang. Biasanya dia pulang jam 9,” jawab Ratna."Setiap aku ke sini, kok Andini nggak pernah ada sih, Bu?" tanyanya, sedi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status