Share

Mama Hendra

Hendra Sulistya, seorang calon pengusaha tampan berusia 26 tahun. Ia memiliki postur tubuh yang atletis. Dada yang bidang, perut yang rata serta lengan dan kaki yang padat berisi, membuat bentuk tubuhnya terlihat begitu ideal. Hendra merupakan anak tunggal seorang pengusaha sukses bidang perhotelan. Beberapa hotel besar nan mewah di kawasan pariwisata negara ini, berada di bawah perusahaan papanya. Hal inilah yng membuat Hendra memiliki nilai lebih di mata kaum hawa yang mengenalnya. Tampan dan berpostur tubuh atletis serta kaya raya, membuatnya seakan-akan menjadi calon suami idaman bagi para gadis, terlebih bagi mereka yang mengetahui latar belakang keluarganya.

Adalah Devi Maheswari, gadis yang berhasil membuat dirinya jatuh hati pada pandangan pertama. Keanggunan Devi membuatnya Hendra begitu mudahnya terbuai dan tidak bisa untuk mengontrol hasrat seksualnya. Dan kini, ia pun terlihat tertidur dengan nyenyaknya di kamar apartemen Devi gadis yang baru saja dikenalnya di kafe favoritnya. Setelah semalam mereka melakukan permainan panas dan menggairahkan di atas ranjang tersebut yang tampaknya cukup membuat Hendra merasa kelelahan.

Sinar mentari pagi yang menerobos masuk diantara celah gorden kamar apartemen Devi membangunkan Hendra dari tidur lelapnya. Ia yang masih mencoba mencari kesadarannya, seakan masih tak percaya, idealismenya untuk benar-benar selektif dalam memilih dan mengenal lawan jenis mampu dipatahkan oleh Devi, gadis yang kini sedang tertidur nyenyak menggunakan lingerie di pelukannya. Dipandangnya wajah Devi yang masih tertidur dengan lelapnya. Wajah yang ketika tidur pun memancarkan kecantikan yang memang terlihat alami itu, membuat Hendra seakan mencari pembenaran atas pilihannya mematahkan idealismenya.

Hendra menjadi tersadar dari lamunannya ketika handphonenya yang berada di meja samping tempat tidur Devi bergetar. ‘Mama’ begitu nama yang terlihat pada layar handphone tersebut. Hendra yang nampak terkaget mendapat telpon dari ibunya sepagi ini, menjadi bertanya sendiri dalam hatinya, ‘ada apa ya mama nelpon pagi-pagi gini?’ begitu gumamnya. Kala itu jam masih menunjukkan pukul 06.48 wita.

“Iya ma?” sapa Hendra kepada ibunya seraya melepas pelukan hangat Devi dari dada bidangnya untuk kemudian mencoba duduk dan bersandar pada tempat tidur Devi.

“Halo Ndra, selamat pagi.. sudah bangun kan?” terdengar sapaan dari mama Hendra di seberang sana.

“Belum ma..belum benar-benar bangun nih.. kenapa ma nelpon pagi-pagi gini?" dengan disertai keengganan menjawab telpon mamanya di tengah rasa kantuk yang masih menderanya, Hendra menanyakan maksud mamanya menelponnya sepagi ini.

“Emang ga boleh ya mama nelpon kamu pagi-pagi gini?" mama Hendra sedikit ketus dalam menjawab pertanyaan anaknya itu seakan merasa anaknya tidak mengharapkan telpon darinya,

"Sudah seminggu lebih kamu ga ada nelpon mama ataupun papa. Kamu baik-baik aja kan, Ndra?” terdengar sedikit kekhawatiran pada pertanyaan mamanya itu yang membuat Hendra mendapatkan jawaban atas pertanyaannya sendiri, kenapa mamanya menelpon pagi-pagi begini.

Hendra yang belum sempat menjawab pertanyaan mamanya, kembali dicecar dengan pertanyaan berikutnya. “Kapan kamu balik, Ndra? Papa dan mama sudah sangat kangen nih sama kamu. Apa kamu ga kangen sama kita?”

Begitulah pertanyaan yang selalu dilontarkan mama Hendra kepada putra kesayangannya setiap kali mereka berkomunikasi. Handphone menjadi satu-satunya alat komunikasi yang digunakan oleh mama Hendra untuk setidaknya mengetahui kabar putra semata wayangnya itu. Hal ini sangatlah membantu mengingat jarak tinggal mereka yang berjauhan. Orang tua Hendra tinggal di Jakarta, sementara Hendra saat ini sedang berada di Bali untuk bekerja.

Di Bali Hendra bekerja dari satu hotel ke hotel lainnya hanya untuk menimba ilmu dan mengaplikasikan apa yang didapatnya selama kuliah di kampus pariwisata dulu. hal ini dirasanya perlu dilakukan karena nantinya ia akan meneruskan usaha papanya yang bergerak di bidang pariwisata, lebih tepatnya manajemen perhotelan.

“Belum lah ma, Hendra masi betah disini. Baru aja Hendra pindah tempat kerja untuk sekadar nyari pengalaman dan ilmu baru. Tempat kerja yang lama uda ga ada tantangannya lagi. Hendra ngerasa ga bisa ngembangin diri disana, segituan aja kerjaannya ma..” sahut Hendra atas pertanyaannya mamanya itu.

“Mau sampai kapan kamu disana? Ini sudah bulan ketiga mu lho disana. Papamu terus nanya kapan kamu balik. Mama harus jawab apa donk? Dia uda ga sabar untuk nyuru kamu ngelanjutin usahanya. Papamu sudah capek Ndra, sudah tua, sudah pengen pensiun dari bisnisnya. Apa kamu ga kasihan sama papamu?” Mama Hendra tampaknya belum menyerah untuk menyuruh anaknya segera pulang.

“Ya sabarlah dulu ma, kasi Hendra waktu lagi sebentar aja untuk belajar kerja disini. Setelah Hendra yakin dapat ilmu disini, Hendra pasti pulang kok ma..” jawab Hendra beralasan.

“Sebentar mu itu berapa lama, Ndra?” mama Hendra pun terus mendesak anaknya itu untuk memberi kepastian kepulangannya.

“Hhhmmm...” Hendra hanya bisa menghembuskan nafasnya. Kali ini Hendra tidak bisa memberikan jawaban pasti atas pertanyaan mamanya itu. Ia juga tampaknya bingung, mau sampai kapan berada di Bali.

“Kenapa sih kamu milih Bali untuk belajar? Kenapa ga belajar disini aja langsung sama papamu, Ndra?” tanya mama Hendra penasaran atas keputusan putranya itu memilih untuk pergi ke Bali 3 bulan yang lalu.

 Ia memilih Bali karena dirasa akan sangat membantu dirinya yang ingin belajar dan mendapatkan pengalaman langsung berkecimpung di bidang pariwisata mengingat Bali adalah pusat bisnis pariwisata di negara ini.

“Ma, Bali itu pusat pariwisata lho. Hendra rasa disini adalah tempat yang tepat untuk belajar dan ngembangin diri. Toh juga ilmu itu nanti akan berguna bagi Hendra untuk menjalankan usaha papa yang bergerak di bidang perhotelan dan pariwisata...” Hendra mencoba memberi penjelasan kepada mamanya. 

“Pokoknya mama tenang aja, nanti Hendra pasti pulang kok.” Hendra mencoba mempersingkat pembicaraannya dengan mamanya.

Mendengar ucapan anaknya yang terkesan ingin mengakhiri pembicaraan, membuat mama Hendra hanya bisa menghela nafas dan berkata,

“Baiklah Ndra..mama dan papa hanya bisa menunggu entah sampai kapan kamu akan berada di Bali. Makin cepat kamu pulang, makin baik Ndra, papa dan mama di sini sudah kangen sama kamu.. jaga dirimu disana ya..” pesan mama Hendra kepada anaknya.

“Iya ma..mama juga jaga kesehatan ya. Salam buat papa. Nanti Hendra segera pulang kok..” sahut Hendra mengakhiri pembicaraan dan kemudian mematikan handphonenya.

Terkadang Hendra merasa bosan dengan pertanyaan mamanya yang selalu menanyakan kepulangannya, sementara ia masih sangat betah berada di Bali. Dengan kesibukannya bekerja, ia merasa baru saja menemukan dunianya kembali setelah apa yang terjadi dengan kehidupan asmaranya 3 bulan yang lalu dengan sesosok gadis bernama Gina. Terlebih lagi, kini ada Devi di sampingnya, Hendra menjadi yakin kalau Devi akan segera bisa menghapus bayangan Gina dari pikirannya, walaupun ia baru mengenal Devi hanya semalam. Hendra menjadi tersenyum sendiri ketika mengingat perjumpaannya bersama Devi yang tidak disengaja dan berakhir dengan hubungan badan yang menggairahkan. Ia pun kembali larut dalam lamunannya di pagi hari itu mengingat kejadian semalam.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status