Home / Rumah Tangga / Kubiarkan Kau Bersama Selingkuhanmu / Bab 5 Aku Juga Bisa Berpura-pura

Share

Bab 5 Aku Juga Bisa Berpura-pura

last update Last Updated: 2021-07-14 00:52:44

     Benar sejak pergi sore kemarin, Arza tidak kunjung pulang. Ini sudah malam berikutnya dia belum pulang kerumah. 

     Pernah kemarin ku hubungi sekali, nomornya sudah tidak bisa di hubungi. Barangkali memang dia matikan agar aku tidak mengganggu acaranya bersama Zorah.

     Ting...

     Gawaiku  berbunyi menandakan adanya notifikasi pesan masuk. Ku cek, eh pengirimnya Arza.

     "Ma, aku pulang besok. Aku ada tugas yang belum selesai yang memaksaku keluar kota."

     Tugas luar kota? Tanpa membawa perlengkapan apapun? Tanpa pamit juga sebelumnya. Tidak apa, aku akan berusaha seolah percaya. Walaupun aku tahu dia sedang bersama Zorah di sana.

     "Oooh Mama kirain kemana Papa nggak pulang. Syukurlah kalau Papa baik-baik saja. Selamat bekerja ya, Pa. Jangan lupa selesaikan tugas dengan baik dan tetap bersemangat ya, Pa"

     Ku lengkapi dengan emot love di penghujung kata. Akan kubiarkan kau bersama selingkuhanmu, Arza. Tak kan ku sisakan rasa cemburu untuk perbuatan kalian.

     Tapi nanti lihat saja bagaimana  endingnya. Akan ku buat kalian hidup lebih menyakitkan secara bertahap.

     Tentu menyenangkan untuknya berduaan sama mbak Zorah.  Tenang saja aku tidak akan mengganggu kebersamaan kalian Arza. 

     Sementara kalian bersenang-senang, maka aku akan  bekerja sebaik mungkin. Nikmati hidup kalian sekarang.  Nanti kalian baru akan menyesal. Nikmati saja alurnya.

      Dan untuk mbak Zorah dan Debbie, jangan harap aku akan memberi kalian uang seperti biasanya. 

     Sekarang aku harus fokus ke pekerjaan. Disiplin waktu dan memperbaiki kinerja. Karena gajiku juga lumayan. Memang belum sebesar penghasilan Arza. Tapi seandainya Arza mencampakkan aku, aku masih mampu mencukupi kebutuhanku bersama anak-anak.

     Dua hari berlalu. Aku tetap berusaha bersikap seperti biasanya. Bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

     Aku menikmati makan malam bersama Davin dan Divan. Merekalah yang menjadi alasanku untuk berjuang keras melawan arus kehidupan.

     "Ma, Divan pengen ayamnya tuh yang gede. Nggak mau bagi-bagi sama kak Davin."

     Divan merebut sepotong ayam goreng renyah di atas meja.

     "Siapa juga yang mau. Kamu tuh yang rakus, makanya mukamu gembul."

     Divan memegang dagu sang adik yang memang bobotnya melebihi si kakak.

     Tiiin... Tiiiin...

     "Ma, itu bunyi mobil Papa. Yuk bukain pintu."

     Mereka berdua menarik-narik tanganku. Seandainya tidak kubuka pun dua bisa membukanya sendiri. Toh dia punya kunci sendiri. Lagian aku juga tidak terbiasa menggembok teralis pintu.

     "Ayo, Ma. Kita bukain pintu buat Papa."

     "Iya iya deh. Ayo."

     Aku mengikuti kemauan mereka. Mereka antusias sekali nenyambut kepulangan sang Papa.

     Ceklek.. pintu terbuka. Di sana seorang lelaki tinggi tegap berjalan je arah kami, sambil menenteng sebuah bingkisan.

     "Udah pulang, Pa."

     Sapaku tanpa menampakkan keganjilan. Justru ku buat rona mukaku semanis mungkin.

     "Paapaaaaa."

     Davin dan Divan  berebut ingin meraih tangan Arza. Arza membungkuk di depan anak-anak.

     "Sayaang, Papa sedang capek. Papa mau istirahat. Boleh kan?  Papa kan baru pulang. Nih Papa bawain oleh-oleh buat kalian."

     Arza mengeluarkan sesuatu dari bingkisan yang di bawanya. Dua buah kotak mobil- mobilan remote berukuran sedang. Ku taksir harganya tidak terlalu menguras kantong.

     "Ini buat kalian bermain di dalam rumah."

     "Wah terimakasih, Pa." Ujar Divan dan Davin hampir bersamaan.

     "Maaf aku tidak sempat memberitahumu soal kepergianku. Selama dua hari ini ada tugas yang memaksaku luar kota."

     Alasan yang sengaja di buat-buat. Padahal aku tahu dia sedang berbohong. Tapi tak apa, akan ku buat kebohonganmu seolah berhasil dengan baik.

     "Ooh begitu, padahal Mama sudah khawatir banget lho Papa nggak pulang sampe dua hari. Mana ponsel nggak bisa di hubungin. Kemarin malam ketika membaca pesan Papa. Baru Mama bisa lega."

     Aku juga bisa berbohong, Arza. Mana ada aku mengkhawatirkan kamu yang sedang menjalani bulan madu yang tidak pada tempatnya bersama Zorah. Mau kamu nggak pulang-pulang sekalipun aku tidak peduli. 

     Nampak Arza seperti aneh dengan sikapku. Mungkin menurut persangkaannya aku akan marah-marah. Tidak Arza, aku tidak suka menyelesaikan masalah dengan marah-marah. Tapi lebih baik menghadapi perbuatanmu dengan sikap santai, tersenyum, tetap biarkan perselingkuhanmu berjalan mulus seperti yang kamu inginkan, tapi perlahan akan membuatmu tertekan dan menyakitkan.

     Beberapa saat lamanya Arza diam memandang ekspresiku yang masih tersenyum renyah. Ku biarkan dia bingung sendiri. 

     Biasanya sedikit saja aku bertanya soal kepergiannya, maka akan membuat emosinya meninggi, diakhiri dengan terjadinya percekcokan.

     Tapi tenang saja, sekarang dan di waktu yang akan datang, aku tidak akan bertanya apapun soal kepergianmu.

     "Kamu nggak marah?" Dia bertanya.

     "Untuk apa aku marah? Toh kamu pergi untuk bekerja kan? Demi menafkahi kami. Kalau bukan karena uang darimu, seperti yang kamu katakan. Mungkin kami bertiga tidak akan bisa bertahan hidup."

     Dalam hati aku ingin tertawa sendiri. Untuk sementara akan ku besar-besarkan hatimu Arza.

     Arza melempar bekas bungkusan. Mobil-mobilan tadi begitu saja ke tong sampah disudut ruangan, tanpa memperhatikan bekas bungkusan tadi tidak tepat sasaran. Tentu saja, karena tutupnya tidak di buka terlebih dahulu.

     Ketika bungkusan tadi kembali jatuh ke lantai,  eeiit... Kuperhatikan ada yang menyembul dari sana, berwarna kemerahan. Apa itu?

     Setelah itu dia melangkah ke belakang. Penasaran, ku ambil benda tersembul tadi, tanpa di lihat siapapun. Anak-anak sedang sibuk dengan mainan baru mereka.

     Plastik bening yang berukuran tidak besar. Berisi semacam pakaian bernuansa lembut berwarna merah. Apa ini? Degh... ada nominal harga fantastis di sana. Ku buka plastik yang membungkusinya, wah Bahannya lembut sekali. 

     Ku buka perlahan. Astaga... Lingerie. Lingerie siapa? Apa dia membelikannya untukku? sudahlah lihat saja nanti. Kumasukkan kembali lingerie itu kedalam plastik. Dengan cepat kusembunyikan benda tersebut di kamar si kembar. Karena di kamar kami ada Arza. 

      Setelah itu segera kususul  Arza ke kamar.  Ku dengar bunyi guyuran air di kamar mandi. Pria itu sedang mandi. 

     Ting... Mataku tertuju dari notifikasi di handphonenya.  Tapi sayang, pesan itu tidak bisa kubuka. Ponsel itu terkunci. Ku coba angka-angka penting  yang mungkin bisa kupakai untuk membuka ponselnya. Ulang tahunnya, ultah Anak-anak,  tanggal anniversary pernikahan, tanggal kami jadian dulu. No, tidak berhasil satupun. 

    Menyadari usahaku tidak akan berhasil, dengan cepat ku ambil handphone. Ku nyalakan video dengan di zoom sedikit, lalu kutaruh di atas lemari di samping tempat tidur, kuposisikan kamera untuk merekam ke arah  tempat tidur dana handphonenya berada. 

     Aku tahu, sepertinya sebentar lagi Arza akan segera keluar dari kamar mandi. Karena sudah tidak terdengar lagi bunyi guyuran air.

     Dengan segera kutinggalkan kamar kami, kembali menuju ke ruang keluarga dimana terlihat anak-anakku yang sedang bermain.

     Tidak berselang lama, Arza muncul menyusul kami ke ruang keluarga. Dengan mengenakan pakaian rapi, Aneh apakah dia kembali pergi  malam ini? Ih peduli amat.

     "Ma, Papa mau pergi keluar sebentar. Nggak lama kok. Nemuin klien sebentar."

     Cih, apa iya menemui klien malam-malam begini?  Meskipun aku cuma klien rendahan, tapi bukan berarti aku buta dengan pekerjaan seorang manager sepertimu Arza. Namun segera kupasang muka tidak keberatan sama sekali. Memang begitu kenyataannya kok.

     "Oooh iya, Pa. Tidak apa-apa. Temuin saja. Siapa tahu penting."

     Arza tersenyum mendengar jawabanku. Biarlah aku berusaha sepolos mungkin di depan lelaki curang ini.

     Setelah lelaki itu pergi, segera kumasuk ke kamar, memeriksa apakah aku berhasil merekam  sesuatu yang aku inginkan. Berhasil nggak yaaa?"

Bersambung...

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Rani Hermansyah
yang berkenan mampir ya di karya recehku istri yang tak dirindukan
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
iya nemuin clien sigatel.........
goodnovel comment avatar
Lea Octa
ih kesel pengen mites pala arza rasanya jd suami ko menjijikkan banget kelakuan nya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kubiarkan Kau Bersama Selingkuhanmu   Notes

    Selamat sejahtera untuk semua pembaca Novel KKBS (Kubiarkan Kau Bersama Selingkuhanmu) 🤚🤚🤚 Author mau kasih info terbaru nih buat teman-teman pembaca semua. Author kasih tahu kalau sekarang udah update sekuel novel KKBS ya. Dengan judul : Ketika Istriku Mulai Membangkang Pembaca boleh kepoin novelnya sekarang ya, hehee. Othor usahain akan update rutin setiap hari. Jadi para pembaca semua tidak usah khawatir kalo nanti Author jarang update, jarang nongol, apalagi sampai novelnya nggak tamat. Oh iya, Author boleh minta dukungannya ya, dukung Author dengan rate bintang lima, terus tambahkan novelnya ke pustaka. Hehee ... Makaciih semua pembacaku... Semoga novel "Ketika Istriku Mulai Membangkang" ini bisa menghibur para pembaca semua. Amiiin Suksesnya seorang Author tak lepas dari dukungan para pembaca setianya. peluk jauh dari Author....😘😘😘😘😘

  • Kubiarkan Kau Bersama Selingkuhanmu   Bab 162 The End

    Bab 162 "Aduuuh!" Zea menengadahkan kepala. Menahan sakit. Sekarang sakit itu kian naik ke ubun-ubun. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Di tengah malam sepi ini ia sendiri berbaring di ranjang rumah sakit. "Ya Tuhan tolong aku!" dalam kegelisahannya, Zea mengadu dan memohon kepada Tuhan. Karena kesakitan yang ia rasakan, sejenak ia melupakan derita masalah ekonomi yang tengah ia hadapi. Ya, malam ini adalah malam terakhir Zea dirawat di rumah sakit ini. Sebenarnya masih panjang riwayat perawatan yang harus ia kalani, namun karena semua biaya yang mengalir benar-benar telah menguras kering semua isi tabungan. sekaligus kendaraan dan apapun yang dimiliki telah hangus terjual tanpa tersisa. Tidak ada lagi yang bisa ia gunakan untuk menjalani prosedur kesehatan. Untuk selan

  • Kubiarkan Kau Bersama Selingkuhanmu   Bab 161

    Bab 161 "Ibu!" Arza tergagap. Arza kembali mencoba menyentuh telapak tangan sang Bunda. Lagi lagi hanya dingin terasa. Mendadak Arza jatuh lunglai. "Ibu ...!" gumamnya lirih. Air matanya menetes. Namun sebanyak apapun tetesan air mata yang meleleh di pipinya, semua itu tidak akan pernah mengembalikan nyawa ke raga sang ibu yang kini telah terbaring dingin dan kaku. Arza menangis sendiri. Memperhatikan keadaan orang tuanya yang terbaring sendirian sejak malam menjelang. Arza menyesal. Setelah menemui ibunya yang telah terbujur dengan kaku. Sepertinya nyawa telah lama melayang meninggalkan raga si ibu. Sedangkan Arza baru saja menyadari bahwa ibunya telah tiada sejak semalam.***  

  • Kubiarkan Kau Bersama Selingkuhanmu   Bab 160

    Bab 160 "Silakan kamu bayar dulu uang tunggakan kontrakan selama 2 bulan belakangan ini Arza!" suara Bu Dian terdengar kasar. Muka Arza memerah menahan rasa malu sebab suara Bu Dian menggema dan didengar oleh orang-orang yang menguping pertengkaran mereka. "Tuh orang kaya, bayar dulu kontrakanmu! Katanya kaya, tapi kontrakan nunggak, mana selama dua bulan lagi. Aduh, kaya dari mana? Aku saja yang merasa orang miskin tidak pernah Tunggak menunggak. Nggak malu tuh ngaku-ngaku sebagai orang kaya?" suara laki-laki yang tadi bertengkar dengannya membuat kuping Arza memanas. Dengan bergegas ArzaMelangkah mendekati Bu Dian. "Iya Bu, saya pasti bayar kok tapi tolong bicaranya jangan terlalu keras. Bisa malu saya kalau didengar sama tetangga." Arza berusaha untuk merayu. "Kalau mau

  • Kubiarkan Kau Bersama Selingkuhanmu   Bab 159

    Bab 159"Kau pasti sudah dengar kalau aku bilang apa?" pria tua tersebut memandang tajam. "Jangan pernah kau merendahkan aku seperti tadi, Pria tua busuk!" sergah Arza. "Nah jika kau tidak ingin dibilangi tak baik, seharusnya kau juga jangan keterlaluan bicara kotor dan menyinggung perasaan lawan bicaramu. Bagaimana kau sakit hati mendengar ucapan buruk orang terhadapmu, maka begitu juga perasaan orang lain ketika menerima ucapanmu!" Arza menghela nafas panjang. Kekesalan nampak jelas pada raut wajahnya. Arza sungguh tidak terima akan ucapan laki-laki tersebut. "Tapi kau tidak bisa balik mengatakan aku seperti itu" Arza menunjuk muka lelaki itu."Mengapa tidak? Nukankah aku juga bisa bicara, Arza?" "Tapi aku tidak bisa terima kau bilang aku miskin." sergah Arza. "Lhoo, kenapa nggak bi

  • Kubiarkan Kau Bersama Selingkuhanmu   Bab 158

    Bab 158Arza duduk dan menikmati secangkir kopi di teras kontrakan. menyeruput kopi hangat sambil memperhatikan gadis-gadis remaja berlalu lalang di depan kontrakan. Mereka sedang berjalan menuju ke sekolah terdekat. Sesekali nampak bibir Aeza tersenyum nakal.Deretan kontrakan tersebut memang terlihat kumuh. Di tambah dengan ketersediaan air bersih yang kurang memadai. keadaan itu membuat sebagian besar penduduk pergi kesungai yang tidak bisa di bilang bersih untuk mencuci pakaian dan sebagainya. Untuk minum, mereka menggantungkan kebutuhan air minum pada saluran pdam yang kecil dan hanya tersedia di siang hari saja. Itupun terkadang tidak menentu. Oleh sebab itulah mereka terpaksa menggantungkan kebutuhan selain untuk minun pada air sungai yang jauh dari standar kesehatan. Karena nampak jelas jika aliran sungai tersebut menghitam dan bau. namun karena keterpaksaan, mereka terpaksa melakukan itu. Apalagi pada cuaca panas kala ini.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status