Kesadaranku akhirnya sudah penuh. Aku lepaskan ia, dan ternyata ia Yuni, bukan Tika. Beruntung aku tak menyebut nama almarhumah istriku, takutnya nanti Yuni tersinggung jika aku menyebutnya."Eh, iya. Maafkan ya, Yun. Mas Wahyu masih kangen dan ingin selalu dekat kamu. Kamu benar-benar ngegemesin buat Mas," sahutku sambil menjawil hidungnya yang bangir."Eh, Mas Wahyu terus aja colek-colek. Aku mau wudhu lagi sekarang. Mas jangan gangguin lagi ya!" sahutnya dengan wajah galaknya. Lebih tepatnya sok galak, padahal aku tau kalau Yuni nggak bakal bisa galakin suaminya."Iya, silahkan Dek. Aku juga dari tadi nungguin kamu kok, sampe ketiduran gini."Yuni kembali ke kamar mandi, sementara pandanganku tertuju pada ponselku.[Mas, aku sudah keluar dari sel tahanan kemarin. Bisa kita bertemu?] tanyanya di pesan aplikasi hijau.Mau apa Cynthia menghubungiku? Apa ia mau menjadi istriku kembali? Ah, jangan harap karena aku sudah memiliki istri shalihah seperti Yuni.Pikiranku masih dipenuhi pert
"Mas, selamat ya! Akhirnya Mas Wahyu sudah cerai dengan Tika. Aku sangat senang, akhirnya rencana kita semua berhasil, aku bisa menjadi istrimu yang sah secara negara nanti," ucap Cynthia. Aku hanya tersenyum tipis saat mendengar ungkapannya. Cynthia malah bersyukur aku cerai dengan Tika. Padahal Tikalah yang mengajak Cynthia masuk ke bahtera kami.Cynthia adalah istri keduaku yang kunikahi dua tahun yang lalu. Pernikahan kami tentunya atas persetujuan istri pertamaku--Tika. Tika sendiri yang menjodohkanku dengan Cynthia. Saat itu Tika mengatakan padaku kalau ia kasihan pada temannya yang bernama Cynthia belum punya pasangan. Ia ingin sahabatnya menjadi adik madu baginya. Aku sebagai laki-laki yang kodratnya mendua, ibarat kucing saat disodorkan ikan, yang gerak cepat memakannya, aku pun akan gerak cepat menyetujuinya.Namun, seiring berjalannya waktu, Tika justru malah sering komplain kalau aku tak adil dalam memberikan nafkah lahir dan batin.Saat itu, aku memberikan kedua nafkah
Flash back"Mas, kamu baru datang? Duduk dulu yuk. Biar kubuatkan minum untukmu.""Iya, ada apa memangnya?" tanyaku yang penasaran dengan sikapnya.Tika malah masuk ke dalam. Ia menyiapkan minuman untukku. Walau ada asisten rumah tangga, ia lebih suka menyiapkannya sendiri untukku."Begini, aku kan punya teman dekat, Mas juga tau.""Teman dekat yang mana sih, Dek?" Aku bertanya sembari meminum kopi yang istriku suguhkan. Rasanya sangat nikmat dan pas diminum selepas aku ingin melepaskan penat ini sepulang bekerja."Cynthia. Mas tau kan dengan Cynthia?" "Iya memangnya kenapa dia?""Dia ... kan masih single. Aku ingin dia menikah," sahutnya.Tika ini aneh, ia ingin temannya segera menikah. Seharusnya bilang langsung pada temannya, bukan padaku. Tapi, coba kudengarkan dengan seksama apa maunya."Terus?""Aku ingin ... Mas Wahyu menikahinya."Deg.Aku tak percaya Tika mengatakan hal itu. Tak pernah terpikirkan sekalipun untuk memiliki istri lebih dari satu. Aku tak mau menikah lagi karen
"Maaf, Mas. Mas Wahyu kan harus lebih sering dengan Cynthia. Ia masih baru menikah denganmu, pasti lebih membutuhkan bimbinganmu, Mas. Seperti aku dahulu," sahutnya.Ada aja alasan yang ia kemukakan agar aku selalu dekat dengan Cynthia. Ia malah terkesan menghindariku. Padahal baru satu hari aku di rumah ini, tapi Tika sudah mau pergi."Jangan lama-lama ya, Dek! Kumohon! Aku sangat cinta sama kamu, dan aku pasti sangat merindukanmu nanti," bisikku tepat di telinganya."Kan tadi aku udah bilang, aku bakal pergi kurang lebih sebulan. Kamu mending fokus kerja dengan baik, jaga Cynthia dan kedua anak kita," sahutnya."Ah, kamu kaya mau kemana aja sih, Bun!" ucapku."Bunda nggak kemana-mana kan? Bunda mau nengok kakek dan nenek saja, itu kata Bunda tadi, Yah," ucap Faiz."Betul. Faiz aja pinter. Ayah mending sana deh, temenin Mama Cynthia. Kasihan kalau dia sendiri," sahut Tika sambil menarik tanganku agar jangan duduk terus di sofa.Aku mengerutkan kening dan kembali duduk di sofa. Aku ta
Tanganku bergetar saat memegangi buku tulis ini. Apa yang dituliskan oleh Tika membuatku menyesal. Di dalam buku itu, ia mengatakan kalau selama ini selalu mencintaiku dan anak-anak.Namun, tidak begitu denganku yang sibuk dengan Cynthia dan anak kami. Aku menyangka kalau Tika sudah tak mencintaiku lagi. Ia sering membuat masalah hingga akhirnya kami bercerai.Kubaca kembali kata demi kata yang ia tuliskan di sana. Banyak makna yang tersirat di dalamnya. Ia mengatakan buku hariannya telah hilang, itu berarti aku memang harus mencari buku harian istriku.Kemudian, ada yang menggelitikku di kalimat terakhirnya yang mengatakan kalau ia bisa pergi dengan tenang. Apa maksud dari semua ini?Perasaan bersalah bercokol dalam hatiku. Bila saja aku tak bercerai dengannya, mungkin takkan seperti ini. Bila saja aku tak menurutinya untuk menikah lagi, mungkin takkan seperti ini juga.Bila saja aku lebih peduli padanya, mungkin ia masih di sini.Hening, semua sudah tak ada di sini. Rumah ini, temp
"Apa ini?" Aku membuka kantong plastik bening yang kutemukan. Lalu duduk di atas ranjang untuk menelisik isinya.Isinya beberapa obat-obatan seperti paracetamol, obat flu cair dan ada juga CTM obat kecil berwarna kuning. Sepertinya Tika sedang flu, tapi obatnya tak ia bawa. Aku jadi semakin khawatir dengannya.Ponselnya juga tak bisa kuhubungi. Setelah kucek melalui aplikasi lacak keberadaan ponsel, ternyata ponselnya masih berada di sekitar rumah ini. Itu berarti ia tak membawa ponselnya.Kucoba mencari ponselnya terlebih dulu. Pasti ponselnya ada di sekitar kamar ini. Aku harus mencarinya lagi agar menemukan titik temu kembali.Kubuka semua laci di kamar, termasuk di lemari. Ternyata tetap tak ada. Lalu aku mengecek di setiap selipan pakaian yang tersisa, tetap tak ada. Kemudian, kucari di bawah kasur. Akhirnya aku menemukan ponsel Tika. Tapi ponsel ini mati, kubawa saja dulu karena tak mungkin aku mengisi daya saat ini.Selanjutnya, aku akan mencari orangnya. kulaporkan kehilangan
"Kalau boleh tau, dia turun di mana?""Turun di terminal, Pak. Tapi enah naik bis yang mana.""Baiklah. Terima kasih, infonya."Terminal? Itu berarti ia akan keluar kota. Tapi, apa ia akan menemui orang tuanya? Ya sudah, besok aku kan ke rumah Ibu dan Bapak. Semoga memang ada di sana. Kalau pun ada di sana, aku sudah senang karena ia ada walau kami berjauhan.Perceraian ini membuatku tersiksa, perceraian yang tak kuinginkan, tapi harus kujalani karena semua kesalahanku. Sesal di hati ini masih dapat dirasakan, namun perjalanan masih panjang. Kuharap yang terbaik untuk Tika.Kuingat-ingat lagi saat terakhir kami bersama. Sehari sebelum kepergiannya, kami sempat menghadiri acara di sekolah Faiz. Acara pemberian sertifikat dan mahkota bagi yang sudah hafal juz 30. Saat itu kedua orang tua siswa harus hadir di sana.Walau kami sudah bercerai, aku dan Tika datang ke sana bersama dengan membawa serta Kia. Saat itu kami serasa keluarga harmonis, lengkap dan merupakan hari yang membahagiakan
"Dek, aku nyari Tika toh nggak ngerugiin kamu. Kamu di rumah aja, semua sudah kuberikan dengan selayaknya. Cinta, kasih sayang, harta, semua sudah kuberikan untukmu. Sampai aku harus kehilangan istriku, Dek." Akhirnya keluar juga kata-kata yang mungkin membuatnya sakit hati. "Maaf, Dek. Aku tak bermaksud menyakitimu. Tapi, aku benar-benar harus mencarinya. Aku takut terjadi apa-apa padanya," sahutku.Cynthia diam. Tak lama ia terisak dan menangis. Aku sering tak tega jika melihat wanita menangis. Apalagi ia sekarang istriku dan sudah memberikan keturunan untukku. Kusandarkan kepalanya dalam dadaku, membiarkan ia menangis di sana. Ia harus paham, kalau aku harus mencari Tika karena ia ibu dari kedua anakku, anak-anak mencintainya dan berharap aku bisa menemukannya.Tika itu memang masih berharga untukku. Singgasananya di hatiku masih di tempat yang sama, walaupun kini kami sudah bercerai.Selesai menangis, akhirnya ia mengangkat wajahnya yang sembab. Kuhapus air mata yang masih bersis