Share

Trauma Masa Lalu

Author: Asih Leta
last update Last Updated: 2024-08-12 23:24:36

"Tidak ada masalah, Ma," jawab Dewa.

Dengan wajah masam Dewa melakukan itu dengan sangat terpaksa, ia juga menutup matanya karena tak mau melihat wajah istrinya yang jelek.

 

Pengantin baru itu menyalami beberapa tamu yang hadir. Melati sedikit ketakutan saat Randi datang dan mendekat ke arahnya.

 

"Melati selamat ya, Sayang. Semoga menjadi keluarga yang sakinah mawadah dan warahmah." Randi pun memeluk keponakannya dan mengucapkan selamat.

 

"Terimakasih, Om," ucap Melati yang terlihat tak nyaman dalam posisi itu.

 

Ratna dan Laura pun ikut mengucapkan selamat pada Melati. Meski dalam hati ia sangat iri.

 

"Melati, Kau pakai susuk apa? Bisa-bisanya mendapatkan target sehebat ini dengan wajah dan penampilanmu yang jauh dari kata sempurna," bisik Laura.

 

"Itu rahasia Allah, Laura. Aku hanya menjalankan skenario Allah," jawab Melati dengan bijak.

 

"Kau sangat menyebalkan, aku doakan semoga rumah tanggamu tak akan lama!" umpat Laura.

 

"Jika itu terjadi, itu bukan karena doamu. Tapi itu karena Allah yang menginginkannya," balas Melati.

 

Merasa geram dengan jawaban Melati, Laura memilih segera turun dari panggung.

 

"Selamat, Sayang akhirnya kau melepas masa lajangmu. Semoga kau tak lupa kebaikan Tante dan keluarga," ucap Ratna pada keponakannya.

 

"Terima kasih, Tante. Melati harap beban, Tante akan sedikit berkurang. Tenang saja, Melati akan selalu ingat kebaikan kalian."

 

"Bagus, menjadi menantu orang kaya harus bisa berbagi dengan tantemu ini, Sayang," bisik Ratna.

 

Ratna meninggalkan panggung setelah mengingatkan Melati agar ingat dialah yang mengurusnya sejak kedua orang tuanya meninggal.

 

"Melati, selamat sudah menjadi nyonya Melati Bramastyo. Semoga kau bisa menjinakkan makhluk di samping mu itu," ucap tuan Adam.

 

Dewa hanya melirik tajam pada ayah dan istrinya saat mereka membicarakannya.

 

"Siap, Pa. Aku pastikan makhluk ini akan takhuk padaku," jawab Melati.

 

"Sayang, selamat buat kalian. Akhirnya mama bisa punya menantu juga," ucap mama Ria penuh kebahagiaan.

 

"Terima kasih, Tante.”

 

"Kenapa Tante? Sekarang panggil saya mama," pinta mama Ria.

 

"Baik, Ma," jawab Melati.

 

"Selamat, Sayang semoga pernikahan ini bisa langgeng dan membuatmu berubah. Ingat, jika kau macam-macam dengan pernikahan ini aku tak segan menghapus nama mu. Perlakuan Melati layaknya istrimu, lakukan tugasmu sebagai seorang suami," bisik tuan Adam yang penuh ancaman.

 

Dewa tak mau menanggapi ucapan ayahnya. Ia memilih menyalami tamu yang lain. Bisa-bisa dia darah tinggi jika meladeni ayahnya.

 

Tak ada acara lain setelah ijab kabul, Dewa dan Melati pun langsung kembali ke kamar yang sudah dipesan khusus untuk pengantin baru.

 

"Menjijikan!" umpat Dewa saat melihat ranjang yang dihias dengan bunga mawar.

 

"Tenang saja, akan aku bersihkan." Melati berjalan menuju ranjang dan hendak membersihkan bunga itu. Namun, Dewa menghentikannya.

 

"Kau gila? Semua bisa tahu jika kita hanya pura-pura."

 

"Memang pura-pura 'kan?" Melati terlihat bingung.

 

"Papa mengancamku, akan aku buat seolah kita melewati malam pertama ini."

 

"Bagaimana caranya agar bisa memanipulasi keadaan?" Melati sedikit tak yakin dengan rencana Dewa.

 

Dewa mengumpulkan bunga itu dan meletakkannya di meja.

 

"Besok akan aku buat keadaan ranjang ini seperti sudah menjadi saksi malam pertama kita. Atau Kau ingin melakukannya?" Dewa mendekat ke arah Melati membuat wanita itu melangkah mundur.

 

"Hahahaha ... Kau kira aku berminat padamu?" Dewa merebahkan tubuhnya di ranjang.

 

"Kamu habis borong cabe berapa kilo sih, Bos?" hardik Melati.

 

"Borong cabe?" Dewa mengerutkan keningnya.

 

"Mulutmu itu bahkan lebih pedas dari cabe!" seru Melati.

 

"Hahahaha ...."

 

"Dasar manusia tidak waras!" umpat Melati.

Ia memilih menuju lemari untuk mengambil pakaian. Namun, ia terkejut saat melihat satu pakaian berbahan tipis dengan warna merah menyala yang ada di dalam lemari.

 

"Apa ini?" Melati memperlihatkan sebuah gaun malam yang tak jelas bentuknya pada Dewa.

 

"Itu gaun malam, sepertinya kau tak akan pantas memakainya," cibir Dewa.

 

"Kenapa tak ada pakaian lain di sini?" gumam Melati.

 

"Pakai saja, aku tak akan melakukan apapun padamu!" teriak Dewa.

 

Melati memperhatikan gaun di tangannya, sebuah kenangan lama yang menyesakkan pun kembali melintas di kepalanya. Spontan Melati melempar gaun itu sambil berteriak.

"Tidak!" teriak Melati.

 

"Ada apa?" Dewa langsung berlari ke arah Melati.

 

"Buang gaun itu!" teriak Melati sambil melempar gaun malam itu.

 

"Ada apa? Kau punya kenangan buruk dengan gaun itu?" tebak Dewa, sambil memungut gaun itu.

 

"Buang!" teriak Melati tanpa menjawab pertanyaan Dewa

Dewa pun melempar gaun itu ke tempat sampah. Ia lalu menghampiri Melati yang masih duduk di lantai.

 

"Sudah, ayo bangun!" Dewa mengulurkan tangannya.

 

Melati menoleh ke arah Dewa, akibat bayangan masa lalu yang membuatnya trauma ia pun jadi takut pada Dewa karena hanya berduaan di kamar itu.

 

"Kau kenapa?" tanya Dewa yang melihat sikap aneh Melati.

 

"Aku baik-baik saja, jangan sentuh aku," jawab Melati yang semakin memancing rasa penasaran Dewa.

 

Dewa sengaja menyentuh lengan Melati untuk memastikan rasa penasarannya.

 

"Lepas!" teriak Melati sambil menepis tangan Dewa dari lengannya.

 

"Kau pasti korban dari kebiadaban seseorang." batin Dewa.

 

Dewa kembali menyentuh lengan Melati, bahkan ia berusaha menggendong Melati. Ia ingin lihat sejauh mana ketakutan Melati.

 

"Lepas! Jangan sentuh aku!" teriak Melati dengan air mata yang mulai membanjiri wajahnya.

 

"Siapa yang melakukannya?" tanya Dewa to the poin.

 

Melati hanya menggeleng, akan tetapi air matanya tetap mengalir deras. Menandakan jika wanita itu sangat tertekan. Namun, bibirnya tak mampu mengucapkan nama seseorang yang sudah membuatnya terbelenggu dalam trauma itu.

 

"Aku tidak akan menyakitimu, ayo tidurlah di ranjang." Dewa mencoba membantu Melati agar bisa keluar dari ketakutan itu.

 

Dewa yakin, pernah terjadi sesuatu pada Melati sampai membuat wanita itu ketakutan seperti itu. Bahkan sedikit sentuhan saja membuatnya berteriak.

 

"Jangan mendekat! Pergi dari sini!" teriak Melati saat Dewa hendak tidur di sampingnya.

 

"Tenanglah, baik aku akan tidur di sofa. Kau tidurlah di ranjang. Oh ya, pakailah kemejaku. Tak mungkin Kau tidur memakai kebaya itu." Dewa melemparkan kemejanya ke arah Melati.

 

Melati tak menolak, ia menerima kemeja itu dan segera masuk ke kamar mandi.

Tak lama Melati keluar dari kamar mandi dan langsung merebahkan tubuhnya di ranjang. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.

 

"Bos," panggil Melati.

 

"Hem."

 

"Maaf," ucap Melati.

 

"Untuk apa?" sahut Dewa.

 

"Sikapku," jawab Melati.

 

Dewa mengambil posisi duduk, ia melihat wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya itu tengah mengurung diri di dalam selimut.

 

"Mau cerita?" Dewa memancing agar Melati mau bercerita padanya.

 

"Tidak!" tolak Melati.

 

Merasa penasaran Dewa pun beranjak dari sofa dan langsung tidur di samping Melati dan memeluknya hingga membuat wanita itu berteriak histeris.

 

"Lepas brengsek!" teriak Melati sambil berusaha melepaskan pelukan Dewa.

 

Bukannya berhenti, Dewa semakin ingin tahu yang sebenarnya. Ia yakin Melati pernah dilecehkan oleh lelaki.

 

"Lepas, aku mohon," lirih Melati sambil sesenggukan.

 

"Siapa yang melakukannya?" desak Dewa.

Melati menggelengkan kepalanya, ia tak mungkin mengatakan pada orang lain tentang aibnya.

 

"Mel, saat ini aku suamimu. Katakan yang sebenarnya!" Dewa kembali mendesak.

"Lelaki brengsek," lirih Melati.

 

"Siapa?" tanya Dewa yang benar-benar penasaran.

 

"Aku tidak mau mengingat semua, lepaskan aku!" Melati kembali meminta Dewa melepaskannya.

 

"Katakan siapa lelaki itu dan aku akan melepaskanmu." Dewa masih memaksa Melati.

 

"Tidak!" Melati menolak memberitahu siapa lelaki yang sudah memberinya trauma ini.

 

"Baik jika Kau tak mau jujur, aku akan memaksamu!" ancam Dewa.

 

Lelaki itu mulai membuat melati ketakutan, hingga tanpa sadar Melati mengucapkan sebuah nama.

 

"Jangan, Om!" teriak Melati spontan.

 

"Om?" Dewa mengerutkan keningnya.

 

Bersambung

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kudapatkan Cinta Playboy    Kabur

    15"Ada yang mencarimu, siapa dia?" tanya tuan Adam pada Dewa."Siapa?" Dewa tampak berpikir."Tata, tapi aku sudah mengusirnya," jawab tuan Adam."Tata ...." Dewa menggantung kalimatnya seolah sedang berpikir mencari ide untuk menjelaskan semua pada Melati. "Koleksi barumu?" tebak Melati, meski hatinya terluka."Bukan, dia hanya salah satu rekan kerja," kilah Dewa."Oh." Dalam hati Melati menangis, ia sangat berharap hubungan palsu itu dapat berubah. Namun, ia mulai tak yakin melihat sikap Dewa yang masih seperti itu."Kau lupa siapa aku bos? Aku adalah sekretarismu, yang sudah pasti tahu siapa rekan kerjamu," batin Melati.Tuan Adam tak jadi membicarakan sesuatu dengan putranya karena melihat Melati sedikit terganggu dengan kedatangan wanita yang mencari Dewa. Ia memilih pergi dari sana. Melati dan juga Dewa pun melupakan pagi ini, mereka berangkat ke kantor seperti biasa. Sore ini Melati meminta ijin pada Dewa untuk menjenguk Rara yang sedang sakit. Sebenarnya itu bukan alasan u

  • Kudapatkan Cinta Playboy    Diam - Diam Melindungi

    14"Jika kau bisa lakukan saja," tantang Melati."Kau yakin?" Laura mencoba memastikan apakah Melati benar-benar menantangnya."Kau lebih mengenal aku, Laura," ucap Melati."Kau benar, jangan menangis jika aku bisa merebut suamimu!" "Kau juga jangan menangis jika suamiku tak tertarik padamu," cibir Melati.Melati mempersilahkan Laura masuk, ia lalu mengantarkan dia ke kamar tamu. Sebenarnya ia sedikit takut akan kedatangan Laura, ya dia sadar siapa Dewa? Dia bisa saja tergoda dengan wanita lain apalagi wanita seperti Laura.Namun, entah apa yang membuat Melati merasa jika Dewa tak akan tergoda meski rasa takut lebih mendominasi di hatinya. Ia hanya berharap Dewa tidak tergoda dengan Laura. Ya, walau Melati tahu lelaki dengan julukan si mulut pedas itu masih sering berkencan dengan wanita lain di luar sana."Melati!" teriak Dewa."Ya, Mas!" sahut Melati yang langsung mengganti panggilannya. Ia pun segera berlari menghampiri suaminya."Mas?" Dewa mengerutkan keningnya."Ada Laura, aku

  • Kudapatkan Cinta Playboy    kedatangan Laura

    Ratna langsung mematikan panggilan teleponnya. Ia sangat ketakutan saat mendengar suara Dewa. Itu jelas membuat si mulut pedas itu tambah murka. "Jangan angkat panggilannya jika tidak bersamaku!" tegas Dewa yang sangat marah. "Baik," jawab Melati. "Jika dia mengancam laporkan padaku, beraninya dia mengusik orang terdekatku!" Dewa yang geram pun tak jadi melunasi pinjaman Ratna ke Bank. Ia ingin melihat sejauh mana wanita itu menindas Melati. Perhatian Dewa membuat Melati sedikit terbang. Ia pikir ini adalah awal dari perubahan sikap Dewa padanya. Dari perhatian ini juga Melati mulai tertarik pada suaminya itu. "Sial!" umpat Ratna saat mendengar suara Dewa. "Ada apa, Ma?" tanya Laura. "Mama minta uang pada Melati, tapi tadi Dewa yang bicara," ucap Ratna ketakutan. "Apa! Kenapa bisa, Mama ceroboh?" Laura menyalahkan ibunya yang sangat ceroboh. "Mana mama tahu Dewa ada di samping Melati. Bagaimana ini? Padahal dia mau melunasi pinjaman ke Bank." Ratna tampak bingung. Ia tak

  • Kudapatkan Cinta Playboy    Pindah

    Bab 12 "Siap diusir," jawab Dewa dengan nada tak suka."Pa, ayo kita sarapan!" Ajak mama Ria agar suasana tak semakin menegangkan.Lagi-lagi tuan Adam hanya tersenyum melihat sikap putranya, ia sama sekali tidak marah karena Dewa terus berdebat dengannya. Ia justru bahagia karena masih diberikan kesempatan untuk bercanda dengan putranya. Ya, tuan Adam menganggap ini adalah bercanda ala dia, bentuk kasih sayang antar ayah dan anak."Tempat untuk menampung kami, seperti istana atau gubuk reyot?" Dewa melontarkan pertanyaan pada ayahnya."Gubug yang nantinya akan Kau bangun menjadi istana," jawab tuan Adam disertai senyum."Papa semakin membuatku kehilangan kesabaran!" bentak Dewa."Mas, sabar. Dia papa, tak seharusnya Kamu membentaknya," ucap Melati mencoba mengingatkan Dewa."Diam dan tak usah ikut campur!" Dewa malah membentak Melati."Aku akan diam jika Kau diam!" Melati tak mau kalah dari si mulut pedas.Tuan Adam menatap kagum pada menantunya yang berani membentak putranya yang su

  • Kudapatkan Cinta Playboy    Bantu Aku Rileks

    "Sayang, papa bukan benci atau sebagainya. Papa hanya ingin Kau menjadi lebih baik," imbuh mama Ria."Jika itu kata, Mama Dewa paham. Sebenarnya ini sulit untukku," lirih dewa.Mama Ria memeluk putranya, ia juga sebenarnya tak tega, akan tetapi demi kebaikan sang putra ia harus menyingkirkan egonya."Ada Melati yang bisa menjadi tempat untukmu bersandar, mama juga akan sering berkunjung ke rumah kalian," ucap mama Ria yang berharap bisa dimengerti Dewa.Dewa mengangguk, meski hati kecilnya menolak akan keputusan ayahnya itu. Melihat putranya setuju ia pun memanggil Melati untuk mulai mengemas pakaian mereka. Ya, meski besok mereka baru pindah tapi tak ada salahnya 'kan bersiap sekarang?Melati mulai mengemas semua pakaian mereka, ia hanya menyisakan beberapa pakaian agar saat mereka menginap di sini masih ada baju ganti. Sesekali Melati melirik ke arah Dewa yang masih tampak muram itu. Melati langsung memalingkan wajahnya saat Dewa menatapnya.Melati semakin panik saat si mulut pedas

  • Kudapatkan Cinta Playboy    Jangan Baper

    Melati tersenyum lega mendengar kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut tuan Robert. Ketakutannya sirna sudah ketika tahu jika lelaki paruh baya itu hanya menguji suaminya. "Jadi kerja sama ini masih bisa dilanjutkan?" Tuan Robert kembali bertanya.Dewa terlihat berpikir, ia masih dikuasai api amarah jadi pantas saja ia masih belum percaya apakah lelaki di hadapannya itu benar-benar serius dalam ucapannya atau hanya mempermainkannya."Tuan, saya minta maaf dengan hal yang sudah saya lakukan tadi. Tapi percayalah, saya hanya menguji, Anda." Tuan Robert mencoba memastikan Dewa."Baiklah kali ini saya mempercayai, Anda. Tapi jika hal seperti tadi terjadi lagi, jangan salahkan saya jika lepas kendali," ucap Dewa penuh ancaman."Siap, Tuan. Tenang saja, saya juga seperti, Anda," ujar tuan Robert."Seperti saya?" Dewa mengulang kalimat tuan Robert."Ya, seperti, Anda. Meski kita dikenal sebagai playboy, tapi kita tetap setia dengan satu wanita," jelas tuan Robert.Dewa tersenyum masam,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status