Lusi pamit kepada Bu Melati, sementara David terus memandangi wanita itu sampai Lusi menjauh dari rumah. Bu Melati yang melihat David pun keheranan. Dia lalu menggelengkan kepala. Ya, memang benar Lusi sangat cantik, bahkan banyak pria yang mengantri untuk menjadi suaminya. Tetapi sayangnya Raka malam menyia-nyiakan emas permata demi sebuah batu di jalanan. "Mas? Mas?" ucap Bu Melati, membuat David langsung terkesiap."Iya, Bu?""Mau mampir dulu?" "Nggak usah, Bu. Ini hadiahnya," timpal David, setelah itu sang pria pergi dari sana. Saat perjalanan hingga ke rumah yang akan ditempati, David langsung menelepon Aldo. Tak butuh waktu lama untuk tangan kanannya menerima panggilan dari sang Bos. "Iya, Pak. Ada apa?" "Apa kamu sengaja membuatku berteman dengan hantu?" "Maksud Bapak apa?" tanya Aldo sembari menggaruk kepala. "Rumah itu kotor dan aku yakin sudah lama tidak ditinggali." "Tapi, rumah di sebelah tempat tinggal Nona Lusi," timpal Aldo. David berdesis, menahan amarah. "Ba
David cukup lama terdiam. Sampai akhirnya dia punya ide. Pria itu pun menelepon Aldo dan menyuruh untuk membuka lowongan bagian customer service, yang memang ada shift-nya. Dia yakin Lusi pasti mau jika posisinya customer service, cukup duduk dan menerima panggilan dari beberapa customer yang ada di hotelnya. Sebab David juga punya hotel yang ada di Bandung. Aldo hanya bisa terperangah dan tak mampu berbuat apa pun, kecuali menuruti keinginan bosnya. Sepertinya David sedang mengalami pubertas kedua. Lagi pula dia tidak bisa berbuat apa-apa, kecuali mengikuti semua kemauan sang bos. David akan berusaha untuk mendekati Lusi melewati berbagai arah, dari pekerjaan dan lingkungan rumah. Berharap kalau wanita itu mau dekat dengannya dan lama-lama bisa takluk di hadapan David. Siang harinya Lusi sudah sampai bersama Alia. David terus memandangi wanita itu. Katakanlah mengutip. Yang penting dia mendapatkan informasi akurat dan memastikan kalau wanita yang sangat digilai itu baik-baik saja.
"Jadi, intinya kamu itu tidak punya siapa-siapa selain aku, begitu?" tanya Mila memancing kejujuran Maura.Dia ingin tahu apakah wanita ini bisa mengatakan hal yang setidaknya bisa menjadi titik lemah untuk mengikat. Dengan begitu sang wanita hamil tidak berusaha supaya mengeluarkan uang sebanyak itu. Maura diam saja. Dia menatap Mila dengan wajah datar. Baginya saat ini dirinya tidak punya siapa-siapa. Mila juga bukan harapan untuk dijadikan saudara atau tumpuan terakhir. Dari dulu pun Mila tidak pernah menganggapnya ada dan hanya menjadikan Maura sebagai beban bagi wanita hamil itu. Jadi, menurut Maura untuk apa dia menganggap kalau Mila adalah keluarga yang bisa dijadikan tempat untuk bersandar? "Tidak, aku anggap Kakak itu bukan keluarga yang bisa diandalkan," ucap Maura, tiba-tiba saja membuat Mila terdiam.Ekspektasi sebelumnya langsung terhempaskan dengan perkataan anak itu. "Aku pikir dulu dengan menemui Kakak setelah kejadian viral, berharap kalau Kakak mau menjalin hubun
Mila menatap adiknya dengan sinis. Dia benar-benar muak dengan semua yang dilakukan oleh Maura. Anak itu selalu saja menantang dan memojokkannya. "Baiklah kalau begitu. Lihat saja, aku akan pastikan kamu keluar dari sini sebelum minggu depan," ujar Mila, memilih untuk pergi ke kamarnya. Sementara Maura hanya bisa terdiam sembari memandangi kepada sang Kakak. Dia akan pastikan kalau dirinya keluar dari tempat ini sembari membawa uang 200 juta. Sekarang bagi Maura tidak masalah putus hubungan darah, yang penting dirinya bisa hidup dengan makmur di kota besar seperti ini. Tidak mau lagi dimanfaatkan oleh orang-orang atau dirinya akan menderita. Sementara itu di tempat lain, saat ini Devan sedang membuka kembali restorannya dibantu oleh Amanda. Sebelumnya wanita itu sudah mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi karena Devan tiba-tiba saja menginginkan Maura dan ternyata kata orang pintar yang didatangi oleh Amanda kalau Devan itu mendapatkan guna-guna.Awalnya Amanda tidak percaya. Ka
"Kenapa kamu berpikiran seperti itu?"Devan bukannya menjawab pertanyaan Amanda, malah balik bertanya. Membuat wanita itu menautkan kedua alisnya. "Kok kamu malah nanya, sih, Mas? Harusnya menjawab semua pertanyaanku tadi," ucap Amanda, heran dengan apa yang dilakukan oleh Devan barusan. Pria itu menganggukkan kepala sembari mengelus tangan kanannya yang berada di meja. "Oke, kalau begitu duduk saja. Aku akan menjelaskan semuanya," ucap Devan, tiba-tiba membuat Amanda kembali menautkan kedua alis. Wanita itu pun tetap duduk di depan pria itu dengan rasa penasaran yang tinggi. "Kamu ingin tahu kenapa aku menolak semua makanan dan minuman yang kamu berikan?" tanya Devan, membuat Amanda menganggukkan kepala dengan mata waspada. "Karena aku tahu apa yang kamu kerjakan," cetus pria itu, membuat Amanda tadi yang terlihat penasaran, wajahnya tiba-tiba saja pucat. Menandakan kalau dirinya sudah tahu apa yang dimaksud oleh pria itu. "Kenapa kamu diam saja? Tidak mau menjelaskan atau kam
"Benarkah seperti itu? Tapi, kenapa aku meragukannya, ya? Ingat, kalau kamu itu yang mati-matian untuk mendekatiku. Bahkan menghalalkan segala cara atau jangan-jangan kamu juga punya sangkut pautnya dengan Arya? Iya, kan?!" Seketika tubuh Amanda menegang di tempat. Kalau sampai pria itu tahu apa yang sebenarnya terjadi, maka semua kesempatan untuk mendapatkan Devan akan sirna tanpa sisa. "Kenapa Mas berpikiran seperti itu?" tanya Amanda berusaha untuk tenang. Dia tidak boleh memperlihatkan ketakutannya atau Devan akan mencurigai dan malah semakin menjauhinya. "Ya, karena kamu yang dipekerjakan oleh Arya. Kamu yang dikenalkan oleh Arya dan aku berpikir, semua kebangkrutanku ini juga atas campur tangan kamu, kan?!" Amanda langsung menggelengkan kepala, berusaha untuk menepis semua tuduhan itu meskipun benar. "Tidak, Mas. Kamu jangan nuduh sembarangan, dong. Aku tidak tahu menahu perihal perilaku Mas Arya sama kamu. Lagi pula aku memang murni mendapatkan pekerjaan dari dia setelah
"Tidak, aku tidak mau mengambil risiko apa pun. Amanda, sebenarnya sudah sejak tahu kamu pergi ke dukun, ingin sekali memecatmu. Tapi aku sudah menunggu waktu yang tepat, di saat kamu jujur barulah aku akan memecatmu," papar Devan membuat Amanda menghela napas pelan.Matanya berkaca-kaca. Padahal dia berniat untuk menyembuhkan Devan, tetapi pria itu malah mengira kalau dirinya yang sudah mengguna-guna."Mas, sampai segitunya ya kamu nggak percaya sama aku? Aku jujur, Mas. Aku bilang, ayo kita pergi ke orang pintar itu dan bertanya langsung! Aku janji tidak akan menelpon atau bekerja sama lagi dengannya. Apalagi sampai membohongi kamu, itu tidak akan pernah terjadi," ungkap Amanda berusaha untuk meyakinkan pria itu, tetapi sayangnya Devan tidak mau lagi mendengarkan. Dia sudah sakit hati, ditambah lagi pengkhianatan dari Arya, pria itu tidak mau lagi mendapatkan hal yang serupa, sebab dulu Amanda juga datang bersama Arya. Meskipun tidak terbukti, tapi pria itu merasa kalau Amanda puny
Amanda menatap amplop itu dengan diam. Sebenarnya dia ingin sekali mengambil gaji yang diberikan oleh Devan, tetapi ada hal yang membuatnya tertahan. "Aku tidak akan mengambil gajinya. Mas, simpan saja. Lagi pula kamu tidak percaya padaku, kan? Anggap saja itu kompensasi yang aku berikan kepadamu, karena kamu merasa tidak aman sebab kehadiranku," ujar wanita itu dan akhirnya pergi dari hadapan Devan. Pria itu diam saja. Dia menetap kepergian Amanda dengan perasaan gelisah. Sebenarnya sang pria ingin mempertahankan Amanda, setidaknya ada bantuan karena pegawai yang ada di sini hanya 2 koki dan dirinya saja. Beberapa mantan karyawan, enggan bergabung dengan restoran Devan lagi. Sebab yakin kalau restorannya tidak akan seramai dulu, tapi melihat Amanda yang sudah mendatangi seorang dukun membuat Devan juga ketakutan bila dirinya dicelakai oleh wanita itu. Tidak ada yang menjamin. Dia juga belum mengenal Amanda sepenuhnya, yang bisa dilakukan hanyalah membuat dirinya aman sampai benar-
"Sudah jangan lihat-lihat seperti ini. Kamu pasti berkhayal ingin bekerja di tempat ini, kan?" cetus Kiara, seolah membaca pikiran Maura, membuat wanita itu langsung terkesiap dengan mata sinis.'Wanita ini pasti belum berpasangan. Mulutnya saja pedas seperti ini,' gumam Maura dalam hati."Sok tahu!" seru Maura.Kiara tampak santai dan terduduk di depan meja kebesarannya. Dia melipat tangan di depan dada sembari menggoyangkan kaki, menatap penampilan wanita ini yang sebenarnya terlihat polos layaknya seorang anak SMA. Tetapi sikap dan mulutnya itu benar-benar di luar dugaan, sepertinya tidak mendapatkan ajaran baik tentang sopan santun dan tata krama. "Kamu itu diajarin tata krama nggak, sih?"Pertanyaan itu berhasil membuat Maura menoleh dengan wajah kesal. Wanita ini tidak punya sopan santun juga karena bertanya demikian kepada orang baru. "Kalau mau bertanya itu coba tanyakan pada diri sendiri, ngapain bertanya seperti itu kepada orang yang baru dikenal?" ucap Maura dengan kesal,
Waktu sudah menunjukkan sore hari, sekarang Mauta bisa pulang. Dia meregangkan seluruh badannya sebelum keluar dari loker karyawan. Semua orang melihat bagaimana tingkah Maura. Tetapi wanita itu sama sekali tidak peduli, Yang penting sekarang bisa pulang dari sini.Nanti kalau ketemu dengan Winda dia minta untuk dipindahkan saja di bagian lain yang kira-kira tidak terlalu capek seperti sekarang. Menyusun barang dan mengecek stok itu benar-benar memuakkan. Dia harus bolak-balik mengecek bagian-bagian di setiap rak agar memastikan barangnya tersusun rapi, apalagi kalau melihat tanggal kadaluarsa, ini akan memperlambat kerjanya. Kiara yang dari tadi memang sudah mengamati Maura pun tidak akan membiarkan wanita itu pergi begitu saja. Dia harus memastikan dulu apa yang diinginkan oleh Maura sampai berlaku tidak baik di hari pertama kerja. Kalau perlu dia akan merekam semua percakapannya dan langsung memberikan kepada bosnya."Kamu tidak boleh pulang dulu," ucap Kiara tiba-tiba membuat kar
Hari ini Lusi benar-benar senang. Semua teman barunya itu begitu welcome menerimanya sebagai karyawan baru, meskipun usianya lebih tua dari mereka. Tetapi tidak ada yang membanding-bandingkan atau bersikap buruk. Tentu saja Lusi tidak tahu semua ini adalah settingan dari David. Entah bagaimana kalau sang wanita tahu jika semua ini adalah akal-akalan David, apakah akan menerima atau malah mengucapkan terima kasih kepada pria itu? Saat istirahat tiba, wanita itu pun memilih untuk menelepon anaknya. Bertanya apakah Alia sudah makan dan lain sebagainya. Untunglah anak itu tidak rewel dan nurut kepada Adiba. Dia benar-benar merasa 𝚝𝚎𝚛𝚋𝚊𝚗𝚝𝚞. Ketika sedang seperti ini, tiba-tiba saja wanita itu teringat dengan masa lalunya. Lusu jadi bertanya-tanya, mungkinkah Raka sedang mencarinya atau pria itu memilih untuk fokus kepada dirinya sendiri dan sedang menjalani hidup tanpa memikirkan Alia?Lusi langsung menggelengkan kepala. Dia berusaha mengusir semua itu."Nggak! Aku tidak boleh me
"Kalau kamu tanya apakah aku siap atau belum jika kamu hamil, jawabannya belum. "Seketika Winda langsung tersentak. Tampak kekecewaan begitu jelas di mata wanita itu. "Kamu tahu? Aku masih dipusingkan dengan masalah Mila dan juga Alia. Kalau kamu hamil dalam situasi seperti ini, aku malah takut akan mengecohkan semuanya atau yang lebih parahnya aku tak acuh kepadamu. Tapi kalau misalkan kamu sudah terlanjur hamil, aku akan menerimanya dengan tangan terbuka. Bagaimanapun itu adalah anakku. Tapi, aku harap pengertianmu. Untuk sekarang jangan dulu berpikiran untuk hamil, ya? Aku harus membereskan dulu masalah ini. Kalau Mila sudah lahiran, aku akan berusaha untuk mendapatkan hak asuh anak lalu meninggalkannya," ungkap Raka dengan serius, membuat Winda yang sebelumnya murung tiba-tiba saja semringah. Awalnya terlihat terkejut, tetapi juga ada kebahagiaan di sorot matanya. Itu artinya dia masih punya kesempatan emas untuk mendapatkan keluarga yang utuh tanpa embel-embel menjadi istri ke
Kali ini Raka cukup lama sekali diam dibandingkan dengan pertanyaan sebelumnya. Winda sudah mulai takut kalau apa yang ditanyakan itu membuat Raka murka. Dia tidak mau ada pertengkaran di hari bulan madunya, berharap kalau Raka bisa mengabulkan semua permintaannya. Termasuk pertanyaan yang diucapkan oleh Winda barusan. Sebab selama berhari-hari bulan madu dengan Raka, pria itu lebih banyak diam dan melamun. Ini membuat sang wanita merasa kalau bulan madunya ini hanya berjalan apa adanya. Tidak ada yang lebih baik kecuali mereka menghabiskan waktu bersama. Itupun Raka berkali-kali terus saja memikirkan Alia. Tetapi Winda hanya bisa mengerti dan bersabar, berharap kalau Raka punya inisiatif sendiri untuk memberikan kejutan di hari bulan madu.Namun, sampai detik ini pun tak ada yang lebih spesial kecuali pertanyaan ini dan berharap pria itu mau menjawab semuanya."Kamu diam artinya kamu tidak mau punya anak dariku," ucap Winda dengan nada kecewa. Raka tahu pasti, Winda menginginkan ha
Raka kembali menatap Winda dalam diam. Apakah wanita itu benar-benar ingin tahu apa yang sedang dipikirkan oleh dirinya? Lalu, untuk apa? Begitu pikir Raka. Tetapi kalau tidak dijawab juga Winda pasti akan terus bertanya dan itu akan diulang-ulang sampai wanita ini mendapatkan jawabannya entah kapan. Tetapi rasanya Raka akan kelas kalau terus ditanya hal yang serupa. "Apakah kamu sangat penasaran dengan jawabanku?" tanya Raka, tiba-tiba saja membuat Winda terkesiap. "Bukan begitu, Mas. Maksudku, kita kan sudah jadi suami istri. Memang aku sudah berjanji untuk tidak saling ikut campur antara aku dan urusan Mila. Tetapi apakah aku salah hanya bertanya? Aku tidak akan menyalahi semua keputusanmu. Aku hanya ingin bertanya. Anggaplah ini rasa penasaranku, karena kalau tidak dilakukan mungkin aku akan terus-terusan kepikiran dan hanya ingin tahu jawaban apa yang akan kamu berikan jika pertanyaan serupa kembali diucapkan," ungkap Winda, sesuai dengan pemikiran Raka sebelumnya. Pria itu me
Raka kaget mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Winda. Bahkan pria itu sampai tidak berkedip, seolah apa yang dikatakan oleh Winda barusan itu sebuah bom yang hampir meledak. "Maksudnya hamil?""Ya, Mas. Aku mau tanya, kalau misalkan aku hamil kamu akan gimana?""Gimana apanya, Winda? Aku tidak paham dengan maksudmu." "Aku tahu kamu menikahi Mila karena dia sedang mengandung anakmu, kan? Tetapi kalau misalkan aku juga mengandung anakmu, bagaimana, Mas? Atau Seandainya Mila tidak mengandung anakmu, apakah kamu juga akan tetap bersamanya?" tanya Winda. Sebenarnya dia butuh validasi dari Raka. Apakah benar yang dikatakan Bu Sinta dan Maura tentang hubungan Mila dan Raka yang diikat hanya karena ada anak di antara mereka. Raka menatap Winda dalam, tapi wanita itu tidak bisa mengartikan semuanya. Lalu sang pria menoleh lurus ke depan. Ada sesuatu yang mengganjal di hati dan pikiran. Apakah dia harus mengatakan yang sebenarnya kepada Winda atau memilih untuk diam? Rasanya sudah se
Tempat pukul 12.00 siang akhirnya Maura istirahat. Ternyata di sana tidak disediakan makan siang dan membeli sendiri. Kalau tahu begini, harusnya wanita itu membawa saja makanan di rumah Mila. Tetapi sayangnya semua sudah terlambat. Dia pun akhirnya memilih untuk makan apa saja yang tersedia di sekitar supermarket, yang penting bisa mengenyangkan.Namun, lagi-lagi ada suasana yang tidak mengenakan sang wanita. Di mana para pegawai yang begitu antipati dan menjauh kepada Maura. Awalnya dia merasa kesal, tetapi lama-lama tidak mempermasalahkan. Lagipula dia sudah kenal dengan Winda. Kalau memang ada yang macam-macam, tinggal lapor saja kepada wanita itu.Maura memilih untuk membeli siomay saja, lebih murah tapi mengenyangkan. Dia pun duduk agak jauh dari teman-temannya, karena memang di sini yang baru hanya Maura saja, jadi dia tidak punya teman yang satu angkatan dan memilih untuk diam. Tidak ada inisiatif sama sekali untuk berbaur atau memperkenalkan diri.Lagi pula di sini niatnya u
Mila menyantap makanan yang dibeli lewat online. Imel pun sama, tetapi gadis itu tampak sekali berbeda dari biasanya. Seperti ada yang dipikirkan dan semua gerak-gerik dari Imel membuat Mila merasa tidak nyaman. Wanita hamil itu pun menghentikan makannya dan berusaha berbicara baik-baik kepada Imel. "Kamu kenapa sih, Mel? Kok diam saja?" tanya Mila tiba-tiba, membuat Imel terkesiap. Dia sedikit bingung, tapi ada juga rasa takut. Namun demikian sang gadis tetap menjawab pertanyaan dari majikannya, takut malah salah paham. "Enggak kok, Bu. Saya cuma berpikir aja, bisa nggak ya melaksanakan tugas dari Ibu? Mengatur semuanya," ungkap gadis itu sebab sebelumnya setelah Imel selesai membereskan isi kamar dia dan Mila sama-sama menyusun jobdesk apa saja yang akan Imel laksanakan di rumah ini, termasuk menyiapkan makanan untuk Mila. Itulah yang paling berat dilakukan oleh sang gadis. Bagaimana kalau Ibu hamil ini rewel dan dia harus mencari makanan susah? Bukankah itu adalah tugasnya seo