Winda malah tampak murung. Dia berharap apa pun masalah yang dihadapi Raka harusnya dibicarakan dengan Winda. Bukankah arti dari suami istri itu saling melengkapi dan memberikan solusi? Tetapi Raka seolah-olah menghindari dari semua itu dan memilih untuk menyimpannya sendiri. Menganggap kalau Winda hanyalah cadangan.Meskipun memang begitu, tetapi Winda ingin dilibatkan dalam apa pun kehidupan Raka. Apakah itu salah?Sebelumnya Winda tidak berani mengatakan apa-apa. Tetapi kalau terus-terusan didiamkan pun maka hatinya akan terus-terusan sakit dan ini tidak baik untuk dia dan kehidupan bersama Raka nanti. "Maaf sebelumnya kalau aku lancang, tapi bukankah kamu seharusnya mengatakan semua itu kepadaku? Ini kan bukan masalah kamu saja, ini berkaitan dengan hidupku juga." Padahal harusnya Winda itu diam saja. Sekarang Raka sedang berusaha untuk meredam emosi. Tetapi kalau wanita ini malah berbicara seperti itu, sumbunya akan kembali tersulut. Mungkin terjadi lagi pertengkaran. "Bisakah
Saat itu juga Mila langsung mematikan panggilannya. Dia bahkan melemparkan ponsel ke sisi kasur, kesal dengan apa yang dikatakan oleh Raka barusan. Pria itu harusnya prihatin dengan keadaannya saat ini, bukan malah menyalahkan dan melakukan hal-hal di luar batas.Perkataan Raka yang menurutnya sudah keterlaluan membuat Mila akhirnya mengungkapkan kata-kata itu dan memang sesekali Raka itu harus diancam, karena dia bisa saja membuat perhitungan yang lebih sakit dari ini.Raka bisa dipenjara bersama ibunya kalau Mila mau. Tetapi dia ingat dengan anak yang ada dalam kandungan. Prinsipnya satu, tidak boleh kehilangan kasih sayang seorang Ayah. Pengalaman buruk dalam hidupnya tidak boleh diturunkan kepada anak yang ada di dalam kandungan. Mila memejamkan mata sembari mengusap kasar rambutnya, dia berusaha untuk tenang menghadapi semua ini walaupun tak bisa. Sebab kalau Maura tahu tentang kejadian ini, pasti wanita itu akan menertawakannya dan ini sebuah aib yang tidak boleh diketahui oleh
"Aku benar-benar tidak menyangka, kalau Mila yang aku kenal dulu itu sifat aslinya seperti ini." "Aku juga tidak menyangka kalau pria yang aku pikir baik hati dan sangat dipercaya itu adalah orang yang tega seperti kamu, Mas.""Mila, dengar. Kamu itu terlalu terobsesi kepadaku, bukan mencintaiku. Kalau kamu mencintaiku kamu akan memberikan kepercayaan penuh kepadaku dan membiarkan aku hidup dengan semestinya, bukan dijadikan boneka atau miniatur yang harus selalu saja kamu perintah. Aku juga punya perasaan, Mila. Aku juga ingin sesuatu yang baru dan menikmati hidup. Bukan hanya terus-terusan mengikuti semua kemauanmu yang menurutku tidak masuk akal." "Apanya yang tidak masuk akal sih, Mas? Kamu hanya perlu mengikuti semua kemauanku. Kamu tidak boleh selingkuh, kamu tidak boleh berhubungan dengan wanita manapun. Kamu juga cukup ada di dekatku saja, Mas." "Itu namanya gila, Mila. Kamu benar-benar sudah kelewatan batas! Kamu pikir aku adalah kacung yang harus selalu mengikuti perintah
Tubuh Raka langsung menegang di tempat. Bahkan pria itu tidak bisa berkata-kata lagi, lidahnya kelu mendengar ancaman yang diberikan oleh Mila.Mila di seberang sana tersenyum dengan puas. Memang Raka itu sekali-kali harus diancam, tidak boleh terus dituruti.Lagi pula setelah dia menuruti semua keinginan Raka, pria itu juga sama sekali tidak berubah. Memang pada intinya Raka itu menikahinya hanya karena ingin anak yang ada di dalam kandungan Mila. Pria itu pikir Mila akan menyerah begitu saja, tentu tidak. Hak asuh anak ketika mereka berpisah pasti akan ada di tangannya dan wanita itu akan pastikan sang pria benar-benar ketergantungan kepada dirinya tentang anak, karena Mila yakin Raka itu adalah seorang Ayah yang tidak bisa berpisah dengan anaknya. Raka sangat sayang kepada Alia dan tampaknya akan sangat sayang juga kepada anak yang dikandung oleh Mila. Wanita itu tidak mau kalah kalau terus-terusan dibentak dan dimarahi tanpa alasan jelas, tentu saja Mila akan berontak walaupun i
Seketika Raka tiba-tiba saja hening. Tidak ada yang berani berbicara sedikit pun. Imel dan juga Maura jadi penasaran.Samg wanita melangkahkan kaki dengan pelan ke depan pintu kamar kakaknya. Imel yang melihatnya kaget dan ingin bersuara, tetapi tidak berani. Takut didengar oleh Mila. Wanita itu menempelkan telinganya di daun pintu kamar, ingin mendengar apa yang akan mereka bicarakan di sana karena tidak terdengar apa-apa lagi.Lalu, tak lama kemudian terdengar suara Raka di seberang sana membuat Mila tertegun dan semakin retak hatinya. "Itu urusanmu." "Apa kamu bilang, Mas?" tanya Mila berusaha untuk menajamkan telinganya, karena dia yakin kalau Raka mengatakan sesuatu yang membuat hatinya semakin remuk. "Ya, itu urusanmu. Aku tidak peduli bagaimana keadaanmu saat ini. Yang aku pedulikan adalah anak yang ada di dalam kandunganmu. Kamu tahu, kan? Aku menikahimu karena anak itu. Aku sudah bilang berkali-kali, tanpa anak itu kita lebih baik pisah. Lalu kamu bertanya kenapa aku tida
Mila menggigit bibir bawahnya. Dia benar-benar merasa tertekan dengan apa yang dikatakan oleh Raka. Tentu juga sakit hati, harusnya pria itu bertanya tentang kabarnya bukan malah membentak dan menyalahkan begitu saja tanpa tahu cerita aslinya."Kenapa diam saja cepat katakan, kenapa sampai kamu kecelakaan seperti ini, hah?! Apa kamu sudah bosan untuk hidup bersamaku atau memang kamu sengaja melakukan ini untuk mendapat perhatianku? Katakan!" seru Raka berapi-api.Bahkan Winda yang sedang ada di kamar mandi pun merasa ada yang berisik di luar, tapi karena suara shower yang sedang digunakan membuat Winda akhirnya memilih untuk fokus pada mandinya sendiri.Mila sudah berusaha untuk menahan emosi, tetapi karena Raka yang terus-terusan memojokkannya dan membentak-bentak tanpa memberi kesempatan untuk bercerita, akhirnya ikut berteriak. "Ini semua karena kamu, Mas! Semua karena kamu. Aku memikirkan kamu karena tidak ada kabar seharian dan aku memikirkan apa yang sedang kamu lakukan sampai