Share

Bab 3. Mas Rudy

Author: Nisa Khair
last update Huling Na-update: 2023-03-30 10:41:34

.

"Bikin malu saja kamu!"

Hardikan Mas Rudy, kakak sulungku, sungguh membuat hati teriris. Langkahku yang hendak meninggalkan ruang tamu terhenti seketika. Dia yang kuharap bisa menengahi, kini justru memperkeruh suasana hati.

Baginya, dengan menikahnya aku dengan Mas Damar, maka tanggung jawabnya sebagai Kakak sekaligus pengganti ayah akan berkurang. Setidaknya tinggal adikku saja yang ia pikirkan untuk biaya sekolah.

Ibu masih mengeratkan pelukan, lantas samar kudengar beliau terisak. Yang kulakukan hanya bisa mengelus pelan lengan beliau, berharap sedikit menyalurkan ketenangan.

"Maaf, Mas. Maaf kalau aku sudah membuat Mas, Ibu dan juga adik malu atas keputusan ini."

Aku masih berusaha mencari celah, berharap kakakku mau mengerti dan memahami keputusan yang telah bulat ini. Lagi pula, bukankah keluarga Mas Damar juga sudah menerima keputusanku, Mas Rudy pun telah mendengar pembicaraan beberapa saat tadi.

Aku tau Mas Rudy kecewa, sebab kepulangannya kali ini memang dikhususkan untuk menjadi wali di pernikahanku nanti.

Apa daya, rencana tinggal rencana. Setidaknya aku bersyukur, topeng Mas Damar telah terbuka sebelum hubungan kami diresmikan. Tapi, kenapa Mas Rudy selaku kakakku justru merasa malu karena aku membatalkan pernikahan ini?

"Sudahlah, Rudy. Biarkan Dira istirahat. Sana, Ra, masuklah. Kamu pasti capek baru pulang kerja."

Kupatuhi titah ibu, lantas pamit pada beliau. Aku segera membersihkan diri. Tak kuhiraukan lambung yang belum terisi. Aku segera beranjak ke kamar, tak sabar mau bertemu kasur dan bantal.

Salma, adikku yang baru kelas dua belas, menghadang di depan pintu.

"Mbak, tadi aku masuk kamar kamu."

"Terus?" tanyaku, lalu menerobos masuk. Dia mengikuti.

"Ya, kangen. Habis, Mbak nggak pulang-pulang."

"Pasti ada maunya, deh. Paling juga modus kamu."

Dia nyengir.

"Mbak Dira suka bener kalau ngomong. Tapi beneran, deh, kangen. Tumben pulangnya malam, Mbak?"

"Mbak sibuk, banyak kerjaan. Ada apa, sih? Mbak mau istirahat ini, sana balik ke kamar kamu."

Bukannya ke luar, dia malah mengeluarkan kardus besar di samping lemari. Sebuah boneka menyembul keluar. Hatiku mencelos lagi, teringat momen di mana benda itu diberikan padaku.

"Ini mau diapain, Mbak? Kok dipindahin ke sini semua? Banyak banget lagi."

Salma telah berjongkok, lalu memindahkan beberapa isinya ke lantai. Aku mengusap wajah, lalu telapak tanganku berhenti di mulut. Sesuatu seperti sedang bergerak naik dari kerongkongan, disertai rasa terbakar.

"Mau dibalikin, Dek. Masukin lagi, gih!" titahku, lalu kembali membekap mulut.

"Dibalikin ke mana? Bukannya ini semua punya Mbak Dira?"

"Iya, tadinya emang punya Mbak, tapi semua yang di situ itu pemberian Mas Damar."

Ia masih menimang-nimang boneka Teddy sebesar bocah lima tahun.

"Ini boleh buat aku nggak, Mbak?"

"Jangan!" sahutku cepat.

Yang benar saja, kalau boneka itu buat Salma, berarti benda itu tetap akan ada di rumah ini. Itu artinya, aku masih akan melihat benda yang akan mengingatkan pada pemberinya.

"Sayang banget mau dibalikin, mana lucu begini. Lagian, masa Mas Damar main boneka, kan nggak lucu cowok meluk boneka Teddy, warna pink lagi. Buat aku aja ya, Mbak?"

Ia masih memeluk boneka itu, lalu kedua tangannya ditangkupkan, menegaskan kalau ia sedang memohon.

"Enggak! Besok Mbak beliin yang baru kalau mau. Yang itu mau Mbak balikin semua."

Pupil mata itu membesar, lalu menghambur memelukku. Aku yang tak siap terhuyung ke belakang.

"Eh, bocah ini, main peluk segala. Ngapain?"

"Beneran dibeliin ya, Mbak?"

Ia mendongak, meminta jawaban.

"Iya. Balikin dulu itu semua yang udah dikeluarin."

"Siap, Mbak."

Aku melerai pelukan, membiarkan Salma membereskan lantai kamar. Merasa akan ada lahar yang siap menyembur, aku segera beranjak ke kamar mandi. Hanya cairan kuning yang keluar, meninggalkan rasa pahit di pangkal lidah.

"Dira, kamu kenapa?" tanya ibu penuh kecemasan. Beliau sudah berada di depan pintu kamar mandi. Entah kapan beliau menyusul ke sini.

"Nggak apa-apa, Bu, cuma mual aja tadi," jawabku, lalu beranjak ke dapur.

"Mual?" kejar ibu. Aku mengangguk, lantas mencari rimpang jahe yang bergabung dengan kunyit dan bumbu dapur yang lain.

"Kamu nggak hamil kayak si Lila, kan, Ra?"

Suara Mas Rudy membuatku terjingkat. Jahe yang telah kutemukan meluncur dari genggaman.

"Astaghfirullah!" seru ibu sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan.

"Mas!" Aku mendelik tak suka. Masih tak habis pikir, kenapa kakakku bisa meluncurkan pertanyaan itu.

"Ya, mana tau aja. Secara mereka udah lama, tiga tahun pacaran. Si Lila yang baru berapa bulan aja dibikin kenyang, tuh, sama si Damar."

Astaghfirullah … astaghfirullah … .

"Kirain yang bisa julid cuma perempuan, nggak taunya cowok juga bisa," ujarku, kembali meraih jahe, lalu menyalakan kompor, memasak air. Kuambil pisau untuk membakar jahe beberapa saat, sampai aromanya memenuhi udara di dapur.

"Ngomong apa tadi?"

"Mas Rudy julid!"

Kumatikan kompor, lantas mencuci jahe.

"Sudah-sudah … . Kalian ini, bikin ibu tambah pusing aja."

"Mas itu, Bu."

Kugeprek jahe dengan kekuatan penuh.

"Awas aja kalau sampai kamu kayak si Lila!" ancam Mas Rudy.

.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Ending 2

    "Aduh, nyumbang kok, terus!"Zahra meletakkan tas yang tadi dibawa ke rumah tetangga yang punya hajat menikahkan anaknya. Melepaskan kerudung, menyalakan kipas angin, Zahra merebahkan badan sambil memejamkan mata."Besok masih ada Aji, khitanan dia, sama Bulek Rumi nikahkan anaknya. Beras kayaknya tinggal sedikit, ya, Mas?" tanya Zahra yang kembali membuka mata.Rudy menatap karung beras yang isinya tinggal satu takaran untuk memasak nasi. Lelaki itu menghela napas lelah. Belum satu Minggu beras seberat dua puluh lima kilo itu dibeli untuk konsumsi sendiri. Namun, banyaknya hajatan di desa tersebut, membuat stok beras yang cukup untuk satu bulan itu hanya bertahan beberapa hari.Melihat toko sembako yang dirintis sejak lima tahun yang lalu, hati lelaki itu kian nelangsa. Tidak ada perkembangan berarti pada toko tersebut. Pembeli memang ada, tapi pengeluaran tidak sebanding dengan besarnya pemasukan.Lelaki itu tidak habis mengerti, ke man

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Ending

    Lila tidak pernah menyangka bahwa keputusan orang tuanya adalah mutlak. Nama orang tua yang tercoreng akibat perbuatannya yang viral di sosial media, membuat semua fasilitas dicabut paksa.Wanita itu mulai kelimpungan sebab tak biasa hidup sederhana. Jatah uang jajan yang berkurang drastis, tak mampu menyokong gaya hidupnya. Beberapa barang mewah yang pernah didapat dari Rendi berusaha dia jual. Namun, lagi-lagi kecewa harus dirasakan. Perhiasan bertabur berlian, tas mewah, sepatu bermerk, semua adalah barang KW. Otomatis tidak bisa dijual dengan harga tinggi.Kata makian kembali terlontar berulang kali. Namun, hal itu tidak bisa mengubah apa pun. Terlebih ketika dia akhirnya menemui Rendi, lelaki itu justru mengatakan kalau Lila bisa mendapatkan semua barang branded yang dipilih dari outlet resmi sesukanya, yakni dengan menukar Sahara untuk dirawat dan dibesarkan bersama kekasihnya di luar negeri."Masa depan anak itu akan terjamin. Kamu bebas menjadi wan

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Jelang Ending 2

    "Mohon maaf, Mbak. Apa ada kartu yang lain? Kartu ini tidak dapat digunakan," ucap petugas kasir membuat Lila melotot."Masa nggak bisa, sih? Saldonya masih banyak, loh?" jawab Lila mulai gusar. Diberikan sebuah kartu lain, hasilnya sama saja."Atau bisa dibayar dengan uang cash saja," pinta petugas kasih dengan sopan. Meskipun demikian, perempuan muda itu merasa tak enak hati saat melihat antrian yang masih mengular."Saya nggak bawa uang cash, Mbak," jawab Lila mulai kesal. "Sebentar saya telpon dulu, ya," ijinnya yang diiyakan oleh wanita dengan name tag Almira."Biar saya yang bayar."Sebuah suara yang dirasa tak asing, membuat Lila mengurungkan niat menelpon orang tuanya. Kedua matanya melotot melihat lelaki yang tempo hari mengaku istri kekasihnya.."Gue nggak butuh dikasihani!" seru Lila dengan ketus, saat Audrey memaksa membayar dan membawa belanjaannya. "Kau akan menyusahkan kasir kalau sampai batal membeli. Dia harus bayar itu semua yang sudah discan. Iya kalau dia punya du

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Jelang Ending

    Beberapa saat sebelumnya ...."Kamu apa nggak kangen anakmu, Nang?" tanya Bu Astuti pada Rudy yang duduk di teras ditemani rokok dan segelas kopi pahit."Kangen, Bu," jawab Rudy tanpa menoleh pada sang ibu. Asap kembali ia kepulkan ke udara.Bu Astuti menatap anaknya dengan pandangan iba. Semenjak tinggal berdua dengan ibunya saja, Rudy lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah. Toko sembako yang baru dirintis itu, hanya dibuka saat malam, tepatnya lewat Magrib hingga kantuk datang. Tidak menentu.Seperti sekarang, Rudy istirahat dari lelahnya beraktivitas di sawah sambil menunggu pembeli. Bu Astuti ikut duduk di samping anaknya yang terlihat lelah. "Kenapa, Bu? Ibu mau ketemu cucu ibu?" tanya Rudy kemudian. Bu Astuti ingin mengangguk, tapi, kepalanya justru menggeleng. Rasa rindu itu sudah demikian besar. Pun ingin tahu bagaimana kabar sang cucu pasca cedera tulang ekor hari itu. Hanya saja, melihat Rudy yang nyaris tak pernah membahas istri dan anaknya, membuat wanita paruh bay

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 61A

    Zahra terus menyalahkan Nadira atas sakit yang diderita anaknya. Jatuh dengan posisi terduduk itu rupanya membuat cedera pada tulang ekor Rayyan. Meskipun tidak sampai patah seperti yang dikhawatirkan sebelumnya, tetap saja membatasi kegiatan Rayyan, hingga bocah itu kerap rewel jika merasa bosan, sebab tidak bisa bebas beraktivitas seperti sediakala.Kedua orang tua Zahra ikut menyalahkan Nadira atas kejadian yang membuat cucunya cedera. Menurut mereka, kejadian itu tidak pernah terjadi sebelumnya, baik di rumah orang tua Rudy, maupun di rumah mereka saat Rayyan berkunjung.Sebagai cucu pertama dan kesayangan, nyaris semua perhatian tertumpah ruah pada anak itu. Nadira tidak heran sebab sudah berulang kali terjadi, jika ada sesuatu yang terjadi pada Rayyan, maka orang lain lah yang akan dikambinghitamkan, sementara Rayyan tersenyum penuh kemenangan.Tidak tahan lagi dengan makian yang didapat dari keluarga kakak iparnya, maka Nadira sepakat dengan Fajar untuk menunjukkan bukti rekama

  • Kuhibahkan Cincin dan Calon Suami pada Sepupuku   Bab 60C

    Di tempat lain ….Damar memandangi layar ponselnya dengan jengah. Rentetan pesan dan panggilan dari Lila sengaja ia abaikan. Dari sekilas pesan yang terbaca saat muncul di pop up, ia tahu kalau Lila kalang kabut sebab kepergiannya dengan Sahara. Tentu saja Damar mengerti kegelisahan wanita yang telah empat tahun terakhir membersamai hidupnya.Lila pernah bercerita, bahwa hibah harta dari Pak Wirya dan Bu Marta kemungkinan besar akan ditunda, atau justru dibatalkan, jika sampai terjadi hal buruk dalam pernikahannya. Damar tidak peduli sama sekali. Baginya, jika itu berkaitan dengan harta orang tua Lila, dia tidak mau ikut campur. Toh, selama ini dia juga terus menerus disebut tidak berguna sebagai seorang suami, meski telah berusaha maksimal untuk mengelola lahan yang menghasilkan puluhan kwintal bawang merah.Sempat terlintas keinginan untuk menggugat Lila dengan tuduhan penipuan pernikahan. Namun, dirasa hanya buang waktu dan tenaga, i

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status