Kinanti mendesah, ia khawatir ayahnya tak memberi izin untuk menikah secara siri. semakin lama kandungannya pasti akan semakin membesar. Tidak mungkin ia membiarkan anaknya tumbuh tanpa ayah. Sedangkan untuk menikah resmi Citra masih kekeh untuk meminta uang yang tidak sedikit. "Gimana ini? Kalau Papa gak kasih izin makin la makin besar perutku ini." Kinan mendesah, kepalanya mendadak terasa sakit. Ia resah dan takut kalau-kalau sang ayah tidak juga memberikannhya restu perihal rencana pernikahannya dengan sang kekasih yang masih berstatus sebagai suami orang itu. “Duh, gimana ini, Papa juga kenapa sih gak restuin aku aja? memang apa susahnya sih tinggal nikahin aku sma Mas Aldo aja. Timbang tinggal ijab kabul aja pake segala nunggu resmi segala. Kalau sekarang sudah hamil begini kan dia juga yang repot dan malu kan?” gumam Kinanti membenarkan pendapatnya sendiri saja. Sementara itu, Pak Guntur tengah memikirkan terus apa yang diakui Kinanti tadi padanya. Meskipun ia tampak diam dan
“Ya, saya percaya itu.”"Jadi kapan kamu akan melamar anak saya?" imbuh Pak Guntur. "Saya bicarakan dulu ya, Pa, sama Ibu. Nanti biar saya kabarin Kinantinya.""Baiklah kalau gitu, kamu bisa lanjutin kerjaan kamu.""Baik, Pa, permisi. Saya kembali ke ruangan dulu." Aldo pamit membungkukkan badan. Aldo begitu senang mendengar permintaan Pak Guntur yang meminta secepatnya untuk melamar Kinanti. Pada akhirnya dia bisa menikahi Kinanti tanpa harus mengeluarkan uang banyak untuk Citra. Hah, bikin kesal saja! Sesampainya Aldo di meja kerjanya. Aldo pun segera menghubungi sang kekasih. Memberitahu kabar gembira ini kepada Kinanti. Aldo merogoh ponsel di saku celananya. TuutTuut"Halo, Sayang?""Iya halo, Mas? Tumben jam segini telpon? Mas nggak kerja?""Kerja dong Sayang, aku mau ngasih tau kamu kabar gembira. Coba tebak.""Apa sih Mas, kasih tau aja kenapa. Jangan bikin orang penasaran.""Mau tau aja apa mau tau banget?""Ish, Mas nih malah bercanda. Buruan ah kasih tau." Kinanti mence
DdrrtttDdrrrtt"Halo, Sayang?""Halo, Mas. Aku ada kabar gembira buat kamu.""Oh ya? Apa itu?" "Papa setuju kalau acara lamarannya dibarengin sekalian sama akad nikah kita." "Wah serius kamu, Sayang?""Dua rius, Mas.""Oke kalau begitu dua hari lagi kita laksanakan semuanya. Gimana?""Iya, Mas, lebih cepat lebih baik. Aku udah gak sabar pengen satu rumah sama kamu tau.""Aku juga udah gak sabar, Sayang. Ya Udah aku tutup dulu ya, mau kasih tau Ibu sama Raya soal kabar bahagia ini. Oh iya soal mahar dan lain-lainnya gimana?""Soal itu kamu gak perlu khawatir. Aku akan transfer uang ke kamu sepuluh juta buat beli mahar untuk aku. Dan untuk acaranya di sini nanti itu jadi urusan aku jadi kamu terima beli maharnya aja biar Papa juga tau kalau itu dari kamu dan kamu serius sama aku.""Terima kasih ya, Sayang. Kamu memang sangat pengertian sama aku.""Sama-sama, Mas. Ini aku lakukan karena aku begitu mencintaimu."***Hari yang dinanti pun tiba. Aldo dan Kinanti akan mengadakan akad nika
Citra menyeringai, terlihat mengerikan saat menatap dirinya di cermin. Tidak ada lagi air mata yang membasahi kedua pipinya. Hatinya sudah begitu mati rasa untuk sang suami semenjak ia tahu penghianatannya dengan Kinanti. Ia berjanji akan membuat perhitungan dengan Aldo. Ia akan membongkar kedok Aldo yang telah mempunyai istri. "Bersiap-siaplah Mas dengan kehancuranmu nanti. Akan kupastikan kalian akan menyesalinya. "***"Akhirnya kita sah juga ya, Mas. Setelah drama istri pertama kamu yang minta uang dua milyar itu. Kita resmi juga jadi suami istri meskipun secara siri. Lagian gila aja dia minta uang segitu banyak dikira aku bodoh apa." Kinanti tidur di lengan Aldo. Sedangkan Bu Miranti dan juga Raya ikut menginap di rumah Pak Guntur. "Iya, Sayang, akhirnya kita sudah sah jadi suami istri, aku bahagia banget. Soal Citra kamu gak usah pikirkan itu. Nyatanya kita sudah sah suami istri dan dia gak bisa apa-apa kan?" ucap Aldo mencium kening Kinanti. "Terus nanti kita tinggalnya gim
Betapa bahagianya Aldo saat itu. Sudah dikasih uang seratus juta. Ditambah pula dengan hadiah mobil dari Pak Guntur. Ia merasa beruntung dengan menikahi Kinanti. Tiba lah ia dan yang lainnya di rumah Aldo, Citra yang sudah mengetahui pernikahan siri Aldo dan Kinanti merasa biasa saja. Akan tetapi, di dalam hati Citra ia menyimpan dendam yang luar biasa. "Hemm gimana malam pertamanya hasil merebut suami orang? Nikmat apa lezat?"Kinanti tak menjawab pertanyaan Citra. "Jelas saja enak, kan pengantin baru. Iya kan? Iya dong? Masa enggak?" imbuh Citra. Ia terkesan meledek pasangan yang baru sah itu. "Tapi, kamu tau darimana? Perasaan Mas belum ada cerita sama kamu deh.""Darimana-mana hatiku senang.""Citra! Aku lagi gak bercanda ya.""Kamu pikir aku bercanda gitu? Dih gak lah yau.""Katakan darimana kamu tau? Kamu pubya mata-mata?""Gak ada, Mas. Adanya mata kaki sama mata ikan alias kutil tuh di telapak kakiku. Mau liat?" Aldo mengepalkan erat tangannya. Dia merasa emosi dengan jawa
Di sebuah kafe, Laras dan Citra tengah menikmati pertemuan antara dua sahabat itu. Citra yang meminta untuk bertemu dengan Laras. Karena ada suatu hal yang ingin Citra tanyakan. "Ras, kenapa kamu bisa dapat foto acara pernikahan itu?" Tiba-tiba Citra menanyakan hal itu. Ia penasaran dari mana sahabat nya itu bisa mempunyai foto pernikahan suaminya dan Kinanti. "Kamu nggak tau ya, Cit, Kinanti itu juga temen adik aku Cit. Dia temen adikku jaman kuliah dulu. Pas Kinanti ngundang adekku, aku diajak gitu. Yaudah aku iyain. Dia juga nggak bilang mau ke nikahannya siapa. Pas waktu acara itu ya aku kaget dong kalau ternyata itu nikahannya Aldo sama si valak itu. Gila! Nggak nyangka aja temen adekku seorang valak begitu. Aku jadi marag lah takut adekku ketularan jadi valaknya.""Jadi, adek kamu tau dong seluk beluknya si Guntur?" Citra menatap wajah Laras dengan serius. "Guntur? Maksidnya Ayahnya si valak?" tebak Laras. "Iya, kamu tepat sekali. Adek kamu pasti tau dengan baik dong seluk b
KUJUAL SUAMIKU SEHARGA 1 MILYAR"Gila kamu, Cit! Benar-benar perempuan gila! Kamu pikir uang dua milyar itu sedikit?""Justru karena aku tau kalau dua milyar itu banyak, Mas, makanya aku minta sama kamu dan juga Kinanti. Ayolah, Mas, aku tau Kinanti itu bukan orang susah. Pasti dia dan papa nya sanggup lah buat ngasih dua milyar itu secara cuma-cuma."Aldo menggeleng, ia tak menyangka dengan Citra bisa berubah matre seperti itu. Yang Aldo kenal, Citra itu perempuan lembut, dan tidak matre. Entah apa yang membuat Citra tiba-tiba berubah jadi seperti itu. "Ayo Mas, aku tak mempunyai banyak waktu. Berikan aku uang dua milyar itu atau .…""Atau apa?""Atau kamu dan keluargamu itu akan merasakan dinginnya tembok penjara."Aldo mengepalkan tangannya. Ia tak menyangka kalau Citra berani berbuat hal sejauh itu. "Ada apa ini, Do?" tanya Bu Miranti saat ia baru saja masuk ke dalam rumah. "Iya, ada apa sih, Mas? Sampe kedengeran dari luar." Kinanti dan Bu Miranti baru saja pulang dari shoping
"Mari, Pak, Bapak dan Bu Kinanti bisa ikut dengan kami.""Nggak bisa Pak! Saya nggak salah kok main tangkap saja.""Mas, gimana dong ini. Aku nggak mau dipenjara, Mas. Bu, tolong kita, Bu." Kinanti merengek meminta untuk tidak di penjara. Citra yang melihat dari belakang pun tertawa dengan riang gembira. Pasalnya, inilah yang ditunggu-tunggu oleh Citra. Penangkapan suami dengan gundiknya. "Tunggu dulu, Pak. Saya mau telpon Papa saya buat bantuin kasus ini.""Maaf, Bu, nanti Ibu bisa mengabari keluarga Ibu saat Ibu dan Pak Aldo sudah berada di kantor polisi." Kedua polisi itu sudah siap dengan borgol yang akan ia pasa di tangan Aldo dan Kinanti. Meskipun kedua orang itu memberontak, akhirnya dua polisi yang ditugaskan untuk menangkap Aldo dan Kinanti pun berhasil membawanya ke kantor polisi. "Citra! Apa-apaan kamu melaporkan suami sendiri ke polisi? Sudah gila kamu, Citra!" Bu Miranti memaki habis-habisan Citra. Citra yang di maki sang mertua pun hanya melihatnya saja tanpa membala