Share

Intimidasi

Author: Winda
last update Last Updated: 2021-03-21 01:27:15

"Ini karyawan Ibu, tak mampu bekerja dengan baik," tukas Pria berjambang itu.

"Iya kami, merasa tak nyaman dengan pelayanan cafe ini, karena waitress anda kurang profesional, sebaiknya anda memilih karyawan yang bisa di andalkan!" timpal Pria berjas hitam tak memiliki jambang, namun tubuhnya sama-sama besar.

Aku menarik nafas kesal, "Bu, kan biasanya kami para waiters, bekerja seperti yang sudah di perintahkan, dan sudah sesuai prosedur yang di tentukan,"

"Silvi, kamu jangan membantah dan jangan bersikap seperti itu pada Pak Devan dan Pak Reno! Kamu harus mengedepankan dan mengutamakan kenyamanan Pak Devan!" omel Bu Maya.

"Tapi Bu,"

"Kamu ikut, ke ruangan saya sekarang!" Bu Maya sepertinya marah besar padaku, dari sikapnya yang ketus, padahal aku tak membuat kesalahan, tapi kenapa dua Pria itu malah mengintimidasi ku, aku benar-benar tak mengerti.

Ku melirik pada wajah dua Pria aneh itu, mereka saling menoleh dan tatapannya bertemu, sambil menunjukan senyuman miring, apa maksud dia sebenarnya, apa yang mereka mau dari diriku. Lalu aku menoleh ke arah dimana Mas Alex duduk, namun dia tak ada di situ.

Hanya gelasnya saja yang masih penuh dan dia tinggal begitu saja, entah pergi kemana dia, kenapa dia tak membelaku? Apa dia tak tau, dengan apa yang sudah terjadi padaku. Apakah dia tak berani menghadapi dua Pria yang telah memojokkan ku, sehingga Mas Alex menghindar, ah aku tak tau, mungkin hari ini, adalah hari sial ku.

"Silvi, duduk!" titah Bu Maya.

"Iya Bu."

 Kami duduk saling berhadapan, Bu Maya menegakkan tubuhnya seraya menautkan kedua tangannya di meja, ku meremat ujung kemeja seragam kerja ku, perasa'an ku kalut sa'at ini dan benar-benar tidak tenang, ku tundukkan wajah ini, aku tak berani menatap wajah Bu Maya yang sedang marah, apa aku akan di pecat oleh Bu Maya? Aku tak tau, aku hanya bisa pasrah.

"Silvi, kamu tau?"

Aku menggeleng pelan.

"Silvi, dia Pak Devan, orang terkaya di kota ini, beliau pemilik perusaha'an property, hotel-hotel di kota ini sebagian besar adalah aset miliknya, kamu harus memprioritaskan Pak Devan! Dia adalah pelanggan terbaik di sini! Silvi, kamu tau?"

Bu Maya mencondongkan tubuhnya ke depan, aku menggeleng, tak mengerti, "Silvi, beliau hanya ingin kamu yang melayaninya, dan tak mau di layani oleh waiters lain, jadi kamu jangan dulu melayani pelanggan sebelum selesai dengan urusan Pak Devan! Jika dia meminta di bawakan sesuatu oleh kamu, ya, kamu harus turuti!"

"Oh, tapi kenapa dia, selalu ada di sini?" tanyaku polos.

"Yang namanya orang kaya, ya bebas, terserah dia mau berada di mana pun, kenapa kamu bertanya seperti itu?"

"Gak Bu,"

"Ini peringatan untuk kamu! Jika kamu membuat kesalahan sekali lagi, kamu akan saya tindak lanjuti, gaji kamu akan saya tahan! Bahkan saya bisa saja memecat kamu!"

Nafas ku sesak mendengar penuturan Bu Maya yang mengintimidasi ku seperti itu, ya Tuhan aku benar-benar tak habis fikir, hanya sedikit aku berbuat kesalahan, dan itu tak di sengaja, bahkan itu bisa di bilang bukan kesalahan ku, dia sampai segitu marahnya padaku.

"Sekarang, kamu boleh ke luar!"

Aku pun berlalu dari ruangan Bu Maya, dengan hati yang kesal pada Devan dan Reno, dadaku sesak kedua tangan ku mengepal.

"Nona." Pria itu berjalan menghampiri, dan berdiri di hadapan ku kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku celana.

"Apa? Kamu puas," ketus ku.

"Ma'af." Dia menundukkan kepala di hadapan ku, wajahnya terlihat menyesal, namun aku tak tau pasti dia benar menyesal atau hanya bohong belaka.

 Aku mengangkat wajah ini, dengan nafas memburu, ku tatap wajah itu dengan tatapan kesal, marah dan benci bercampur jadi satu di hatiku pada dua Pria ini.

"Anda senang, karena saya sudah di marahi, dan di beri surat peringatan oleh Bu Maya?" tukas ku.

"Nona, Ma'af kan saya! Saya berjanji, kamu tidak akan kehilangan pekerjaan mu,"

"Hm," ketus ku sembari membuang muka.

"Nona, kami mohon, maafkan kesalahan kami! Terutama saya, yang  bersalah," ucap Pria bernama Devan.

"Silvi..." Suara Bu Maya terdengar lantang dari ruangannya, karena pintu tak aku tutup kembali, tadi setelah aku keluar dari sana. Aku pun langsung menunduk, takut Bu Maya keluar dan memarahi ku lagi, bisa-bisa gajiku di tahan olehnya.

"Iya, saya sudah memaafkan Pak Devan," ucapku segera.

"Nona saya tau, kamu sangat membutuhkan pekerjaan ini, dan kamu sedang membutuhkan uang banyak, apa kamu mau menerima tawaran saya? Saya bisa membantu kamu! Keluar dari masalah kamu!"

"Apa? Tawaran apa?" Aku mengerutkan kening, dari mana dia tau aku sedang membutuhkan banyak uang, "Maksud anda, membantu apa?"

"Saya akan memberimu pekerjaan yang mudah, dan gaji yang besar, apa kamu mau?" 

"Kerja apa?"

"Menjadi, asisten pribadi Bos saya!" Pria bernama Reno menimpali ucapan Devan.

"Eum, tapi,"

"Kamu bisa fikirkan matang-matang! Ini kartu nama Bos Devan," ucap Reno menyodorkan kertas tebal padaku.

"Iya," dengan hati ragu aku mengambil kartu nama tersebut.

"Sekali lagi saya minta Ma'af! Saya permisi," ucap Reno dan Devan berlalu dari hadapan ku.

Mereka berdua keluar dari cafe ini, aku mengantarnya hingga ke depan pintu. Ku menatap mobil mewah yang di naiki oleh kedua Pria aneh itu menurutku, hingga hilang dari pandangan. Ku membaca kartu nama tersebut dan aku masukkan ke dalam saku kemejaku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kulakukan Demi Keluarga   Akhir sebuah kisah.

    POV Author.Gadis yang tengah terlelap, ia terkesiap seketika seraya membuka matanya, saat bahunya di cekal erat oleh seseorang."Siapa kalian?" tanya Silvi pada lelaki berkaos hitam tanpa lengan, dengan celana jeans robek-robek di bagian dengkulnya, kulitnya hitam dan berambut gondrong berwajah garang."Tolong, jangan sakiti saya!" rengek Silvi ketakutan, dia meremat handuk yang ada di pelukannya, dengan tubuh gemetar."Gadis cantik, kenapa kamu sendirian? Kami temani ya, biar kamu tidak kesepian!" timpal Pria berbadan gempal dengan kemeja garis-garis, lengannya ia lipat sebahu. Celana jeans sama robek-robek, berambut gimbal berkumis tebal dan berkulit gelap.Sorot ke-dua mata pria itu penuh dengan nafsu saat melihat bagian paha Silvi yang putih dan mulus."Ayo ikut kami!" ajak Pria berambut gondrong tersebut. Mencekal kedua lengan Silvi."Tolong! Tolong!" Silvi berteriak sekuat tenaga, saat dia di seret oleh kedua Pria itu. Dan membawa Sil

  • Kulakukan Demi Keluarga   Hanya Mimpi.

    POV Devan.Aku mengitari kota ini hingga larut malam tak ada tanda-tanda keberadaan Silvi sama sekali, sambil mengemudi pandangan ku terus mengedar ke kanan dan kiri berharap menemukan gadis itu.Semoga Tuhan melindungi kekasihku! Aku takut terjadi apa-apa dengan dia, Aku begitu menghawatirkannya, ku susuri kota ini hingga ke setiap pelosok, namun hasilnya sama saja nihil.Ku menepikan kendaraan di bahu jalan yang sepi, lalu ku ambil ponsel yang ada di Dashboard mobil, dan ku tekan tombol navigasi lalu ku usap layar gawai, gegas aku klik aplikasi berwarna hijau dan mulai menghubungi Reno, yang aku perintahkan mencari Silvi."Ren, bagaimana, apa sudah ketemu?" tanyaku dengan perasaan cemas."Maaf Pak! Saya belum menemukan Non Silvi," jawab Reno dari seberang sana."Hah." Ku tarik nafas dalam-dalam, ya Tuhan... Harus kemana lagi aku mencari Silvia, sudah hampir dini hari namun keberadaan Silvi belum sama sekali di ketahui."Lalu, bagaimana ini

  • Kulakukan Demi Keluarga   Aku Takut.

    POV Silvi.Aku berteduh dari derasnya hujan, yang mengguyur seluruh kota ini, hingga Malam terasa begitu dingin menusuk tulang, langit pun begitu gelap tak ada cahaya rembulan yang menyinari.Di tengah heningannya malam dan derasnya hujan, ku duduk di bale bambu sebuah warung bangunannya terbuat dari kayu, ku kira warung bekas penjual bensin, menurut asumsi ku, terlihat dari rak kayu kecil yang ada di ujung tiang, dengan beberapa botol beling yang bertengger di sana.Aku ketakutan dan kesepian, pandangan ku mengedar ke sekeliling warung, sepertinya tempat ini lama tak di tinggali, terlihat dari debu yang tebal menempel di seluruh permukaan tempat ini.Di keheningan malam dengan cahaya temaram lampu pijar lima wat yang menggantung di atap, aku duduk seorang diri menekuk lutut seraya memeluk tubuh yang menggigil, begitu sepi tak ada tanda-tanda kehidupan, kendaraan pun tak ada yang lalu lalang melintasi jalan di hadapan ku ini.Semakin malam h

  • Kulakukan Demi Keluarga   Silvi Kau Dimana?

    POV Devan.Hati ku begitu gelisah fikiran ku di penuhi oleh bayangan Silvi, entah apa yang terjadi padanya, semoga saja dia baik-baik di rumah. Tadi pagi aku titipkan dia pada Bi Rika, hanya dia satu-satunya orang yang bisa aku percaya, untuk menjaga calon istri sekaligus calon ibu dari anakku.Agenda di kantor hari ini begitu padat sehingga aku melupakan Silvi, padahal aku sudah berjanji akan segera pulang dan mengantarkan dia ke kampung halamannya.Ku lirik jam di pergelangan tangan, menunjukkan pukul setengah dua siang, kemungkinan nanti aku pulang agak telat.Semoga saja Silvi masih mempercayai ku! Dan dia bersedia aku nikahi.Tapi aku berharap dia mau mengerti dengan pekerja'an ku di kantor yang tak bisa aku tinggalkan begitu saja.Setelah selesai mengurus dokumen persyaratan dan surat pengantar ke KUA, sekarang aku sudah siap sepenuhnya untuk menikahi Silvi, tak ku pungkiri aku begitu bahagia ingin segera membina rumah tangga

  • Kulakukan Demi Keluarga   Ku Pergi Dengan Luka

    POV Silvi.Aku bangkit dengan perlahan, satu tangan menumpu di lantai, mengumpulkan kekuatan untuk ku berdiri, tangan ku yang lain memegangi perut yang sakit akibat benturan, saat Nyonya Amelia mendorong tubuh ku, hingga aku terhempas ke lantai konblok.Dengkul ku menghantam kerasnya lantai hingga lecet dan mengeluarkan darah. Sakitnya di tubuh tak seberapa jika di bandingkan dengan hancurnya hati ini."Silviana, cepat bangun! Dan segeralah angkat kaki dari rumah ini! Bawa barang rongsokan mu, jangan sampai ada yang tertinggal!" hardik Nyonya Amelia, dia berkacak pinggang di hadapan ku."I-iya Nyonya, saya akan segera pergi, dari sini!" jawab ku tergagap. Aku meringis masih memegangi perut, sambil berusaha bangkit, dan berdiri tertatih-tatih."Lelet banget sih, jadi Orang! Jangan sok mengiba, saya tidak mudah terpengaruh, dengan sandiwara kamu! Pake pura-pura lemas segala lagi!" Dia memutar bola matanya mendelik tajam pada ku."Saya, tidak p

  • Kulakukan Demi Keluarga   Kau Harus Pergi!

    POV Silvi.*Pagi ini aku keluar dari kamar mandi setelah membersihkan badan, ku kenakan baju dress tunik lengan panjang, dan bawahan se-dengkul, warna pastel, di padu padankan dengan sepatu flat warna senada, rambut panjang ku. Aku ikat separuh di bagian atasnya.Aku tak mengenakan seragam seperti yang lain, karena hari ini Devan berjanji akan mengajak ku pulang ke rumah ibu, untuk melamar ku dan dia juga berjanji akan mengikat janji suci di hadapan penghulu.Aku tak mengharapkan pesta pernikahan yang megah, aku hanya menginginkan status Ayah untuk anak ini.Sekarang perutku masih rata dan mungkin tak akan ada yang mengetahui kehamilan ku, jika aku pulang kampung. Aku akan merahasiakan kehamilan ku dari ibu dan juga semua orang, aku tak mau ada tau tentang aib ini.Sesa'at aku ke luar dari kamar mandi, dan berdiri di teras belakang, melihat kawan ART ku sedang sibuk menjemur pakaian ada juga yang menyirami tanaman, sambil menghirup udara se

  • Kulakukan Demi Keluarga   Anak Haram

    POV Silvi.Diri ini menegang seketika sa'at Nyonya Amelia datang dan menyerang ku, dia mencerca ku habis-habisan, hati ku hancur berkeping-keping, mendengar cacian yang terlontar dari mulutnya yang tajam dan pedas, begitu pedih mengiris sanubari, membuat fikiran ku kalut seakan dunia ini gelap di penuhi kabut, tak ada setitik cahaya sama sekali dalam hati ini.Wanita itu begitu kasar padaku, kebenciannya pada Raya begitu mendarah daging, hingga wajah ku yang hanya mirip sekilas, membuat dia kalap, dan begitu jijik melihat ku.Apalagi kini aku sedang mengandung benih dari anak semata wayangnya, kebenciannya kini terhadap ku kian bertambah besar.Tidakkah dia melihat sisi gelap putranya, dan jangan terus-terusan mengintimidasi ku, hingga aku terpojok, aku begini karena perbuatan bejat putra kesayangannya.Ku seka air mata yang masih membasahi pipi, dengan jemariku, hati ku kini luluh lantak, hancur sehancur-hancurnya oleh dua orang yang tak punya ha

  • Kulakukan Demi Keluarga   Tinggalkan Dia

    POV Devan.Aku sangat bahagia mendengar Silvi mengandung anakku, namun aku bingung dengan Mama, karena Mama tambah membencinya."Devan, kamu pilih Mama, atau perempuan itu, jika kamu lebih memilih dia, Mama akan angkat kaki dari rumah mu! Dan Mama takkan pernah, menginjakkan kaki lagi di rumah ini!" sungut Mama menuding tangannya ke arah Silvi.Tak ada yang harus aku pilih, kedua wania itu sama-sama penting dalam hidupku. Aku kini berada di posisi yang sulit, jika aku memilih Silvi.Mama akan begitu marah pada ku, aku tak mau menjadi anak yang membangkang, tapi aku juga tak mungkin mencampakkan gadis yang sudah aku rusak masa depannya.Aku bersimpuh di hadapan Mama, yang sedang duduk di sofa menyilang kaki seraya menyedekapkan tangannya di depan dada dengan angkuh.Ku tundukan kepala di pangkuan Wanita bertubuh proporsional dengan balutan dress tunik lengan panjang warna coklat tua, berharap hatinya bisa sedikit terbuka untuk Silviana.

  • Kulakukan Demi Keluarga   Bertanggung jawab

    POV Silvi."Oh, iya Dok, kira-kira usia kandungan istri saya berapa Minggu?" ucap Devan, menatap wajah Dokter Hendri dengan serius."Eum, kalau di lihat dari hasil HPHT, sekitar tujuh Minggu,""Tapi, saya heran Dok, kenapa istri saya bisa begitu mual, dengan mencium aroma tubuh saya?" tanya Devan keheranan dengan tingkahku yang mendadak mual dan ingin muntah bila dekat dengannya."Itu hal yang wajar Pak Devan, karena di trimester pertama kehamilan, seorang wanita hamil mengalami peningkatan hormon, itulah yang menyebabkan istri Bapak, mual dan muntah," ujar Dokter panjang lebar.Devan begitu serius menanggapi penuturan Dokter Hendri."Saya faham Dok, tapi apakah ini berpengaruh terhadap janinnya? Apakah berbahaya?""Tidak, jika itu masih di batas wajar. Namun asupan nutrisi harus di perhatikan, meskipun Bu Silvi merasa mual, tapi harus di usahakan untuk tetap makan, meskipun sedikit, dan konsumsi susu emesis untuk mengurangi rasa mual,"

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status