Home / Fantasi / Kultivator Jiwa Modern / Bab 7 – Jejak Gelap di Balik Kemenangan

Share

Bab 7 – Jejak Gelap di Balik Kemenangan

Author: Vanhelsing83
last update Last Updated: 2025-10-03 17:09:42

Udara malam di atap Gedung Zenith begitu dingin, menusuk tulang. Angin kencang berdesir membawa bau besi berkarat dan asap sisa ledakan dari laboratorium bawah tanah yang baru saja mereka tinggalkan. Bara, Risa, dan Gerry berdiri terengah-engah. Tubuh mereka penuh luka kecil, pakaian kotor, dan wajah pucat kelelahan.

Namun, ada rasa lega yang samar, mereka masih hidup.

“Setidaknya kita berhasil keluar…” Gerry mendesah panjang sambil menyandarkan tubuhnya pada dinding beton. Ia menatap langit malam kota yang kelam. “Aku pikir kita semua bakal jadi arang di sana.”

Risa menoleh ke Bara, seolah mencari konfirmasi bahwa ini memang akhir dari bahaya. Tapi wajah Bara justru terlihat lebih tegang daripada sebelumnya.

Ia tidak menjawab. Matanya menatap ke atas, tajam, penuh kewaspadaan.

“Bara?” Risa mengerutkan kening.

Pria itu mengangkat tangannya, memberi isyarat agar mereka diam.

Di atas langit, sesuatu yang ganjil muncul. Bukan bintang, bukan awan, melainkan gumpalan kabut hitam pekat bercampur cahaya ungu samar. Ia berputar perlahan, seakan mencari titik untuk turun.

“Kau melihatnya juga?” Risa menelan ludah, suaranya bergetar.

Gerry langsung menegakkan tubuhnya. “Jangan bercanda… setelah semua yang kita hadapi, sekarang apa lagi ini?”

Bara bergumam pelan, hampir tak terdengar. “Bukan Tuan Black… bukan energi buatan Zenith. Ini berbeda. Lebih… purba.”

---

Jejak Purba

Kabut itu bergerak turun, mendekati atap tempat mereka berdiri. Semakin dekat, semakin jelas terlihat bahwa kabut itu bukanlah fenomena biasa. Ada pola-pola yang terbentuk di dalamnya, berkelip seperti cahaya bintang yang tersusun rapi.

Risa menatap lekat-lekat, lalu terbelalak. “Itu… simbol. Simbol kuno!”

Benar saja. Dari kabut itu muncul tulisan-tulisan aneh yang berputar melingkar, membentuk rune besar yang menggantung di udara. Simbol itu bersinar redup, tapi ada getaran kuat yang bisa dirasakan, bahkan oleh orang biasa.

Bara menahan napas. Dadanya terasa sesak. Ia mengenali tulisan itu. Bukan karena pernah mempelajarinya, melainkan karena jiwanya bereaksi.

“Rune Purba…” bisiknya.

Risa menoleh cepat. “Rune apa?”

“Itu teknik jiwa kuno,” jawab Bara dengan suara serak. “Sudah hilang ribuan tahun lalu. Seharusnya tidak ada yang mampu memanggilnya lagi. Kalau ini muncul sekarang…” Ia menggenggam erat tangannya. “Maka ada sesuatu yang sedang bangkit.”

Gangguan Jiwa Bara

Seketika, Bara merasakan kepalanya berat. Ada desakan yang memaksa masuk ke dalam pikirannya, seperti pintu yang didobrak paksa dari dalam. Suara-suara asing bergema di telinganya—berbisik dalam bahasa yang tak ia pahami, seperti doa terbalik yang diputar dari kejauhan.

Ia terhuyung dan jatuh berlutut.

“Bara!” Risa langsung berjongkok, menopang tubuhnya.

Gerry panik, matanya liar. “Hei, kau kenapa?!”

Namun Bara tidak menjawab. Matanya terpejam rapat, tubuhnya bergetar. Suara-suara itu semakin keras, menembus kepalanya tanpa ampun.

"Kunci… Jiwa… Gerbang akan terbuka…"

Suara itu terus mengulang, menusuk seperti jarum panas.

Bara menggertakkan gigi, berusaha melawan. Tapi semakin ia menolak, semakin kuat dorongan itu. Kabut hitam makin padat, bergerak menuju mereka.

“Jangan dekati kabut itu!” teriak Bara tiba-tiba, suaranya serak namun penuh peringatan. “Itu jebakan jiwa. Kalau kalian terlalu dekat… pikiran kalian bisa hancur!”

Risa terdiam, wajahnya pucat pasi. Ia bisa merasakan kebenaran kata-kata Bara dari caranya bicara.

Gelang Misterius

Saat Bara hampir pingsan, sesuatu di pergelangan tangannya tiba-tiba menyala. Gelang tua yang sejak lama selalu ia kenakan, pemberian gurunya dulu memancarkan cahaya putih menyilaukan.

Cahaya itu menyapu seluruh tubuh Bara. Seketika, suara-suara asing di kepalanya lenyap. Napasnya kembali teratur, rasa sakitnya hilang.

Bara terdiam. Ia menatap gelang itu dengan wajah kaget sekaligus bingung.

Risa juga melihatnya, matanya membesar. “Bara… gelangmu barusan..”

“..menyala,” Gerry menyela, melotot tak percaya. “Sejak kapan kau punya jimat sakti? Kau bahkan tidak pernah bilang soal itu!”

Bara menatap gelang di tangannya dengan sorot mata rumit. Ia mengingat kembali ucapan gurunya bertahun-tahun lalu. “Suatu hari, ketika dunia mulai runtuh, kau akan tahu kapan harus menggunakannya.”

“Aku kira itu hanya perumpamaan,” ucap Bara lirih. “Ternyata… bukan.”

Risa menggigil. “Dunia mulai runtuh? Maksudmu… semua ini baru permulaan?”

Bara mengangguk perlahan. “Zenith, Profesor Delta, robot-robot itu… hanyalah pion. Ada sesuatu yang jauh lebih besar di balik semua ini. Sesuatu yang sedang mencoba membuka gerbangnya.”

Bayangan dari Jauh

Ketegangan itu pecah sejenak ketika suara helikopter terdengar dari kejauhan, tapi Bara tidak bergerak. Ia tahu, apapun yang akan datang, itu bukan bantuan.

Di sisi lain kota, jauh di atas gedung pencakar langit, seorang wanita berjas hitam berdiri di balkon sebuah ruangan gelap. Ia mengintip melalui teleskop kecil, memperhatikan Bara dan yang lainnya dari kejauhan.

Wanita itu tersenyum tipis, senyum yang dingin tanpa emosi.

“Akhirnya… Master Jiwa itu memakai Kuncinya,” gumamnya pelan. “Rencana bisa segera dimulai.”

Ia meraih sebuah perangkat di tangannya. Layar hologram kecil menyala, menampilkan simbol organisasi rahasia berbentuk bulan sabit.

“Tim Ilmiah Alpha hanyalah percobaan,” ucapnya pada seseorang di ujung lain. “Sekarang, aktifkan Proyek Eclipse.”

Malam itu, kabut perlahan menghilang, tapi ketegangan yang tertinggal justru lebih pekat daripada sebelumnya. Bara berdiri dengan wajah keras, sadar bahwa langkahnya baru saja menyeret mereka semua ke medan perang yang jauh lebih besar.

Di balik kegelapan, permainan baru telah dimulai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kultivator Jiwa Modern   Bab 56 – Ketenangan yang Teruji di Atas Rel

    Kereta bergerak perlahan meninggalkan ibu kota. Suara besi beradu dari bawah lantai menggema berirama seperti napas panjang yang menenangkan. Di luar jendela, matahari pagi menyelinap di balik awan tipis, menyoroti hamparan sawah dan bukit jauh yang tertutup kabut. Bara duduk di dekat jendela, matanya menatap keluar, tapi pikirannya melayang entah ke mana. Udara di dalam kabin terasa hangat, namun hatinya dingin bukan karena takut, tapi karena kesadaran baru yang masih belum sempat ia pahami sepenuhnya. Liora duduk berseberangan, menatap Bara dengan tatapan yang sulit ditebak. Risa di sampingnya sibuk memandangi peta digital di tangannya, sementara Gerry bersandar dengan mata setengah terpejam, berusaha pura-pura tidur. Tapi tak ada satu pun di antara mereka yang benar-benar tenang. “Perjalanan ini... entah kenapa terasa terlalu sunyi,” kata Risa akhirnya, suaranya nyaris tenggelam oleh derit roda besi. Bara menoleh perlahan, lalu tersenyum kecil. “Sunyi bukan berarti kosong, R

  • Kultivator Jiwa Modern   Bab 55 – Bayangan Dewan dan Cahaya yang Retak

    Ruang rapat Dewan Tinggi terasa seperti kubah raksasa yang terbuat dari batu hitam dan pantulan cahaya dingin. Tidak ada jendela, hanya pilar-pilar tinggi berukir simbol kuno. Di tengahnya, sepuluh kursi besar tersusun melingkar. Masing-masing diisi oleh wajah tua yang tampak tenang, tapi matanya, semuanya menyimpan perhitungan. Ketua Dewan, seorang lelaki berambut putih bernama Arvian, mengetukkan tongkat kristalnya tiga kali ke lantai. Getarannya membuat seluruh ruangan hening seketika. “Dia berhasil menembus Ujian Jiwa tanpa bantuan eksternal,” ucap Arvian. “Tapi kalian semua tahu apa artinya ini.” Salah satu anggota, perempuan berwajah tajam dari Fraksi Pengendali, menyipitkan mata. “Artinya Bara bukan manusia biasa. Dan setiap orang yang bukan biasa… selalu membawa bencana.” “Berhati-hatilah dengan kata-katamu, Lyssa,” potong Arvian lembut, namun nadanya mengandung ancaman halus. “Kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa anak itu memancarkan keseimbangan yang bahkan para

  • Kultivator Jiwa Modern   Bab 54 – Riak di Balik Dewan

    Kabut pagi belum sepenuhnya hilang ketika Kereta Cahaya Jiwa kembali menembus langit ibu kota. Suara dentingan lembut logam bercampur dengan embusan angin yang menusuk telinga. Di dalam gerbong, suasana hening. Tak ada yang bicara sejak mereka meninggalkan Tanjung Rengkah. Risa duduk dengan kepala bersandar di jendela, menatap kosong ke luar. Kael diam sambil membersihkan pedangnya. Gerry memainkan gelang Chi di tangannya tanpa arah, dan Liora… hanya berdiri menatap Bara yang duduk di ujung gerbong, menutup mata seperti sedang bermeditasi. Ketika kereta berhenti di stasiun utama Dewan, Bara membuka mata. Wajahnya tenang, tapi tatapannya dalam. Ia tahu, perjalanan pulang ini bukan akhir, melainkan awal dari sesuatu yang lebih rumit. Mereka disambut oleh penjaga berpakaian hitam di pintu masuk menara. Tak ada senyum, hanya tatapan tajam dan langkah cepat yang mengiringi mereka menuju aula utama. Di dalam, para tetua Dewan sudah menunggu. Kali ini, jumlahnya lebih banyak dari s

  • Kultivator Jiwa Modern   Bab 53 – Panggilan dari Dalam Retakan

    Pagi di Tanjung Rengkah datang dengan warna aneh bukan biru, bukan juga keemasan. Langit memantulkan warna ungu muda, seperti pantulan cahaya dari laut semalam yang masih belum padam. Angin yang seharusnya segar justru membawa hawa lembab, seolah udara itu sendiri menyimpan ingatan dari sesuatu yang baru saja bangun.Bara duduk di tepi tebing, menatap garis laut yang masih berdenyut samar. Matanya kosong, tapi pikirannya penuh. Ia belum bisa melupakan suara yang memanggil namanya semalam. Suara itu tidak asing. Ada nada yang lembut, tapi juga dalam, seperti gema dari dalam dirinya sendiri.Risa datang dengan langkah pelan, membawa dua cangkir teh herbal. “Kau tidak tidur semalaman,” katanya pelan sambil duduk di sampingnya. “Aku lihat lampu di depan rumah masih menyala sampai fajar.”Bara menerima cangkir itu tanpa menoleh. “Sulit tidur ketika laut berbicara.”Risa menatap laut, lalu menunduk. “Aku juga mendengar sesuatu tadi malam. Bukan suara, tapi seperti… bisikan di dalam kepala

  • Kultivator Jiwa Modern   Bab 52 – Tanjung Rengkah

    Udara di luar kereta terasa jauh lebih padat begitu mereka keluar dari lorong cahaya. Langit selatan berwarna abu-abu tua, seolah matahari enggan menampakkan diri. Bara berdiri di peron batu yang ditumbuhi lumut hijau. Di kejauhan, hamparan laut tampak tenang, tapi warnanya bukan biru, melainkan ungu gelap dengan kilatan merah di bawah permukaannya, seperti ada sesuatu yang hidup di dasar air itu.Risa menarik napas pendek. “Tempat ini… aneh banget,” katanya pelan. “Aku bisa ngerasa tekanan Chi nya nggak stabil. Udara di sini kayak berdenyut.”Kael berjongkok, menyentuh tanah. “Benar. Getarannya naik turun. Kalau bukan karena aura gelap, aku bisa kira ini tanah hidup.”Gerry menatap sekeliling dengan mata waspada. “Aku lebih suka berhadapan sama makhluk nyata daripada suasana kayak gini. Ini bikin bulu kuduk berdiri.”Liora berjalan paling depan, langkahnya teratur. “Jangan banyak bicara. Energi kalian bisa memancing resonansi kalau tidak dijaga.”Bara hanya diam, matanya menatap h

  • Kultivator Jiwa Modern   Bab 51 – Ujian Dunia Nyata

    Lorong bawah menara Dewan terasa dingin dan panjang, diterangi oleh nyala batu jiwa yang bergetar lembut di dinding. Bara mengikuti langkah Ketua Dewan tanpa bicara. Suara tongkat sang Ketua menyentuh lantai seperti detak jam yang tak terburu-buru, seolah menghitung waktu yang terus berjalan tanpa peduli siapa pun yang lewat di dalamnya.Udara di bawah tanah terasa berbeda. Ada sesuatu yang berat, campuran antara rahasia dan peringatan. Bara tahu, tempat ini bukan untuk sembarang orang. Setiap langkah menuruni tangga seolah menghapus sedikit dari dirinya yang lama.Ketua Dewan berhenti di depan pintu bundar besar dengan ukiran aneh di permukaannya. Simbol-simbol kuno berputar perlahan, memancarkan cahaya merah samar. Sang Ketua meletakkan tongkatnya di tengah ukiran, dan pintu itu terbuka dengan suara berat, seperti batu yang terbelah oleh waktu.“Masuklah,” ucapnya tenang.Bara melangkah masuk. Ruangan di dalamnya luas, menyerupai ruang peta besar. Di tengahnya, terdapat meja bunda

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status