Home / Fantasi / Kultivator Jiwa Modern / Bab 6: Misi Malam, Master Arogan yang Akhirnya Berguna

Share

Bab 6: Misi Malam, Master Arogan yang Akhirnya Berguna

Author: Vanhelsing83
last update Last Updated: 2025-09-27 20:50:35

Gedung Zenith sudah mulai gelap. Tapi di lorong lantai 18 tadi, ada tiga orang yang lagi ngumpul di balik troli makanan bekas. Mereka adalah Bara si Master Jiwa, Risa si murid cemas yang sudah mendingan, dan Gerry si Master Tier 3 yang baru saja dipermalukan pakai sambal.

"Oke, jadi gini rencananya," bisik Bara, suaranya tetap tenang walau bajunya masih bau sambal. "Tim Ilmiah Alpha itu nggak pakai Chi, mereka pakai teknologi dan robot. Mereka pasti sudah sampai di Lab Delta, di bawah tanah."

Gerry masih cemberut, Chi-nya sekarang kayak lampu bohlam yang mau mati, redup banget. "Aku nggak ngerti kenapa aku harus ikut! Aku Master Chi, bukan teknisi!"

"Justru itu, Gerry," kata Bara. Dia menjelaskan. "Aku cuma Tier 1, kekuatanku cuma buat ngatur pikiran. Risa, Chi-nya masih Tier 3, dia jago fokus. Tapi kita butuh kekuatan fisik mentah buat ngancurin mesin mereka, dan itu cuma kamu yang punya. Asal kamu janji satu hal: jangan marah."

Gerry mendengus. "Gimana aku nggak marah kalau robot mereka nanti ngehina aku?"

Bara senyum. "Kamu boleh marah, Gerry. Tapi kamu harus mengubah amarahmu. Jangan pakai buat ngehina orang lain, pakai buat bahan bakar yang efisien. Kita sebut ini Reframing—kamu mengubah emosi negatif jadi hal yang positif. Marah pada robot itu wajar, tapi gunakan amarah itu buat mukul robotnya, jangan buat teriak-teriak nggak jelas. Oke?"

Gerry akhirnya mengangguk pelan. Dia nggak sepenuhnya yakin, tapi dia tahu Bara benar. Bara sudah kasih dia Mindfulness, dan sekarang Bara kasih dia izin buat marah, tapi dengan cara yang benar.

Mereka bertiga menyusup ke ruang server lama, tempat pintu rahasia Lab Delta berada. Risa pakai Kinesis halusnya buat buka kunci pintu.

"Aku fokus pada sentuhan, lima, empat, tiga..." Risa bergumam, menenangkan dirinya dengan teknik Grounding yang diajarkan Bara. Chi-nya stabil. Klek. Pintu terbuka.

Di dalamnya, tangga spiral berkarat turun ke bawah tanah. Dingin dan gelap banget.

"Bara, aku nggak enak perasaannya," bisik Risa.

"Tenang, Risa. Anggap aja kita lagi camping di gua," kata Bara santai.

Di bawah sana, Lab Delta terlihat kayak set film sci-fi yang mahal. Dindingnya baja, lampunya biru dingin. Di tengahnya ada mesin raksasa yang Bara yakini buat memproduksi Energi Gelap secara massal, yang Tuan Black pakai buat teror. Dan di sana, ada Profesor Delta, Master Ilmiah Tier 7 yang super jenius. Dia nggak pakai baju Master, cuma jas lab putih.

Di samping Profesor Delta, ada sekitar enam Drone Perang Ilmiah—robot kecil, tapi Chi-nya setara Tier 6.

"Selamat datang, Master Bunga Layu," sapa Profesor Delta dengan senyum dingin. Dia sama sekali nggak takut. "Aku tahu kau Master Jiwa. Tapi di sini, kami pakai logika dan teknologi, bukan omong kosong filosofi kuno."

Profesor Delta menunjuk Gerry dan Risa. "Dan kau membawa sampah emosionalmu kemari? Lihat, Risa cemas, Gerry marah. Robotku nggak punya emosi, jadi mereka nggak bisa kau manipulasi."

"Oh ya?" Bara membalas, senyumnya semakin tulus. "Robot Anda nggak punya hati, tapi Anda, Profesor, Anda manusia. Dan saya yakin Anda punya kelemahan emosional."

Profesor Delta tertawa keras. "Ego saya solid, Master Jiwa! Serang mereka, Drone Alpha!"

Enam drone Alpha langsung terbang menyerang.

Bara tahu, kalau dia pakai Kinesis buat ngatur mesin, energinya pasti bocor dan Profesor Delta bakal tahu kelemahan Bara. Mereka harus mengandalkan Gerry.

"Gerry! Sekarang saatnya! Marah!" teriak Bara.

Gerry, yang sudah menahan amarah sejak di lantai 18, akhirnya meledak. Tapi, kali ini dia ingat pelajaran Bara: Reframing. Amarah itu nggak dia luapkan jadi teriak-teriak, tapi jadi fokus fisik.

Aksi Gerry (Amarah yang Terkontrol): Gerry melompat. Chi Tier 3-nya, yang tadinya lemah, mendadak jadi kuat karena amarahnya disalurkan dengan benar. Gerry berlari ke arah Drone Alpha.

DHUAR! BRAK!

Gerry meninju drone pertama. Robot itu langsung penyok. Dia menghindari tembakan laser drone kedua dengan gerakan yang sangat akurat. Dia memukul drone ketiga ke dinding sampai hancur. Ini adalah pertarungan fisik Master Chi yang brutal dan efisien.

Risa juga bergerak. Dia tidak berkelahi, tapi dia menggunakan Kinesis halusnya buat menciptakan gangguan kecil pada sensor drone yang lain. Drone itu jadi goyah, tembakannya meleset.

Bara sendiri? Dia cuma berdiri di belakang, mengamati Profesor Delta.

"Luar biasa, Gerry! Amarahmu keren! Kalahkan mereka semua!" teriak Bara menyemangati Gerry. Bara tahu, menyemangati Gerry itu jauh lebih efektif daripada memberi instruksi Master.

Profesor Delta, yang melihat drone-nya hancur satu per satu, mulai panik.

"Tidak mungkin! Perhitungan saya bilang Chi Tier 3 tidak bisa menghancurkan drone Alpha!" teriak Profesor Delta. Dia mulai menekan tombol-tombol di konsol utamanya.

Aksi Bara Mencari Kelemahan Mental: Bara tahu, Master Ilmiah seperti Profesor Delta ini sombong karena logika dan data mereka. Mereka benci hal-hal yang tidak terduga.

Bara tersenyum damai dan berjalan pelan ke arah Profesor Delta.

"Profesor, Anda harusnya tenang. Perhitungan Anda salah," kata Bara.

"Salah apa?! Chi Gerry hanya Tier 3, itu data yang sudah terverifikasi!" balas Profesor Delta, nadanya tinggi.

"Anda benar, Chi Gerry Tier 3. Tapi Anda lupa menghitung variabel terbesar: Ego dan Keterkejutan," kata Bara. "Anda terkejut karena dia kuat, itu membuat fokus Anda hilang. Dan Anda terlalu percaya pada data sehingga Anda tidak melihat potensi manusia untuk berubah. Anda terlalu mengandalkan hitungan, Profesor."

Bara kemudian mengambil pulpen dari saku kemejanya, dan menusuk salah satu kabel kecil di konsol Profesor Delta. Bukan kabel penting, hanya kabel display biasa.

ZZZZTT!

Layar konsol Profesor Delta langsung mati. Profesor Delta langsung panik total.

"Layar! Data utama saya! Tidak mungkin!"

"Saya minta maaf, Profesor! Saya tidak sengaja menusuk kabel itu! Tangan saya licin!" Bara pura-pura panik.

Profesor Delta tidak peduli dengan Chi lagi. Dia hanya peduli dengan data. Dia mulai menjerit-jerit sambil memukul-mukul konsolnya yang mati.

"Anda lihat, Profesor?" kata Bara tenang. "Kelemahan Anda bukan fisik. Kelemahan Anda adalah ketergantungan buta pada logika. Anda tidak bisa menghadapi hal acak yang tidak masuk hitungan, seperti saya yang tersandung pulpen."

Gerry menghancurkan drone terakhir. Dia terengah-engah, Chi-nya terkuras, tapi dia puas. Dia sudah melampiaskan amarahnya dengan cara yang benar.

"Sudah selesai, Bara! Aku berhasil!" teriak Gerry.

Bara menunjuk Profesor Delta yang sedang menangis panik di depan konsolnya yang mati.

"Profesor Delta sudah selesai, Gerry. Dia hancur secara mental," kata Bara.

Bara dan Risa mulai merekam semua data di Lab Delta. Mereka menemukan bahwa Zenith merencanakan untuk menjual pil yang menciptakan kecemasan ke seluruh dunia untuk melemahkan Master lainnya.

Saat mereka sibuk merekam, Tuan Black kembali. Dia melihat Profesor Delta menangis histeris. Tuan Black terkejut.

"Apa yang kau lakukan pada Master Ilmiahku?!" desis Tuan Black.

"Aku cuma menusuk kabelnya dengan pulpen, Tuan," Bara menjawab santai. "Dan dia terlalu percaya pada data, jadi dia nggak bisa move on dari kegagalan kecil. Anda lihat? Master terkuat pun bisa hancur hanya karena kabel putus."

Tuan Black menyadari, dia tidak bisa mengalahkan Bara. Dia tidak bisa membuat Bara takut, dan dia tidak bisa menyerang orang yang sudah dikuasai ketenangan. Tuan Black tahu, dia telah kalah telak. Tuan Black malah kabur lagi.

Bara, Risa, dan Gerry berhasil keluar dari Lab Delta, membawa semua bukti.

Gerry menatap Bara. "Kau... kau benar. Aku harusnya lebih tenang. Aku harusnya nggak marah."

Bara tersenyum., Gerry. Kamu baru saja lulus ujian terbesar. Sekarang, ayo kita bawa semua bukti ini ke Tuan Raka."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kultivator Jiwa Modern   Bab 56 – Ketenangan yang Teruji di Atas Rel

    Kereta bergerak perlahan meninggalkan ibu kota. Suara besi beradu dari bawah lantai menggema berirama seperti napas panjang yang menenangkan. Di luar jendela, matahari pagi menyelinap di balik awan tipis, menyoroti hamparan sawah dan bukit jauh yang tertutup kabut. Bara duduk di dekat jendela, matanya menatap keluar, tapi pikirannya melayang entah ke mana. Udara di dalam kabin terasa hangat, namun hatinya dingin bukan karena takut, tapi karena kesadaran baru yang masih belum sempat ia pahami sepenuhnya. Liora duduk berseberangan, menatap Bara dengan tatapan yang sulit ditebak. Risa di sampingnya sibuk memandangi peta digital di tangannya, sementara Gerry bersandar dengan mata setengah terpejam, berusaha pura-pura tidur. Tapi tak ada satu pun di antara mereka yang benar-benar tenang. “Perjalanan ini... entah kenapa terasa terlalu sunyi,” kata Risa akhirnya, suaranya nyaris tenggelam oleh derit roda besi. Bara menoleh perlahan, lalu tersenyum kecil. “Sunyi bukan berarti kosong, R

  • Kultivator Jiwa Modern   Bab 55 – Bayangan Dewan dan Cahaya yang Retak

    Ruang rapat Dewan Tinggi terasa seperti kubah raksasa yang terbuat dari batu hitam dan pantulan cahaya dingin. Tidak ada jendela, hanya pilar-pilar tinggi berukir simbol kuno. Di tengahnya, sepuluh kursi besar tersusun melingkar. Masing-masing diisi oleh wajah tua yang tampak tenang, tapi matanya, semuanya menyimpan perhitungan. Ketua Dewan, seorang lelaki berambut putih bernama Arvian, mengetukkan tongkat kristalnya tiga kali ke lantai. Getarannya membuat seluruh ruangan hening seketika. “Dia berhasil menembus Ujian Jiwa tanpa bantuan eksternal,” ucap Arvian. “Tapi kalian semua tahu apa artinya ini.” Salah satu anggota, perempuan berwajah tajam dari Fraksi Pengendali, menyipitkan mata. “Artinya Bara bukan manusia biasa. Dan setiap orang yang bukan biasa… selalu membawa bencana.” “Berhati-hatilah dengan kata-katamu, Lyssa,” potong Arvian lembut, namun nadanya mengandung ancaman halus. “Kita tidak bisa mengabaikan fakta bahwa anak itu memancarkan keseimbangan yang bahkan para

  • Kultivator Jiwa Modern   Bab 54 – Riak di Balik Dewan

    Kabut pagi belum sepenuhnya hilang ketika Kereta Cahaya Jiwa kembali menembus langit ibu kota. Suara dentingan lembut logam bercampur dengan embusan angin yang menusuk telinga. Di dalam gerbong, suasana hening. Tak ada yang bicara sejak mereka meninggalkan Tanjung Rengkah. Risa duduk dengan kepala bersandar di jendela, menatap kosong ke luar. Kael diam sambil membersihkan pedangnya. Gerry memainkan gelang Chi di tangannya tanpa arah, dan Liora… hanya berdiri menatap Bara yang duduk di ujung gerbong, menutup mata seperti sedang bermeditasi. Ketika kereta berhenti di stasiun utama Dewan, Bara membuka mata. Wajahnya tenang, tapi tatapannya dalam. Ia tahu, perjalanan pulang ini bukan akhir, melainkan awal dari sesuatu yang lebih rumit. Mereka disambut oleh penjaga berpakaian hitam di pintu masuk menara. Tak ada senyum, hanya tatapan tajam dan langkah cepat yang mengiringi mereka menuju aula utama. Di dalam, para tetua Dewan sudah menunggu. Kali ini, jumlahnya lebih banyak dari s

  • Kultivator Jiwa Modern   Bab 53 – Panggilan dari Dalam Retakan

    Pagi di Tanjung Rengkah datang dengan warna aneh bukan biru, bukan juga keemasan. Langit memantulkan warna ungu muda, seperti pantulan cahaya dari laut semalam yang masih belum padam. Angin yang seharusnya segar justru membawa hawa lembab, seolah udara itu sendiri menyimpan ingatan dari sesuatu yang baru saja bangun.Bara duduk di tepi tebing, menatap garis laut yang masih berdenyut samar. Matanya kosong, tapi pikirannya penuh. Ia belum bisa melupakan suara yang memanggil namanya semalam. Suara itu tidak asing. Ada nada yang lembut, tapi juga dalam, seperti gema dari dalam dirinya sendiri.Risa datang dengan langkah pelan, membawa dua cangkir teh herbal. “Kau tidak tidur semalaman,” katanya pelan sambil duduk di sampingnya. “Aku lihat lampu di depan rumah masih menyala sampai fajar.”Bara menerima cangkir itu tanpa menoleh. “Sulit tidur ketika laut berbicara.”Risa menatap laut, lalu menunduk. “Aku juga mendengar sesuatu tadi malam. Bukan suara, tapi seperti… bisikan di dalam kepala

  • Kultivator Jiwa Modern   Bab 52 – Tanjung Rengkah

    Udara di luar kereta terasa jauh lebih padat begitu mereka keluar dari lorong cahaya. Langit selatan berwarna abu-abu tua, seolah matahari enggan menampakkan diri. Bara berdiri di peron batu yang ditumbuhi lumut hijau. Di kejauhan, hamparan laut tampak tenang, tapi warnanya bukan biru, melainkan ungu gelap dengan kilatan merah di bawah permukaannya, seperti ada sesuatu yang hidup di dasar air itu.Risa menarik napas pendek. “Tempat ini… aneh banget,” katanya pelan. “Aku bisa ngerasa tekanan Chi nya nggak stabil. Udara di sini kayak berdenyut.”Kael berjongkok, menyentuh tanah. “Benar. Getarannya naik turun. Kalau bukan karena aura gelap, aku bisa kira ini tanah hidup.”Gerry menatap sekeliling dengan mata waspada. “Aku lebih suka berhadapan sama makhluk nyata daripada suasana kayak gini. Ini bikin bulu kuduk berdiri.”Liora berjalan paling depan, langkahnya teratur. “Jangan banyak bicara. Energi kalian bisa memancing resonansi kalau tidak dijaga.”Bara hanya diam, matanya menatap h

  • Kultivator Jiwa Modern   Bab 51 – Ujian Dunia Nyata

    Lorong bawah menara Dewan terasa dingin dan panjang, diterangi oleh nyala batu jiwa yang bergetar lembut di dinding. Bara mengikuti langkah Ketua Dewan tanpa bicara. Suara tongkat sang Ketua menyentuh lantai seperti detak jam yang tak terburu-buru, seolah menghitung waktu yang terus berjalan tanpa peduli siapa pun yang lewat di dalamnya.Udara di bawah tanah terasa berbeda. Ada sesuatu yang berat, campuran antara rahasia dan peringatan. Bara tahu, tempat ini bukan untuk sembarang orang. Setiap langkah menuruni tangga seolah menghapus sedikit dari dirinya yang lama.Ketua Dewan berhenti di depan pintu bundar besar dengan ukiran aneh di permukaannya. Simbol-simbol kuno berputar perlahan, memancarkan cahaya merah samar. Sang Ketua meletakkan tongkatnya di tengah ukiran, dan pintu itu terbuka dengan suara berat, seperti batu yang terbelah oleh waktu.“Masuklah,” ucapnya tenang.Bara melangkah masuk. Ruangan di dalamnya luas, menyerupai ruang peta besar. Di tengahnya, terdapat meja bunda

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status