Situasi hening diselimuti angin semilir yang dingin, nuansa pada malam ini terasa begitu mengerikan. Arum bergidik merinding, namun kedua kakinya yang mengenakan sepatu sandal tanpa hak tetap berusaha melangkah keluar dari toilet sembari meraba-raba ke sekitar. “Ada apa ini sebenarnya?” Perasaan takut dan cemas bercampur aduk, Arum yang tak kuasa berteriak itu sedang berusaha menemukan jalan keluar. Namun saat beberapa langkah lagi ia sampai ke luar toilet, seseorang membekap mulutnya dari belakang."Apa? Siapa?!" Arum menjerit dalam batin, memberontak dan ingin segera lepas dari orang yang melakukan ini namun dirinya sudah tidak kuat setelah beberapa waktu menghirup sesuatu di kain yang telah membekap hingga jatuh tak sadarkan diri.***Suatu kecerobohan didapat, lengah sedikit terjadilah hal buruk seperti ini. Julvri yang sejak tadi berbincang dengan kawan lama, secara kebetulan mereka bertemu. Telah lewat beberapa menit usai kejadian dalam toilet, barulah Julvri sadar lampu pada
Suatu insiden terjadi pada malam hari, tak seorang pun menyangka bahwa itu akan terjadi pada Arum. Arum memang memiliki banyak musuh sejak kecil, namun sepertinya orang yang menculik Arum tidaklah berkaitan dengan semasa sekolahnya dulu. Melainkan karena mantan Julvri. “Ya ampun. Siapa pelakor di sini? Kau tidak sadar diri ya hah?!” sahut Arum dengan berani. “Apa katamu!?”Plak!Wanita itu sudah tidak dapat menahan amarah lagi sehingga ia pun melayangkan tamparan keras ke wajah Arum. “Mentang-mentang kau sudah menikahinya dan sekarang kau mengejek aku? Dasar wanita kurang ajar!” pekiknya mengamuk.Arum terdiam dengan mengernyitkan dahi. Sampai detik ini juga ia masih sangat marah namun apa yang bisa dirinya lakukan dalam kondisi tangan dan kaki terikat seperti ini. Pergerakan Arum terbatas, selain dari mulut untuk berbicara, tidak banyak hal yang bisa dilakukan. “Apa kau tahu? Suamimu itu selalu saja memamerkan dirimu yang dipantau olehnya langsung. Dari kamar kalian berdua, mobil,
Langit malam bermandikan bintang-bintang, suasana sepi di jalan satu arah membuat kendaraan beroda empat itu berjalan mulus dan lebih cepat. Sudah terhitung cukup lama sosok wanita yang tertidur di bagian belakang mobil, kini akhirnya terbangun.“Wanita ini benar tidak masalah jika diberikan pada kita begitu saja?”“Iya, tidak masalah. Lagi pula wanita gila itu yang memberikannya.”“Hei, jangan sebut dia wanita tidak waras atau nanti kau akan diamuk olehnya.”“Diamuk bagaimana? Orangnya saja tidak ada, haha.” Terdapat dua orang dari sekelompok pria yang pernah dilihat oleh Arum, tentunya Arum sama sekali tidak mengenal salah satu dari mereka. “Ngomong-ngomong kita akan membawanya ke mana?” Pria dengan potongan rambut cepak bertanya.“Kita akan berhenti lebih dulu sebelum ke gudang nanti.”“Wah, aku jadi kasihan.”Beberapa saat kemudian kendaraan itu berhenti di suatu tempat, yakni pom bensin. Situasi di luar tidak begitu sepi, ada beberapa orang yang melintas termasuk yang ada di su
Tengah malam yang sunyi, kuda besi yang diberhentikan dengan sengaja. Sayup-sayup terdengar suara hewan malam. Di dalam yang terdapat lampu terang, Arum terdiam ketakutan menatap ekspresi suaminya. “Bicara seolah aku punya masalah. Apakah salah jika aku menempatkan sesuatu padamu yang terkadang suka menghilang seperti ini?” Arum tercekat diam, tidak mengerti apa maksud perkataan Julvri. Ia memilih untuk menghindari tatapannya selagi bisa namun sayang itu adalah hal mustahil dilakukan. “Arum, tatap mataku.” Julvri melepas sabuk pengaman dan kemudian mendekati Arum yang berpaling darinya. Jarak di antara mereka semakin mengecil hingga tak ada celah lagi yang tersisa. Suara dan napas Julvri pun terdengar, membuat Arum kesulitan menghindar. “Kenapa kamu menghindar?”“Tidak. Aku tidak menghindar,” ucap Arum menyangkal. “Lalu kenapa memalingkan wajah?” Arum kembali terdiam, tak tahu harus menjawab apa lagi kali ini. Semakin lama waktu yang terbuang akan jadi sia-sia. Ketakutan Arum t
Nenek dukun yang pernah sekali dua kali ditemui oleh Arum, terungkap telah melakukan penipuan. Begitulah kata mereka yang telah menangkapnya dan memasukan dukun itu ke penjara. Tetapi terkadang Arum merasa ada sesuatu tersembunyi. Entah apa itu. Sesaat setelah pertemuannya dengan Arum untuk yang kedua kali, di mana Arum ketahuan oleh Julvri. Saat itu dukun sama sekali tidak bertindak dan memutuskan untuk diam saja seolah tidak ada hubungan sama sekali. Tetapi pada pagi menjelang siang itu, Julvri kembali mendatangi tempat si dukun dengan raut wajah menakutkan. “Sebenarnya apa yang mau kau lakukan pada istriku?” tanya Julvri dengan menatapnya tajam.“Maafkan aku. Aku tidak bisa mengatakan apa-apa selain ini karena urusanku dengannya.”“Sudahlah, dasar dukun. Kau pikir aku tidak tahu kalau kau itu hanya penipu ulung yang suka memeras uangnya?” tukas Julvri dengan marah. Dukun itu pun terdiam, namun bukan berarti apa yang ia katakan itu benar dan dukun tidak menyangkalnya sama sekali
Arum Kusuma Pramesti, pada usia muda yang berkepala dua itu menikah dengan seorang pria tampan dan mapan bernama Julvri Vandam. Kali pertama berpacaran dengannya dan langsung menikah begitu merasa ada kecocokan. Walau Arum mengakui dirinya di awal hanya mengincar harta Julvri namun perlahan hatinya mulai berubah sedikit demi sedikit. Banyak hal yang sudah terjadi entah itu hal baik atau hal buruk. Menurut Arum itu sudah biasa terjadi di lingkup rumah tangga. Lalu kini dirinya sedang diintai yang tak lain oleh suaminya sendiri. Risih, namun anehnya Arum tidak merasa terganggu lagi.“Ibu, sepertinya aku nggak akan bisa berlama-lama di sini. Maafkan aku ibu, aku jarang mengabari dan sekalinya datang malah membuat harapan palsu.”“Kamu akan pulang?”“Iya. Suamiku akan datang menjemput.”“Menjemput? Memangnya dia tidak bekerja.”Arum hanya tersenyum dan tertawa kecil, tidak bisa menjawab karena Arum sendiri pun tidak tahu mengapa Julvri melakukan ini semua.“Arum, ibumu ini penyuka coklat
Setiap belaian yang diberikan padanya membuat wanita itu tak sanggup bertahan. Kadang-kadang ada hal yang tak dapat dimengerti olehnya tentang suaminya sendiri. Itu menakutkan. Setibanya di rumah, Arum menahan langkah Julvri yang hendak masuk ke dalam. “Tunggu.”Julvri agaknya sedikit terkejut, lantas menoleh ke belakang dengan bingung. “Ada apa Arum?”“Katamu kamu ingin mengatakan sesuatu. Tapi sejak menjemputku, kamu tidak mengatakan apa-apa.”Julvri merubah ekspresinya, terlihat ia nampak marah. Arum tidak mengerti apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Julvri saat ini. "Aku merasa cemas," batin Arum kaget. Ia menarik tangannya dan berpaling. “Tiba-tiba ekspresimu berubah. Kalau memang tidak ada hal yang ingin—”“Tempo hari kamu membicarakan temanmu yang bernama Eka. Apa aku salah?” Julvri menyinggung hal yang tidak ia suka.“Iya. Temanku.” Arum menganggukkan kepala. “Bukannya kamu tidak suka jika menyangkut tentang dia?” pikirnya.“Itu benar. Aku tidak suka. Dia yang menghilang
Bruak!Terdengar cukup keras pintu kamar dibanting kuat oleh wanita yang dikira lemah. Seketika Ibu dan Ayah mertua menoleh ke sumber suara, berpikir apa yang sebenarnya terjadi dan membuat mereka heran kebingungan.“Istri Julvri kenapa lagi?” Ibu mertua menggerutu seraya melipat kedua lengan ke depan dada.“Sudahlah, itu urusan meraka." Ayah mertua memilih untuk menghindar namun istrinya itu tidak mengijinkan, ketika akan pergi ia menahan langkahnya. “Lihat itu. Anak kita dipermainkan oleh wanita yang pernah sekali mencurigai suaminya sendiri,” tukas sang Ibu geram.Melihat Julvri terus mengetuk pintu kamar di lantai dua sambil memanggil nama Arum, namun tidak digubris sama sekali, entah mengapa Ibu mertua merasa sangat jengkel tak karuan. Saking marahnya, ia tanpa sadar meremas pundak suaminya terlalu kuat.“Ugh! Wanita itu benar-benar kurang ajar. Seharusnya Julvri benar-benar menceraikan dia!”“Istrinya sedang ditipu, jangan berharap anak kita mau menceraikannya setelah sehari me