Senyum Pepsodent yang Giselle lemparkan pada Kelana bertahan selama beberapa detik yang cukup mendebarkan. 'Ayolah, jawab! Apa lagi yang ditunggu!' Giselle berteriak dalam hati.Setelah menyesap air mineral premiumnya, Kelana mengangguk singkat."Kamu nanti telepon Personal Assistant saya, kita bisa ngobrol tentang ini lebih jauh lagi selepas saya kembali dari Monako.""Yes!" Giselle memekik girang.Kelana menaikkan sebelah alisnya.Oops... sepertinya dia tak bisa mengontrol antusiasmenya dan justru kelepasan memekik seperti itu."Ada proyek pembangkit listrik dan energi yang sedang saya incar di daerah Sulawesi dan Kalimantan," ujar Kelana seraya memotong daging steak wagyu A5 kuailtas terbaik yang disajikan di Restoran The Ambience."Sebahagia itukah kamu sekarang?" Kelana tertawa singkat melihat senyum Giselle yang semakin lebar."Oh, maaf Pak Kelana, saya terlalu bersemangat!" ujar Giselle sedikit malu."Ayo makan," Kelana menunjuk piring yang ada di hadapan Giselle.Dia memesan
AKIRASejak pagi tadi dia fokus untuk mempelajari lagi dokumen yang berkaitan dengan proyek Sudibyo Corporation yang sebelumnya dimenangkan dan dipegang oleh Giselle.Sebenarnya apa yang dilakukan oleh Giselle sudah sangat baik, dan Akira jujur saja merasa kagum dengan hasil analisa yang diberikan oleh Giselle.Analisanya tajam, mengerti pokok permasalahan dan memberikan beberapa skenario yang bisa diikuti oleh Sudibyo Corporation saat mereka menjalankan proyek real estate-nya yang akan kick off beberapa waktu mendatang.Proyek yang akan ditangani Sudibyo Corporation kali ini adalah sebuah kompleks perumahan eksklusif namun mengusung tema modernitas, tapi tetap menonjolkan moto mereka yaitu minimalis, elegan namun tetap berpatokan pada
Perasaan Giselle hari ini bisa dibilang begitu bahagia.Dia sudah mendapatkan langkah selanjutnya untuk follow up dengan konglomerat muda Kelana Sastrowilogo.Ketika perjalanan pulang setelah pitching singkatnya tadi dan seusai Kelana pergi meninggalkan restoran, Giselle dihubungi oleh seorang perempuan dengan suara jernih yang memperkenalkan dirinya sebagai Personal Assistant Kelana Sastrowilogo. Ibu Cecillia namanya. Dia secara profesional memberikan salinan NDA kepada Giselle saat itu juga melalui email korporat. Mengharapkan Giselle dapat menandatanganinya dalam waktu 24 jam sebelum berlanjut ke tahapan selanjutnya. Yaitu tahapan pemberian data. Giselle belum tahu data apa yang akan diberikan Kelana kepadanya. Namun dia yakin ada sangkut pautnya dengan proyek energi yang tadi sempat disinggung dan dibahas oleh Kelana saat mereka makan siang tadi. Kini dia telah tiba di kantor sekitar pukul 14:30 siang. Jalanan lumayan ramai ketika orang kembali ke kantor masing-masing setelah
Tak terasa waktu bergulir dengan cukup cepat sampai-sampai Giselle tak menyadari kalau sore telah berganti dengan petang. Tak menyadari jika sekarang sudah jam lima sore. Itupun karena Akira sudah siaga di depan pintu kacanya, dan bersandar di sana seraya memperhatikan Giselle yang sedari tadi sibuk mengotak-atik laporan yang akan disiapkan untuk proyek konsultasi real estate Sudibyo Corporation. Ketukan persisten di pintunya membuat Giselle terjaga dan menoleh ke sumber suara. “Apa kamu masih membutuhkan waktu sebelum kita meeting?” tanya Akira. Sepertinya Akira berkata demikian karena menimbang-nimbang melihat kesibukan Giselle yang sampai tak sadar dengan keadaan sekeliling. “Oh, sorry Akira. Saya sudah selesai. Hanya tinggal menyimpan data dan kita bisa mulai meeting. Mau meeting di mana? Apa sudah ada ruangan?” Giselle mengkonfirmasi kalau dia bisa langsung meeting setelah menyimpan data. “Di ruang Cendrawasih saja. Hanya kita berdua untuk meeting awal hari ini. Kalau
“Iya, aku tahu. Tapi kenapa kita nggak coba berkolaborasi walaupun kita sedang bersaing?” ujar Akira sambil tertawa pelan. Jika sebelumnya Akira merasa dia harus defensif setiap Giselle menyerangnya, kini Akira mencoba menyiasatinya dengan memakai taktik baru. Menjawab dan merespon Giselle dengan kepala dingin, bahkan jika perlu balas saja dengan berkelakar ringan untuk menciptakan suasana yang nyaman dan menghindari konflik lebih dalam lagi. Setelah Akira perhatikan, Giselle akan lebih berguna jika mereka berdua dapat bekerja sama dengan baik, dibandingkan jika mereka gontok-gontokan dan saling bertentangan setiap mereka membuka mulutnya. Akira sadar dia telah mengubah taktiknya. Tapi sepertinya Giselle masih tidak menyadari perubahan sikap oleh Akira. Perempuan itu masih menatap curiga dengan jawaban Akira yang cenderung santai tersebut. “Bagaimana bisa kalau bersaing tapi masih bisa kolaborasi? Ini akal-akalan kamu aja kan biar saya nggak fokus sama taruhan kita!” ujar Gisel
Ternyata benar, Giselle mengajaknya makan di warung pecel lele Lamongan di pinggir jalan. Nama warungnya Pecel Ayam dan Lele Cak Malik. Tak banyak pengunjung jika Akira perhatikan. Namun ada beberapa pekerja ibu kota yang mampir untuk makan di tempat atau meminta untuk dibungkus dan dibawa pulang ke rumah mereka masing-masing. Di satu sisi Akira senang karena Giselle ternyata perempuan yang tidak gengsi dan cukup membumi jika dibandingkan dengan style-nya yang berkelas dan elegan. Giselle bahkan tidak malu-malu dan segan untuk menaruh tas branded Chanel miliknya di atas kursi plastik hijau. Jika dipikir-pikir, mantan-mantan Akira sebelumnya tidak ada yang mau jika diajak makan di warung makan pinggir jalan seperti ini. Bahkan ke rumah makan Padang saja mereka mengernyitkan dahinya, katanya kalori dari masakan Padang membuat mereka harus bekerja ekstra keras di gym kelak. Maka dari itu Akira akhirnya terbiasa mengajak date-nya untuk makan di restoran. Akira sebenarnya tidak kebera
Giselle keluar dari mobil Akira dan melihat keadaan sekeliling. Kompleks perumahan yang terbilang asri dan tenang meskipun masih berada di bilangan Jakarta yang terkenal hiruk pikuk tak mengenal waktu. “Ini di mana?” tanya Giselle saat Akira tiba di sampingnya dan membawa Giselle memasuki sebuah kedai kopi yang terlihat estetik namun asri. Morning Mist. Begitu yang Giselle baca di plang nama depan kedai kopi ini. “Ini tempat ngopi favoritku. Kopi Sumbawa di Morning Mist benar-benar luar biasa,” jawab Akira seraya ‘mendorong’ tubuh Giselle dan menempatkan tangannya di punggung Giselle. Membuat Giselle mau tak mau merangsek maju sambil memperhatikan suasana di dalam kedai kopi yang ternyata masih ramai meskipun kini sudah jam sembilan malam. “Kok aku baru tahu ada tempat seasyik ini di Jakarta?” tanya Giselle tanpa bisa menutupi rasa takjubnya. Giselle melihat di belakang ruangan indoor, ada outdoor area yang terlihat begitu rimbun, teduh, dan cantik karena dipenuhi pohon-pohon
“Well, not yet…” jawab Akira pelan ketika Giselle membantah ucapan Akira barusan mengenai statusnya.Tentu saja Akira mengucapkan hal spontan demikian untuk menjauhkan Tristan dari Giselle dan memaksa mantan pacarnya Giselle itu untuk berhenti mengganggu Giselle. Tapi Akira tak menyesal mengucapkan hal demikian. Giselle memang bukan pacarnya… atau lebih tepatnya BELUM menjadi pacarnya. Beberapa hal yang dia lakukan di luar kontrol dan kendalinya kebanyakan berkaitan dengan Giselle. Bagaimana Akira dengan mudahnya mengancam Teddy jika dia macam-macam dengan Giselle tempo hari. Belum lagi saat dia mudah tertawa dan tersenyum karena melihat tingkah Giselle yang lucu di matanya. Dan jangan lupa… ketika mereka berciuman di club waktu itu. Akira tak bisa melupakannya bahkan hingga saat ini. Bagaimana lembut bibir Giselle, layaknya kotak pandora yang akhirnya terbuka. Sentuhannya kala itu di club membuatnya kembali mengingat bagaimana pertemuan pertama mereka, bagaimana panasnya malam