Akira melenggang dengan senyum lebar karena Giselle bersedia untuk turun ke bawah bersama dirinya.
Perasaan senang yang bersemayam beberapa hari ini ketika berinteraksi dengan Giselle rasanya semakin tak bisa Akira kontrol.
Seperti tadi pagi, ketika Akira selesai meeting di daerah Ashta Senopati, dia menyempatkan diri mampir di kedai kopi dan memberikannya kepada Giselle yang Akira tahu sedang sibuk seharian ini.
Akira juga sibuk meeting back to back dengan tim Danudihardjo dari siang hingga sore tadi.
Setelah itu, ketika dia ingin pulang Akira melihat ruangan Giselle masih terang benderang dan Giselle masih berkutat dengan pekerjaannya.
Kesabaran Giselle rasanya sudah limit dan sampai di ubun-ubun. Akira dengan sigap menyeret Tristan turun, menghindar dari orang-orang yang sudah mulai penasaran dengan suara tinggi Tristan barusan. Giselle naik lift selanjutnya dan menyaksikan beberapa orang sudah kasak kusuk menanti cuplikan drama antara dirinya dan Tristan. Satu menit dia merasa baik-baik saja, mengobrol bersama Akira dengan santai. Pekerjaannya sudah selesai hari ini dan dia bisa pulang ke apartemennya tanpa membawa pekerjaan. Dia berencana untuk masak comfort food kesukaannya, sup ayam kimlo. Tapi kini semua rencananya buyar karena Tristan kembali mengganggunya. Giselle bergegas mengekor Akira dan Tristan yang dia lihat sudah berdebat di lobi tempat naik turun penumpang kendaraan roda empat di depan. Perdebatan mereka berdua pun membuat beberapa pejalan kaki melongok ke arah dua pria tersebut. “Tristan! Lo bikin keributan ini cuma buat nagih hadiah lo yang nggak seberapa itu?” Giselle langsung mengkonfrontasi
Something shifted. Akira tahu jika keputusan Giselle mengajak Akira untuk mampir ke tempatnya adalah sebuah keputusan yang besar. Tanpa berpikir panjang, Akira meraih jemari Giselle dan menggenggamnya sepanjang mereka berjalan dari basement hingga sampai di depan pintu unit apartemen Giselle. Tak banyak kata yang mereka ucapkan selama perjalanan singkat itu. Entah apa yang membuat Giselle berubah pikiran tentang dirinya. Tapi Akira akan mengambil kesempatan ini dan mengeksplorasi hubungan mereka agar bisa terjalin lebih dalam lagi. “Uh… anggap saja rumah sendiri,”
Jantung Giselle hampir saja mencelot karena sesi make out singkat mereka. Entah apa yang ada di pikiran Giselle sampai-sampai dia meminta Akira untuk menciumnya!Rasanya seperti deja-vu!Pikirannya sempat melayang kembali di satu malam saat mereka habiskan bersama. Giselle mengingat kembali bagaimana memabukkannya malam itu. Akira yang sungguh mahir dalam bercinta dan sukses membuatnya mabuk kepayang. Jika saja Akira tidak menghentikan ciuman ini, rasanya Giselle akan menyetujui untuk melanjutkan malam ini lebih lanjut lagi. Akira melepaskan pelukan eratnya dan berjalan melewati Giselle, mematikan kompor sebagai sumber suara sup yang meletup mendidih. Mengganggu konsentrasinya, katanya. Giselle yakin jika wajahnya sudah merona merah.“Sepertinya enak, dan wanginya harum banget… ” ujar Akira memecah kikuk yang Giselle timbulkan. Giselle menghela napas panjang, sebelum akhirnya membalikkan badan dan menanggapi Akira. “Sayur sup kimlo ini emang sering aku buat kalau butuh sesuatu y
Akira menaruh remot tv di meja dan memberingsut menghadap Giselle tatkala dia mendengar ucapan yang dilontarkan Giselle tadi.Dia meraih jemari Giselle dan membawanya ke dalam dekapannya.“Kamu maunya kita ini jadi apa?” tanya Akira lembut.“Kamu tahu, dari awal aku selalu tertarik sama kamu, bahkan sejak di Royal Ruby beberapa bulan lalu,” ujar Akira seraya terkekeh miris. Dia masih memandangi wajah Giselle yang berubah dari sedikit cemas dan ragu, menjadi bingung dan kaget karena pernyataan Akira.“Hah? Masa?” seru Giselle tak percaya.“Tapi, bagaimana bisa? Kita tuh beda banget! Sering banget kan kita berdebat di kantor. Masa kamu bisa-bisanya tertarik
“Kenapa kamu mengajak aku bermalam di sini, Giselle?” Akira bertanya dengan nada lembut. “Aku nggak mau kesepian malam ini,” ujar Giselle dengan gamblangnya. Giselle tahu kalau dirinya hari ini bertindak di luar nalar dan tidak seperti dirinya yang biasanya. Mungkin karena emosinya yang dibuat naik turun sejak tadi pagi. Kemudian ketika dia bertemu dengan Tristan dan membuat kesabarannya berubah menjadi setipis tisu. Lalu datanglah Akira yang mendampingi dan membelanya di hadapan Tristan. Ketika mengajak Akira masuk ke dalam apartemennya, Giselle pun tak menyangka dengan sikap manis yang ditunjukkan Akira. Hatinya terbuai dengan kenyamanan yang diciptakan oleh atasannya ini. Giselle tak mendengar jawaban dari Akira. Pria itu hanya mengelus dan mengecup kepala Giselle. “Sepertinya hari ini bukan waktu yang tepat untuk aku menginap di tempatmu,” ujar Akira dengan berat hati. Jujur saja, dalam hati Giselle kecewa mendengar penolakan Akira, tapi di satu sisi dia merasa berterima ka
Giselle mematut penampilannya sekali lagi di cermin. Rambutnya sengaja dia buat curly waves yang mengaksentuasi kilau rambutnya. Hari ini dia memakai tweed jacket Chanel kesukaannya berwarna pink pastel. Dipadukan dengan setelan rok berwarna senada dan juga dalaman sleeveless blouse fit body berwarna putih. Wajahnya pun terlihat fresh setelah dia menyapukan makeup natural dengan hasil layaknya MUA profesional. Akira akan menjemputnya jam 7 pagi dan berencana untuk sarapan bersama. Dia merasa sedikit konyol karena merasa bersemangat menyambut Akira pagi ini setelah kejadian kemarin. Bisa-bisanya dia bersikap norak seperti yang sekarang dia lakukan, menunggu hingga Akira mengabari kalau dia telah sampai lobi. Benar saja, Akira meneleponnya sekitar jam tujuh lewat lima pagi ini. “Hei Giselle, selamat pagi. Kamu sudah siap? Aku sudah standby di lobi.” ujar Akira dengan suara yang membuat hati Giselle jumpalitan. “Hei, Akira.” jawab Giselle malu-malu. Haha, padahal sebelumnya di
Akira melihat wajah Giselle yang mudah sekali merona jika ada pujian, atau ketika gadis itu marah. Dirinya hanya spontan mengutarakan apa yang ada di dalam pikirannya. Hari ini Giselle begitu luar biasa cantik dengan power suit yang dia kenakan, walau demikian kesan feminin dan elegan tetap melekat kuat dalam citra perempuan tersebut.Rasa-rasanya Akira tak akan terbiasa ketika memandangi perempuan cantik yang kini semakin dekat dengannya.Meskipun Akira telah menyatakan perasaannya kemarin malam, mengatakan kalau dia siap untuk melangkah lebih jauh lagi, tapi Giselle mengatakan kalau dia masih ragu.Sekarang bola berada di tangan Giselle. Perempuan itulah yang akan menentukan ke mana mereka akan berlabuh. Walaup
Giselle tak menyangka jika Akira berani menciumnya di lift basement seperti ini!Awalnya Giselle begitu kaget sampai tak bisa berkata apapun. Tapi tak lama dia pun ikut terhanyut dalam permainan Akira hingga dia tak memikirkan waktu dan tempat.Sedetik, semenit, atau satu jam… waktu rasanya tak relevan ketika dia berada di dalam pelukan Akira.“Ah, shoot! Aku minta maaf Giselle,” Akira dengan cepat pula melonggarkan pelukannya dan menghentikan sesi spontan ciuman mereka.Akira membentangkan jarak di antara mereka, menengadahkan kepalanya sejenak dan melihat kamera