Home / Horor / Kutukan Sang Putri Pesantren / Apa Lagi Yang Clara Rencanakan?

Share

Apa Lagi Yang Clara Rencanakan?

last update Last Updated: 2025-10-19 12:32:26

“Kalau gue minta diskon hukuman, butuh bayar berapa?” tanya Clara mengulang pertanyaan seraya tersenyum sinis. Halimah sudah tidak terkejut lagi. Ia sudah menduga, Clara akan mencoba menyuapnya lagi.

“Nggak semua hal bisa selesai dengan uang, Clara. Mau kamu bayar puluhan juta pun, hukuman tetaplah hukuman!” tegas Halimah. Ia juga memasukkan uang di tangannya ke dalam saku Clara.

Tentu saja Clara semakin kesal. Ia bahkan nyaris menampar Halimah. Tapi, ia mengurungkan niatnya dan pergi. Jubah merah yang dikenakannya sedikit berkibar saat ia berjalan cepat untuk kembali ke kamarnya.

Setibanya ia di kamar, ia duduk di kasurnya. Beberapa teman sekamarnya meliriknya, namun ia tidak peduli. Urusannya hanyalah dengan Halimah, dan sekesal apapun Clara, ia tidak pernah memarahi orang yang tidak bersalah baginya.

“Kamu kenapa, Ra?” tanya salah seorang teman sekamarnya. Clara melirik sekilas.

“Tadi ada razia. Halimah nemuin rokok gue,” sahutnya. Mendengar kata razia, beberapa teman sekamarnya segera mengecek lemari masing-masing. Ada yang mengucap syukur, ada juga yang menggerutu setelah mengetahui ada beberapa barang yang telah mereka sembunyikan dan disita.

Clara mengamati hal itu. Meskipun kini ia harus mendapatkan hukuman jubah merah, setidaknya kini ia tahu bahwa lemari bukanlah tempat yang aman, dan bahwa di pesantren juga terdapat razia. Pandangannya tertuju ke arah lain. Tiba-tiba saja, ia tersenyum. Sepertinya ia baru saja mendapatkan ide baru.

***

“Astaga ... lo kena hukuman jubah merah, Ra? Berani juga si Halimah itu.”

Sore ini, Clara kembali berkumpul bersama beberapa temannya. Ada tiga orang santriwati lain yang sejak awal memang terkenal dengan kenakalannya, dan keberadaan Clara seolah melengkapi mereka.

“Tau, nih! Nyebelin banget tuh anak. Hampir aja gue tonjok dia tadi! Ditambah tadi dia sok jual mahal banget. Gue nawarin setengah juta buat sogokan, malah dia tolak. Emang dia udah kaya, hah?” geram Clara. Ketiga temannya terkekeh pelan.

“Udah, santai aja. Gue, Anggun, sama Nala aja udah pernah ngalamin hukuman jubah merah itu. Makanya sekarang kita bertiga kompak banget.” Salah satu santriwati yang bernama Lisa mengusap punggung Clara, mencoba memberinya dukungan. Mau tidak mau, Clara pun tersenyum.

“Lisa bener, tuh. Seminggu sebelum lo masuk, gue habis kena hukuman jubah merah karena ketahuan bawa HP.” Anggun ikut menimpali. Clara mengangguk sejenak, sebelum ia menyadari sesuatu.

“Lo ... bawa HP?” tanyanya memastikan, dan Anggun mengangguk. Clara tersenyum lebar. Ia jadi semakin yakin akan idenya.

“Emangnya kenapa? Lo mau bawa HP juga?” tanya Nala. Clara mengangguk.

“Bisa aja, tapi make sure HP lo nanti pakai mode silent. Gue ketahuan gara-gara lupa pasang mode silent.” Anggun menghela napas.

“Parahnya lagi, HP Anggun langsung dihancurin di depan Anggun sendiri, pakai martil.” Lisa ikut menimpali. Mata Clara membelalak.

“Gila! Emang si Halimah mau ganti rugi?” serunya kesal. Ketiga temannya menggeleng.

Clara terdiam sejenak. Ia mencoba memikirkan ulang mengenai idenya. Berdasarkan penjelasan ketiga temannya, menyelundupkan ponsel tentunya merupakan hal yang amat berisiko. Ia memejamkan mata sejenak, mencari jalan keluar. Kemudian, ia membuka matanya.

“Gue tau!” Ia tersenyum lebar setelah berhasil mendapatkan sebuah ide. “Anggun, di mana lo ngumpetin HP waktu itu?”

“Di bawah bantal, sih .... “ Ia mengangkat sebelah alisnya. “Kenapa emang?”

Clara memberi isyarat agar ketiganya mendekat. Ia juga melirik ke kiri dan ke kanan, memastikan tidak ada yang menguping pembicaraan mereka. Setelahnya, ia membisikkan sesuatu. Entah apa yang ia bisikkan, namun ekspresi ketiga temannya tampak sumringah.

“Coba aja gue kepikiran dari awal ... nggak mungkin si Halimah sialan itu bisa nemuin HP gue. Yah, selain emang gue yang ceroboh, lupa pasang mode silent.” Anggun tersenyum kecut. Ia masih teringat dengan nasib ponselnya yang harus dihancurkan. Clara mengusap bahunya.

“Nanti kalian bisa pake HP gue juga. Itu bisa jadi HP kita bersama. Kapan kita pakai, di mana lokasi yang aman, nanti kita atur.” Mendengar ucapan Clara, ketiga santriwati itu seolah menemukan sekutu baru. Mereka berempat saling berangkulan, tertawa bersama atas ide yang menurut mereka sangat jenius.

***

“Ma, aku tiba-tiba pengen mangga, deh.” Clara berkata pada ibunya. Pekan itu, sang ibu kembali menjenguknya. Sama seperti kunjungan sebelumnya, sang ayah tidak ikut.

Sang ibu mengangkat alis tatkala mendengar permintaan putrinya. Sebenarnya itu bukan sesuatu yang aneh. Clara suka mangga, meskipun itu bukan buah favoritnya. Tapi, tetap saja permintaan putrinya itu sedikit berbeda dari kebiasaannya.

“Boleh aja, sayang. Tapi ... nanti gimana kamu makan mangganya? Mangga itu kan harus dikupas dulu. Emangnya kamu boleh bawa pisau, meskipun untuk ngupas buah?” Sang ibu balas bertanya. Clara tersenyum. Ia sudah mengantisipasi pertanyaan tersebut.

“Kalau pisau emang nggak boleh, tapi kalau cutter boleh. Beberapa santri ada yang bawa cutter juga.” Clara berusaha meyakinkan ibunya. Karena merasa tidak ada yang aneh, tentunya sang ibu mengiyakan, dan meminta sang sopir membelikan apa yang diinginkan putrinya.

"Ada lagi yang kamu mau? Biar dibeliin sekalian." Sang ibu menyerahkan uang pada sopir. Clara menggeleng pelan dan tersenyum senang. Rencananya sejauh ini berjalan mulus.

"Nggak. Itu aja. Aku tunggu, ya. Pastikan juga cutter yang dibeli itu yang tajam, ya. Soalnya buat ngupas mangga."

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kutukan Sang Putri Pesantren   Clara VS Qarin Halimah

    “Kenapa, Ra?” tanya ketiga temannya. Clara masih menunjukkan ekspresi ketakutan, dan menunjuk santriwati yang sebelumnya membawakan piring-piring mereka, yang kali ini menatap dengan wajah bingung.“LO INI SIAPA, HAH? LO UDAH GILA, YA? NGASIH GUE TANAH SAMA DEDAUNAN GITU?” bentak Clara. Santriwati tersebut menatap bingung.“Maksudnya apa, ya? Aku ngambilin nasi sama lauk, kok.” Ia membela dirinya. Clara menatap piring yang sebelumnya ia lempar. Memang, terlihat nasi dan lauk-pauk yang berserakan. Ia menggeleng seraya mengusap wajahnya.“Nggak bisa, nggak bisa. Ini udah keterlaluan. Gue harus izin pulang besok,” gumamnya. Tanpa mengucapkan maaf ataupun memungut piringnya, ia bangkit dan berjalan menuju kamarnya.Sesampainya di kamar, ia segera membaringkan tubuhnya. Ia bahkan tak perlu repot melepas kerudungnya. Saat tatapannya tertuju pada langit-langit, ia merasa rileks untuk sejenak.“Kenapa hidup gue jadi kacau begini, ya ...? “Ia mengembuskan napas perlahan. Suasana kamar yang sep

  • Kutukan Sang Putri Pesantren   Teror Yang Semakin Jelas

    “AAAAAAAAA!” Teriakan Clara membuat beberapa teman sekamarnya terbangun. Mereka menoleh ke arah Clara, dan menanyakan ada apa. Clara masih mengatur napasnya. Sesuatu yang sebelumnya ia lihat sudah tidak ada.“Nggak apa-apa. Maaf, aku tadi mimpi buruk.” Ia tersenyum, mencoba meyakinkan. Untungnya mereka yang terbangun karena teriakannya bisa memaklumi.“Coba baca doa dulu sebelum tidur, Ra.” Salah seorang dari mereka mengingatkan, dan Clara mengangguk, seraya berterima kasih. Ia memastikan terlebih dahulu bahwa semuanya sudah aman. Dan mungkin saja, ia memang lupa berdoa sebelumnya, sehingga ia mengalami halusinasi. Bahkan hingga detik ini, ia masih menganggap semuanya hanyalah halusinasi. “Benar juga, sih. Si cewek sialan itu dah mati. Gue halu aja tadi, karena kesel sama dia,” gumamnya, sebelum ia mulai berdoa dan akhirnya tertidur.***“Lo yakin? Tapi gue rasa itu bukan sekadar halusinasi, deh. Gimana kalau emang arwahnya berkeliaran?” Clara memijat pelipisnya, dan menggeleng tegas

  • Kutukan Sang Putri Pesantren   Masih Terus Menyangkal

    “Tadi itu beneran suara Halimah?” tanya Anggun memastikan. Keempatnya kini sudah berada di kelas yang kosong. Namun suasananya sedikit lebih menenangkan, dengan penerangan yang sangat cukup.“Nggak mungkin. Cewek sialan itu udah mati. Kita mungkin halu karena kebanyakan ngomongin dia.” Clara menggeleng tidak setuju. Ia masih menyangkal bahwa semua yang terjadi sulit dijelaskan oleh akal manusia.“Tapi tadi itu suaranya jelas banget!” seru Nala. Ia masih merinding meskipun kini mereka telah berada di kelas. Kali ini, Lisa yang angkat bicara.“Gue setuju sama Clara. Kita lagi halu aja. Mendingan mulai sekarang kita gak usah ngomongin cewek itu lagi. Udah bener dia mati. Kita ngomongin dia sama aja dengan kita menghidupkan kenangan tentang dia. Gue sih nggak sudi. Najis!” umpat Lisa seraya menunjukkan gestur jijik. Kali ini, Clara dan dua temannya setuju. Setelah lebih tenang, barulah mereka kembali mengobrol, dan kembali ke kamar masing-masing.***“Kamu kelihatan agak kurus, Nak .... “

  • Kutukan Sang Putri Pesantren   Gangguan Dari Yang Tak Terlihat

    Sebulan telah berlalu sejak wafatnya Halimah. Suasana pesantren juga sudah kembali seperti semula. Peraturan masih berjalan seperti biasanya, dan Clara juga sudah tidak serajin sebelumnya. Seperti sekarang ini. Ia memilih untuk tidak ikut salat Asar berjemaah. Namun kali ini, ia hanya sendirian di tempat jemuran. Ia duduk di salah satu ember kosong yang dibalik dan dijadikan tempat duduk, dan menikmati angin sore yang menerpa wajahnya seraya memejamkan mata.“Clara .... “ Ia membuka matanya saat telinganya mendengar suara seseorang yang memanggil namanya. Namun itu lebih terdengar seperti bisikan. Ia menoleh ke sekeliling.“Siapa?” tanyanya ketus. Hening. Tak ada jawaban. Clara yang kesal pun berdiri dan berniat mendekati sumber suara. Namun, baru beberapa langkah, ember yang sebelumnya ia duduki tiba-tiba saja terpental.“Bangsat!” umpatnya saat ember tersebut membentur dinding pembatas tempat jemuran. Ia kembali memperhatikan sekeliling dengan saksama. Tidak ada siapapun di sini se

  • Kutukan Sang Putri Pesantren   Masih Dengan Perasaan Tidak Bersalah

    “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un ... telah berpulang ke rahmatullah, saudari kita tercinta, Halimah As-Sa’diyah binti Ahmad Muzakki. Sekali lagi, innalillahi wa inna ilaihi raji’un .... “ Suara pengumuman menggema di seantero pesantren. Isak tangis terdengar dari beberapa santriwati yang merupakan teman terdekat Halimah, saat keranda yang membawa jasad Halimah diletakkan di bagian depan di dalam masjid. Terlihat pula rombongan santriwan, dipimpin oleh Alvin, berjalan memasuki masjid. Di hari yang sama, tepat pada malam harinya, salat jenazah akan dilakukan. Para santri sudah berkumpul, dan saf telah disusun. Tidak ada seorang pun yang terlihat bercanda, atau sekadar mengobrol dengan teman di sebelah. Clara sendiri ikut diam, namun bukan karena ia tengah bersedih atau menyesali perbuatannya. Melainkan karena ia masih harus memainkan perannya sebagai gadis yang tidak tahu apa pun. Usai salat jenazah dilakukan, beberapa santriwan dan ustaz, termasuk Alvin, turut mengangkat keranda

  • Kutukan Sang Putri Pesantren   Malaikat Yang Menyerah

    "Puas kamu bikin malu Umi dan Abi?"Teriakan Nyai terdengar oleh beberapa santri yang memang sedang mengaji di rumah Halimah. Mereka terdiam dan hanya bisa saling tatap. Halimah sendiri memeluk lengan ibunya. Wajahnya sudah basah oleh air mata."Umi ... tolong jangan lapor Abi. Aku mohon .... " Ia terus mengiba, namun Nyai tak peduli."Biarin aja! Biar Abi tau kalau kamu hamil akibat perbuatan kamu itu!" hardik Nyai. Tentunya suara Nyai yang keras terdengar pula oleh para santri. Mereka menutup mulut, dan mengucap istigfar dengan suara lirih. Tepat di saat itu pula, Kiai Ahmad datang. Nyai langsung menarik tangan suaminya. Halimah sendiri ditinggalkan di tempatnya berdiri, sementara beberapa santriwati yang ada tampak berbisik dengan orang di sebelah mereka."Aku nggak nyangka! Halimah hamil? Terus itu anak siapa, dong?""Ya jelas anak dari cowok yang dia temuin malam itu, lah. Anak siapa lagi?" Mereka semua tertawa, bahkan tak takut untuk membicarakan Halimah tepat di depannya. Bagi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status