Home / Horor / Kutukan Sang Putri Pesantren / Pengasingan Sang Putri

Share

Kutukan Sang Putri Pesantren
Kutukan Sang Putri Pesantren
Author: Bintang Kejora

Pengasingan Sang Putri

last update Last Updated: 2025-10-11 17:44:35

"Papa udah gila!”

Teriakan itu membuat beberapa santriwati yang baru saja menyelesaikan salat Subuh berjemaah, menengok ke arah sumber suara. Tampak seorang gadis yang mengenakan gamis biru tua dan kerudung yang dikenakan secara asal-asalan. Di depan sang gadis, tampak sepasang suami istri yang sepertinya merupakan orangtua dari gadis tersebut.

“Clara,” ucap sang pria yang sepertinya merupakan ayah sang gadis. “Ini untuk kebaikan kamu.”

“Kebaikan? Kebaikan apanya? Papa mau masukin aku ke sini supaya nggak ada beban lagi di rumah, kan? Supaya nggak ada lagi anak gadis yang kerjanya cuma bisa rebahan aja. Iya? Papa emang udah gila!”

Ucapan sang gadis tentu saja membuat beberapa santriwati yang menonton beristigfar. Keributan kecil itu semakin menarik atensi, hingga seorang pria paruh baya yang mengenakan gamis putih dan serban mendekat. Terlihat beberapa santriwati memberi jalan untuk pria paruh baya yang sepertinya merupakan pemilik pesantren ini.

“Assalamu’alaikum,” ucapnya dengan suara pelan. Baik Clara maupun kedua orangtuanya terdiam sejenak.

“Wa’alaikumsalam, Kiai Ahmad.” Ayah Clara tersenyum, menjabat tangan pria paruh baya tersebut dengan hormat.

Kiai Ahmad ikut tersenyum, dan memperhatikan Clara. “Jadi, ini putri Pak Hakim yang akan menjadi santriwati di sini?”

“Benar, Kiai.” Ayah Clara mengangguk. Clara sendiri hanya memutar bola mata. Percuma juga ia menyangkal, nasibnya sudah ditentukan.

Setelah percakapan singkat, Kiai Ahmad akhirnya meminta beberapa santriwati untuk membantu membawakan barang-barang Clara. Clara sendiri hanya berpamitan dengan ibunya. Wanita paruh baya itu beberapa kali mengusap air matanya, sebelum memeluk putri semata wayangnya. Namun saat sang ayah akan memeluknya, Clara justru menolak.

“Bajingan!” umpatnya.

“Astagfirullah ... jaga ucapanmu, Mbak! Beliau itu ayahmu!” tegur salah seorang santriwati. Clara melirik, menatap sinis.

Eh, lo nggak diajak, ya! Mendingan lo diam!” bentaknya.

Santriwati itu tampak akan membalas ucapan Clara, kalau saja Kiai Ahmad tidak segera menengahi keduanya. Ia mengusap bahu santriwati itu, menenangkannya. Ayah Clara sendiri juga tampak menenangkan putrinya, meskipun Clara langsung menepis dengan kasar.

“Nak Clara, ini putri saya, Halimah. Dia memang cukup blak-blakan. Mohon dimaklumi, ya?” Kiai Ahmad tersenyum sopan dan mengangguk sedikit.

Halimah sebenarnya ingin protes. Ia tidak terima melihat ayahnya sampai harus meminta maaf pada gadis yang menurutnya tidak tahu adab. Namun melihat isyarat yang diberikan sang ayah, akhirnya ia hanya diam.

Beberapa santriwati mulai mendekat, membawa barang-barang Clara. Orangtua Clara sendiri sudah masuk ke mobil, bersiap untuk pergi. Clara masih berdiri di tempatnya, mengamati bangunan pesantren yang tampak sederhana. Ia menghela napas, sebelum akhirnya berjalan mengikuti para santriwati yang membawa barang-barangnya.

***

“Jadi, santriwati baru itu putrinya Firman Hakim, walikota Bandung saat ini? Keren, dong. Pesantren ini akhirnya punya murid anak pejabat.” Alvin terkekeh sambil membantu Kiai Ahmad dan Halimah membereskan dokumen para santri di ruang tata usaha.

“Keren dari mana? Anaknya nggak sopan. Sama ayahnya sendiri dia berani mengumpat.” Halimah menggerutu. Kiai Ahmad hanya menggeleng seraya menghela napas.

“Clara itu santri baru, Halimah. Dia masih terbawa pergaulan kota. Kamu yang seharusnya lebih sabar saat menghadapinya. Ingat, Rasulullah sendiri berlaku lemah lembut terhadap para mualaf.”

Kiai Ahmad menyusun dokumen di lemari arsip, dan Alvin berinisiatif membantu menyusun di lemari yang lebih tinggi.

“Posisi Clara di pesantren ini sama halnya seperti mualaf. Perbuatannya yang mengumpat pada ayahnya memang tidak benar, tapi menegurnya dengan keras juga bukan tindakan yang tepat, Halimah.” Mendengar ucapan sang ayah, Halimah terdiam.

“Maaf, Abi ..., ” lirihnya, “aku terlalu emosi. Baru kali ini aku melihat anak yang berani sama orangtuanya seperti Clara .... ”

Ia mengembuskan napas, melirik ke luar melalui jendela kaca transparan. Kiai Ahmad dan Alvin juga ikut menatap ke luar. Dari ruang tata usaha, ia bisa melihat para santriwati yang berjalan menuju kelas. Ada Clara di sana, dan gadis itu melirik ke ruang tata usaha. Selama sepersekian detik, ia beradu tatap dengan Alvin, Halimah, dan Kiai Ahmad,sebelum akhirnya ia mengalihkan pandangan, dan terus berjalan menuju kelas.

Sementara itu, dari balik jendela, Alvin tersenyum. “Jadi itu yang namanya Clara?” gumamnya.

Kiai Ahmad dan Halimah melirik. Menyadari bahwa ia bergumam terlalu keras, Alvin buru-buru meralatnya. Ia menggeleng, memasukkan dokumen di tangannya ke dalam lemari.

“Saya hanya penasaran. Sungguh.” Ia kembali mengambil setumpuk dokumen yang telah disusun di atas meja, memasukkannya ke dalam lemari arsip, dan menguncinya.

Setelah memastikan semua dokumen telah tersusun rapi di lemari arsip, Halimah keluar lebih dulu, dan segera pergi ke kelasnya. Alvin keluar paling akhir, karena ia yang bertugas mengunci ruang tata usaha. Sebelum ia kembali ke gedung asrama putra, ia sempat melirik ke arah ruang kelas yang Clara masuki sebelumnya. Cukup lama ia menatap ke arah yang sama, sebelum akhirnya ia tersadar dan pergi.

"Clara, ya? Menarik. Aku penasaran, akan seperti apa dia beradaptasi di lingkungan pesantren ini ..., " gumam Alvin seraya berjalan kembali ke tempatnya.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kutukan Sang Putri Pesantren   Clara VS Qarin Halimah

    “Kenapa, Ra?” tanya ketiga temannya. Clara masih menunjukkan ekspresi ketakutan, dan menunjuk santriwati yang sebelumnya membawakan piring-piring mereka, yang kali ini menatap dengan wajah bingung.“LO INI SIAPA, HAH? LO UDAH GILA, YA? NGASIH GUE TANAH SAMA DEDAUNAN GITU?” bentak Clara. Santriwati tersebut menatap bingung.“Maksudnya apa, ya? Aku ngambilin nasi sama lauk, kok.” Ia membela dirinya. Clara menatap piring yang sebelumnya ia lempar. Memang, terlihat nasi dan lauk-pauk yang berserakan. Ia menggeleng seraya mengusap wajahnya.“Nggak bisa, nggak bisa. Ini udah keterlaluan. Gue harus izin pulang besok,” gumamnya. Tanpa mengucapkan maaf ataupun memungut piringnya, ia bangkit dan berjalan menuju kamarnya.Sesampainya di kamar, ia segera membaringkan tubuhnya. Ia bahkan tak perlu repot melepas kerudungnya. Saat tatapannya tertuju pada langit-langit, ia merasa rileks untuk sejenak.“Kenapa hidup gue jadi kacau begini, ya ...? “Ia mengembuskan napas perlahan. Suasana kamar yang sep

  • Kutukan Sang Putri Pesantren   Teror Yang Semakin Jelas

    “AAAAAAAAA!” Teriakan Clara membuat beberapa teman sekamarnya terbangun. Mereka menoleh ke arah Clara, dan menanyakan ada apa. Clara masih mengatur napasnya. Sesuatu yang sebelumnya ia lihat sudah tidak ada.“Nggak apa-apa. Maaf, aku tadi mimpi buruk.” Ia tersenyum, mencoba meyakinkan. Untungnya mereka yang terbangun karena teriakannya bisa memaklumi.“Coba baca doa dulu sebelum tidur, Ra.” Salah seorang dari mereka mengingatkan, dan Clara mengangguk, seraya berterima kasih. Ia memastikan terlebih dahulu bahwa semuanya sudah aman. Dan mungkin saja, ia memang lupa berdoa sebelumnya, sehingga ia mengalami halusinasi. Bahkan hingga detik ini, ia masih menganggap semuanya hanyalah halusinasi. “Benar juga, sih. Si cewek sialan itu dah mati. Gue halu aja tadi, karena kesel sama dia,” gumamnya, sebelum ia mulai berdoa dan akhirnya tertidur.***“Lo yakin? Tapi gue rasa itu bukan sekadar halusinasi, deh. Gimana kalau emang arwahnya berkeliaran?” Clara memijat pelipisnya, dan menggeleng tegas

  • Kutukan Sang Putri Pesantren   Masih Terus Menyangkal

    “Tadi itu beneran suara Halimah?” tanya Anggun memastikan. Keempatnya kini sudah berada di kelas yang kosong. Namun suasananya sedikit lebih menenangkan, dengan penerangan yang sangat cukup.“Nggak mungkin. Cewek sialan itu udah mati. Kita mungkin halu karena kebanyakan ngomongin dia.” Clara menggeleng tidak setuju. Ia masih menyangkal bahwa semua yang terjadi sulit dijelaskan oleh akal manusia.“Tapi tadi itu suaranya jelas banget!” seru Nala. Ia masih merinding meskipun kini mereka telah berada di kelas. Kali ini, Lisa yang angkat bicara.“Gue setuju sama Clara. Kita lagi halu aja. Mendingan mulai sekarang kita gak usah ngomongin cewek itu lagi. Udah bener dia mati. Kita ngomongin dia sama aja dengan kita menghidupkan kenangan tentang dia. Gue sih nggak sudi. Najis!” umpat Lisa seraya menunjukkan gestur jijik. Kali ini, Clara dan dua temannya setuju. Setelah lebih tenang, barulah mereka kembali mengobrol, dan kembali ke kamar masing-masing.***“Kamu kelihatan agak kurus, Nak .... “

  • Kutukan Sang Putri Pesantren   Gangguan Dari Yang Tak Terlihat

    Sebulan telah berlalu sejak wafatnya Halimah. Suasana pesantren juga sudah kembali seperti semula. Peraturan masih berjalan seperti biasanya, dan Clara juga sudah tidak serajin sebelumnya. Seperti sekarang ini. Ia memilih untuk tidak ikut salat Asar berjemaah. Namun kali ini, ia hanya sendirian di tempat jemuran. Ia duduk di salah satu ember kosong yang dibalik dan dijadikan tempat duduk, dan menikmati angin sore yang menerpa wajahnya seraya memejamkan mata.“Clara .... “ Ia membuka matanya saat telinganya mendengar suara seseorang yang memanggil namanya. Namun itu lebih terdengar seperti bisikan. Ia menoleh ke sekeliling.“Siapa?” tanyanya ketus. Hening. Tak ada jawaban. Clara yang kesal pun berdiri dan berniat mendekati sumber suara. Namun, baru beberapa langkah, ember yang sebelumnya ia duduki tiba-tiba saja terpental.“Bangsat!” umpatnya saat ember tersebut membentur dinding pembatas tempat jemuran. Ia kembali memperhatikan sekeliling dengan saksama. Tidak ada siapapun di sini se

  • Kutukan Sang Putri Pesantren   Masih Dengan Perasaan Tidak Bersalah

    “Innalillahi wa inna ilaihi raji’un ... telah berpulang ke rahmatullah, saudari kita tercinta, Halimah As-Sa’diyah binti Ahmad Muzakki. Sekali lagi, innalillahi wa inna ilaihi raji’un .... “ Suara pengumuman menggema di seantero pesantren. Isak tangis terdengar dari beberapa santriwati yang merupakan teman terdekat Halimah, saat keranda yang membawa jasad Halimah diletakkan di bagian depan di dalam masjid. Terlihat pula rombongan santriwan, dipimpin oleh Alvin, berjalan memasuki masjid. Di hari yang sama, tepat pada malam harinya, salat jenazah akan dilakukan. Para santri sudah berkumpul, dan saf telah disusun. Tidak ada seorang pun yang terlihat bercanda, atau sekadar mengobrol dengan teman di sebelah. Clara sendiri ikut diam, namun bukan karena ia tengah bersedih atau menyesali perbuatannya. Melainkan karena ia masih harus memainkan perannya sebagai gadis yang tidak tahu apa pun. Usai salat jenazah dilakukan, beberapa santriwan dan ustaz, termasuk Alvin, turut mengangkat keranda

  • Kutukan Sang Putri Pesantren   Malaikat Yang Menyerah

    "Puas kamu bikin malu Umi dan Abi?"Teriakan Nyai terdengar oleh beberapa santri yang memang sedang mengaji di rumah Halimah. Mereka terdiam dan hanya bisa saling tatap. Halimah sendiri memeluk lengan ibunya. Wajahnya sudah basah oleh air mata."Umi ... tolong jangan lapor Abi. Aku mohon .... " Ia terus mengiba, namun Nyai tak peduli."Biarin aja! Biar Abi tau kalau kamu hamil akibat perbuatan kamu itu!" hardik Nyai. Tentunya suara Nyai yang keras terdengar pula oleh para santri. Mereka menutup mulut, dan mengucap istigfar dengan suara lirih. Tepat di saat itu pula, Kiai Ahmad datang. Nyai langsung menarik tangan suaminya. Halimah sendiri ditinggalkan di tempatnya berdiri, sementara beberapa santriwati yang ada tampak berbisik dengan orang di sebelah mereka."Aku nggak nyangka! Halimah hamil? Terus itu anak siapa, dong?""Ya jelas anak dari cowok yang dia temuin malam itu, lah. Anak siapa lagi?" Mereka semua tertawa, bahkan tak takut untuk membicarakan Halimah tepat di depannya. Bagi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status