Entah mengapa, dirumah yang sebesar ini aku merasa sangat-sangat hampa. “Apa karena sepi? atau apa karena sunyi? atau mungkin karena aku masih belum terbiasa dengan suasana rumah ini?”, gumamku dalam hati.
Di rumah ini ada enam ruangan utama, yaitu satu ruang tamu, dua kamar tidur yang ditempati oleh oomku yang terkadang datamg ke rumah ini, satu kamar tidur lagi yang ditempati oleh kami sekeluarga dan satu lagi kamar tidur kosong. Kamar tidur disini begitu besar, hingga kami berempat pun masih terasa lapang.
Di halaman belakang ini terdapat satu pohon beringin yang sangat besar, disamping pohon beringin itu juga terdapat satu ayunan yang jika dilihat pada malam hari menjadi sangat menyeramkan, ayunannya seperti bergoyang-goyang dengan sendirinya karena pada malam pertamaku disana aku mendengar suara ayunan tersebut. Diseberang pohon beringin tersebut, juga terdapat kolam ikan buatan yang berukuran tidak terlalu besar lengkap dengan ikan-ikan hiasnya. Oomku itu ketika hari liburnya selalu memberikan makanan-makanan ikan tersebut dengan pelet ikan yang dibelinya. Sekilas membuat suasana dirumah yang seram ini menjadi berkurang. Tidak sampai disitu saja, jika kita berjalan lagi ke belakang perkarangan ini, kita akan menemukan satu lapangan tennis dan diseberangnya terdapat gudang yang berisi dokumen-dokumen yang tak terpakai lagi.
Dan disamping gudang itu, lagi-lagi aku menemukan sebuah pintu yang dikunci rapat lengkap dengan gembok yang lumayan besar. Tapi aku tidak ingin mencari tahu, apa yang ada di dibalik pintu itu. Oh iya, aku tidak tahu apakah rumah dinas ini termasuk ke dalam kompleks perumahan atau bukan karena sepertinya rumah dinas ini berdiri sendiri tidak seperti komplek-komplek perumahan pada umumnya. Benar, disamping rumah ini juga terdapat rumah-rumah besar lainnya namun dengan pagar yang tinggi-tinggi, tidak seperti dengan rumah ini yang pagarnya pendek padahal rumahnya sangat besar. Dari segi keamanan menurutku ini sangat-sangat kurang. Satpam pun disini tidak ada, padahal lingkungan disini sangat-sangat sepi hampir tidak ada mobil atau motor pun yang melintasi lingkungan ini. Maling pun pasti akan senang berkeliaran di sekitar sini.
Perasaan mengenai suasana di rumah ini yang begitu sunyi, sepi dan juga terkadang terasa hampa. Mungkin karena aku pun sudah mulai terbiasa dengan perasaan-perasaan men-janggal tersebut yang membuat diriku terkadang tidak memikirkannya lagi.
Fenomena-fenomena yang aneh mulai terjadi di rumah ini. Di mulai ketika Ibuku yang mengeluh bahwa makanan-makanan yang ada di kulkas akhir-akhir ini sering sekali cepat habis, padahal Ibuku sudah menakarnya dengan benar seperti hari-hari biasanya. “La, malam-malam ada orang yang ke dapur nyuri-nyuri makanan gak?” begitulah tanya Ibuku ketika itu. Aku memang orangnya pemakan, tapi untuk mencuri makanan ke dapur apalagi pada malam hari, aku tidak seberani itu. Pada malam kedua setelah fenomena aneh itu terjadi, aku mendengar suara-suara antara sendok dan piring yang saling bergesekan di dapur. Mungkin hanya aku sendiri saja yang mendengar hal tersebut, karena tempat tidurku lah yang paling dekat arahnya dari dapur. Sedangkan tempat tidur oomku, Ibu dan Ayahku berada di pojokkan dekat jendela luar.
Pada malam itu aku tidak dapat menggerakan anggota tubuhku sedikitpun bahkan melontarkan suara untuk memberitahukan kepada orang tuaku saja tidak bisa, semakin takutnya diriku karena mendengar suara-suara aneh tersebut. Namun aku mencoba untuk meyakinkan diriku sendiri sembari menundukan kepalaku ke bantal dan selimut dalam-dalam, “Palingan cuma kucing..” begitulah gumamku.
Lalu terlintas di kepalaku kembali, “Oh iya, mungkin si oom yang ambil makanan ke dapur..” dan ketika itu aku sedikit tenang yang pada akhirnya berujung pada ketiduran.
Besok paginya, barulah aku menceritakan hal tersebut kepada Ibuku, “Bu.. mungkin si oom kali yang ngambil-ngambil makanan di dapur. Soalnya kemarin malam juga, aku dengar oom ngambil makanan ke dapur..” Ekspresi wajah Ibuku tak yang seperti aku harapkan, Ibuku terheran seketika aku menceritakan hal tersebut.
“Mana ada.. oom aja udah dua hari ini gak pulang.. kan oom lagi ada rapat di kantornya..” Seketika, bulu kuduk yang ada pada leherku langsung merinding mendengar pernyataan Ibuku tersebut.
“Lalu.. siapa dong? masa iya kucing bisa ngelakuin hal kayak gitu?” Aku yang biasanya melihat bunga seorang diri di halaman perkarangan belakang rumah itu, hari ini aku tidak berani untuk kesana. Mungkin, aku tidak akan berani lagi seterusnya untuk kesana.
Siang-siangnya aku dikejutkan dengan suara teriakan Ibu yang mengatakan bahwa barusan Ibuku melihat seseorang berlari ke arah dapur belakang. Sontak, Ayahku langsung mengecek ke dapur belakang itu sembari aku mengikuti Ayahku dari belakang dengan gugupnya serta jantung yang berdebar-debar tidak karuan. “Maling kah? atau jangan-jangan makhluk itu lagi?” pikiranku juga tidak karuan pada saat itu. “Oi! Sia tu! Kalua ang!” lantas bahasa minang papaku pun pada saat itu keluar, yang artinya adalah “siapa itu? keluar kamu!” begitulah halusnya.
Lalu keluar lah seseorang itu dari tempat persembunyiannya, di bawah kolong meja sembari mengatakan, “Ko Jarwo om..” yang artinya “Ini Jarwo om..”. Rasa gugup dan cemas pun pada saat itu menjadi luntur lalu muncul lah perasaan lega sekaligus kesal karena ulah si Jarwo ini. Ya, Jarwo adalah sepupu laki-lakiku yang lumayan dekat denganku waktu rumahku masih di pinggiran kota. Walau umur dan posturnya lebih besar tiga tahun dariku namun tingkahnya masih seperti anak-anak karena keterbelakangan mental yang dia miliki. Ya, dia waktu kecil mendapatkan penyakit “step” yang membuat cara berpikirnya lebih lambat dari anak-anak lainnya. “kamu wo.., ya asal jadi aja kerja kamu ndak.." ucap Ayahku dengan nada kesal. Setelah itu kami pun langsung meng-introgasi kan bang Jarwo itu di ruang tamu.
“Lewat mana kamu masuk wo?" Lalu Jarwo menjelaskan bahwa dia masuk memanjat ke atap rumah lalu melompat ke ruangan belakang (ruangan di dapur belakang yang terkunci pintunya itu oleh gembok) yang terbuka tidak ada atapnya tersebut.
Dari situlah dia turun lalu mengotak-atik kunci pintu hingga terbuka. Lalu Ayahku bertanya kembali, “sudah berapa lama disini wo?"
“udah seminggu om.” jawabnya.
Lantas terpecahkan lah teka-teki mengapa sambal di rumah akhir-akhir ini sering habis dan siapa kah orang yang menggesek-gesekkan sendok ke piring pada malam hari sebelumnya. Ya, siapa lagi kalau bukan Jarwo. Tapi anehnya, kenapa Ibuku pada saat itu tidak sadar bahwa ada orang yang membobol pintu ruangan belakang? mengingat pintu tersebut digembok dari dalam, tidak mungkin si Jarwo bisa membukanya tanpa mendobraknya. Atau mungkin, Jarwo memulai aksinya tersebut ketika mamaku pergi ke pasar ya? Bisa saja iya. Dan dengan begitu, berakhir lah misteri mengenai fenomena-fenomena aneh yang terjadi di rumah ini beberapa hari belakangan ini.
Tapi.. tunggu dulu! berakhir? bukan, ini bukanlah akhir.
Melainkan awal, awal dari segala mimpi-mimpi buruk itu dimulai..Di balas dengan amarah oleh Yasi, " Aku menemukan Embun saat diperintah Ken alias Igo mencari penolongnya Ago. Saat aku di depan rumah Ago aku mendapati Embun yang pingsan dengan luka kecil di kepalanya. Tetangga Ago bilang karena benturan saat Embun jatuh. Saat tetangga Ago membawa Embun ke rumah sakit, aku pergi mengabari Igo. Dan di rumah sakit kami diberitahu Embun tewas dengan alasan gegar Otak oleh pihak rumah sakit. Kami yang ingin menjenguknya dengan rasa tepukul harus membawa jasadnya untuk dikuburkan... ... Kami juga mendengar penjelasan tetangga Ago bahwa Ago menyumbangkan tubuhnya sebagai penelitian di rumah sakit itu, Igo meminta mengambil jasad Ago. Karena saat itu Igo bekerja di kepolisian, kami diizinkan... ...Ketika kami bawa tubuh Ago dan Embun, mereka sama-sama mempunyai berat badan yang ringan. Aku memeriksa keadaan tubuh Embun dan ternyata penuh jahitan. Kami yakini organ tubuh Embun diambil. Igo mendatangi rumah sakit dengan amarah, tapi pihak r
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Sebelum di bawa ke markas polisi, Igo meminta untuk menjenguk seseorang yang penting dalam hidupnya. Mengira Igo akan menunjukan Bos yang memerintahkan membunuh, Polisi lalu menyetujuinya. Indi juga di bawa sebagai saksi. Mobil polisi yang membawa Igk dan Indi berhenti dipemakaman. Polisi kaget. Tapi karena sudah terlanjur. Lalu membiarkan Igo melihat orang penting baginya. Igo berjalan duluan dengan tangan diborgol. Indi meminta izin berada di samping Igo pada polisi, "Dia sudah diborgol dan anda mengawasinya. Tidak apa jika saya ada didekatnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal kenapa dia tega menyakiti saya."Kedua polisi berdiskusi dan memperbolehkan Indi dengan alasan memudahkan mereka menggali informasi dari Igo. Indi lalu berjalan di samping Igo. Mereka dikawal dua polisi bersenjata di belakang. Mereka lalu mendatangi dua makam yang saling berdampingan. Indi kaget melihat nama pada papan nisan, dia lalu mendekati Igo dan bertanya pelan ke Igo, "Ago
Senyuman Indi hilang seketika, saat menyadari Igo fokus mengawasi ruangan yang terdapat Aliya di sana. Saat Indi ingin marah, Igo bicara yang membuat Indi ketakutan, "Aku ingin memasak untuk Aliya jadi aku membutuhkanmu!" Sambil melihat tubuh Indi.Hal itu membuat Indi jatuh dari kursi karena kaget. Sambil ngesot menjauhi Igo yang mendekatinya, Indu bicara, "Kamu ingin memasak tubuhku untuk kamu hidangkan ke Aliya! Kejam." Ucapnya sambil menangis.Igo mengulurkan tangannya ke arah Indi yang duduk terpojok, "Kamu kebanyakan baca Creepy horror di grup facebook atau di buku, jadi berpikiran ngeri mulu!"Mendengar itu Indi tercengang. Sambil menyambut tangan Igo dan berdiri, Indi bertanya, "Kamu tahu dari mana, aku member grup itu?"Igo kembali ke tempat duduknya dan menjawab, "Aku satu grup denganmu. Saat kamu mengomentari cerita di sana dan melihat fotomu, aku tertarik dan mencari tahu semua tentangmu!"Takut dirasakan Indi karena telah dimata-matai tapi dia
Saat Igo menyeret tubuh ketiga pria yang tergeletak, Indi dengan wajah cemas mencegahnya. Indi memegang tangan Igo yang terluka karena digunakan untuk melindungi wajah saat dipukuli tadi, "Bagaimana bisa kamu membunuh mereka tanpa senjata apapun?"Igo melihat ke arah Indi, "Saat mereka memukuliku, aku menggunakan jariku untuk mematahkan tulang rusuk mereka hingga menusuk paru-parunya."Mendengar itu, Indi melepaskan tangan Igo. Lalu Igo membuang tubuh ketiga pria satu persatu ke jurang samping jalan.Hal itu kemudian dikomentari Indi kembali, "Kamu membuat kematian mereka seakan-akan karena kecelakaan?"Igo menghampiri Indi yang terlihat berkeringat karena takut, "Mulut mereka tercium bau Alkohol. Anggap saja mereka berjalan dalam keadaan mabuk sehingga terjatuh ke jurang. Artinya mereka yang mencelakai diri mereka sendiri!"Indi gemetar, "Aku akan menganggapnya begitu. Tapi kamu memang cowok baik karena telah menyelamatkanku dengan mengalahkan pria jahat itu.
Suasana kamar yang terang tiba-tiba gelap saat siang hari membuat Aliya dan Indi cemas. Mereka secara bersamaan melihat ke arah Igo. Terlihat Igo sudah terbangun dan tubuhnya menghalangi cahaya matahari di Jendela. Aliya segera berdiri dan bergegas pergi ke luar untuk pulang. Melihat itu, Igo berusaha beranjak dari tempat tidur untuk mengejar Aliya. Tapi dia justru ambruk dan terjatuh di lantai. Dengan sigap Indi menghampiri Igo, "Kamu belum pulih Igo!" Ucap Indi sambil membantu Igo berdiri.Igo sambil memegangi kepalanya yang pusing bicara, "Aku membutuhkan Aliya!"Tentu itu membuat Indi kesal, "Jadi kamu tidak membutuhkanku lagi?"Igo menjawabnya, "Aku tidak butuh kamu!"Seketika ucapan Igo membuat Indi benar-benar terpukul. Indi tetap membantu Igo hingga duduk di kasur kembali. Melihat ada yang aneh pada Indi, Igo mengomentarinya, "Kenapa kamu sesegukan kayak gitu? Abis nangis ya!"Indi senang Igo memperhatikannya dan kembali tersenyum, "Iya, aku me