Hingga sampai pada suatu hari--seminggu setelah kami vidcall terakhir--, saat ia menengok kembali linimasa akun Facebook-nya Sang Bidadari, di situ terpampang sederetan ucapan dari teman-teman Facebook-nya. Ucapan yang tak mungkin ia bisa mempercayainya. Sampai-sampai ia mengira, bahwa ia sedang mengalami sebuah mimpi yang paling buruk. Namun, ketika ia menggigit bibirnya kuat-kuat, ia merasakan sakitnya yang sangat.
Oh, saya tidak sedang bermimpi, jerit Zoelva dalam hati. Deretan ucapan belasungkawa di linimasa itu benar nyata adanya. Itu tak mungkin mereka sedang bercanda. Yeah, Latifah, sudah tiada! Sang bidadari itu telah kembali ke ‘khayangan’. Ia telah melupakan segala dukanya.
Tak terasa air mata Zoelva mengalir keluar, tanpa mampu ia tahan. Ada hunjaman kep
Lama Zoelva duduk merenung sembari menutup kedua matanya dengan kedua tangannya, sebelum mengucapkan lagi selamat tinggal kepada Latifah dengan menjamah kayu nisannya. Saat keluar dari komplek makam, dan hendak menuju kendaraannya, Zoelva sempat melihat sosok seorang wanita yang berpakaian baju muslimah berwana hitam hingga ke hijabnya. Jaraknya sekitar dua puluhan meter. Firasat Zoelva mengatakan, bahwa wanita itu memperhatikannya sejak tadi. Saat ia menoleh ke arahnya, dengan cepat wanita itu memalingkan wajah ke arah lain.Mungkin hanya peziarah juga, pikir Zoelva pula, kemudian melanjutkan langkah ke kendaraannya. Tujuan Zoelva selanjutnya adalah menuju Pantai Morosari Sayung. Ia ingin bernostalgia di tempat itu. Di pantai berhutanmangroveyang dulu pernah ia kunjungi bersama
"Mas, istrimu itu aku, bukan dia! Mengapa hanya karena wanita lain kaurela untuk menzolimi aku dan Syifa? Kasihan dia Mas...!" Latifah sesenggukan sembari memeluk kaki suaminya, Arief, mengharap sedikit welas asih ya. Tetapi, Arief, lelaki yang telah menjadi suaminya hampir sepuluh tahun itu dan sangat dicintainya itu tampaknya benar-benar menganggapnya bukan lagi istrinya. Dengan kasar ia menarik kakinya dan mendorong kepala Latifah. "Lepaskan! Aku ke sini bukan untuk mendengar ocehan dan tangisanmu, tapi untuk meminta kausegera keluar dari rumah ini! Kemasi barang-barangmu! Satu Minggu lagu aku datang, rumah ini harus sudah dalam keadaan kosong! Silakan kaubawa anakmu!!" Tanpa menunggu jawaban apa pun dari Latifah, laki-laki yang memang masih menyimpan ketampanan dan pesona dari
Memang, sejak ia putus dengan Niken Hapsari, Zoelva tak pernah lagi menjalin hubungan serius dengan wanita mana pun. Hatinya sudah terlanjur kecewa, atau lebih tepatnya trauma psikis dengan yang namanya cinta. Harapan dan cintanya yang pernah ia curahkan dengan tulus, malah dicampakkan begitu saja oleh Niken, gadis yang sangat ia cinta dan sanjung. Tak pernah lagi menjalin hubungan serius dengan wanita mana pun, artinya memang setelah itu ia menjalin hubungan semacam sekedar iseng saja. Entah sudah berapa banyak wanita yang telah jatuh dalam pelukannya (namun lebih tepatnya, ia jatuh ke pelukan wanita) namun tanpa satu pun terhadap wanita-wanita itu ia libatkan hatinya, perasaan cintanya. Nyaris seluruhnya hanya melibatkan tuntutan biologisnya semata. Ya, hanya mengikuti tuntutan biologisnya semata. Niken Hapsari bukan saja tela
Lalu Zoelva menceritakan semua keluhannya seperti yang diceritakannya kepada Pak Suhendi tempo hari. “Apakah secara psikis saya menderita kelainan, Dok?” “Menurut analisa saya, Pak, eh Mas saja mungkin, ya? Menurut analisa saya, Mas Zoelva tidak mengalami kelainan seperti itu. Hanya orientasi seksual saja, dan oriantasi seksual adalah kecendurang psikis secara alami, selama itu orientasinya heteroseksual yang umum atau yang disebut seksual dengan lawan jenis. Hanya saja mungkin, kecenderungan itu sebagai dampak dari kekecewaan masa lalunya Mas Zoelva terhadap mantan kekasihnya yang seorang gadis.” Zoelva mengangguk-angguk pelan. “Begitu ya, Dok. Berarti fobi saya tidak benar ya Dok.” “Benar sekali,
Malamnya, ketika saatnya ia naik ke tempat tidurnya, seperti biasa, Zoelva selalu berkesempatan untuk masuk ke dunia maya. Ia selalu kangen dengan teman-temannya FB-nya. Namun ada yang lebih penting, yaitu membuka di bagian permintaan pertemanan. Ada banyak sekali yang meng-add. Lebih dari seratusan orang. Ia selalu selektif untuk menerima pertemanan. Hanya yang ia kenal atau diperkirakan orang-orang dari kalangannya saja, kaum bisnismen, yang akan ia konfirmasi. Salah satu di antara mereka ada Latifah Khairani, sang bidadari yang tadi sore ia kenal. Setelah dikonfirmasi, Zoelva langsung menyempatkan diri untuk berkunjung ke akunnya sang bidadari. Hal yang pertama yang ia lakukan adalah menyusuri linimasa sang bidadari sebelum ia masuk ke dalam album foto-foto dan video-videonya.
Satu jam kemudian Bunda Jesica alias Nyonya Hasyima benar-benar telah hadir di apartemen Zoelva. Begitu pintu apartemen ditutup, Zoelva langsung menyergap tubuh wanita yang mungkin seusia ibunya itu. Bibir tebal merekah wanita itu langsung dihajarnya dengan ciuman dan pagutan yang panas, ganas, dan membara, sembari tangannya bermain di wilayah-wilayah paling sensitip di tubuh wanita yang jika di depan suaminya itu berlaku sebagai seorang wanita yang sangat taat dan seti terhadap suaminya. Nyonya Hasyima pun tak mau kalah. Walaupun dengan berjinjit dambil setengah bergelayut di leher sang pemuda karena tubuhnya jauh lebih pendek, ia pun membalas ciuman dari sang singa pejantan mudanya dengan tak kalah ganas dan membaranya. Aroma tembakau yang keluar dari nafas pejantan mudanya tak ia pedulikan. Hajar teruuus! Erangan dan desahannya meluncur be
Zoelva mengira, tadi pagi itu adalahcallingterakhir dia dengan Latifah. Tetapi kenyataannya, tepat pukul 13.00 WIB, sang bidadari kembali menghubunginya kembali, juga lewatvidcall. Saat itu ia masih berada di ruang kerjannya di gerainya di sebuah Mall di Bekasi. Dia melihat wanita itu duduk di suatu tempat yang banyak orang yang lalu-lalang. Seperti di ruang tunggu sebuah bandara. "Assalamualaikum, Dek Zoel. Lagi apa?" Latifah langsung melemparkan senyum yang sama seperti tadi pagi. Seulas senyum khas yang manis tiada tara, menurutnya. "Waalaikumsalam, Mbak Ifah. Ini saya lagi di tempat kerja. Mbak Ifah sendiri lagi di mana? Sepertinya di sebuah ruang tunggu, bandara, mungkin?” “Iya benar, Dek
“Suami Mbak lagi ke Kudus, Dek Zoel.” “Oh beliau orang sana?” “Nggak, satu kota dengan Mbak Kok,” sahut Latifah, lalu bertanya, “ Maaf, Dek Zoel kerja di perusahaan apa?” "Saya punya beberapa geraijewelry, Mbak Ifah. Ya masih kecil-kecilan, sih, hehehe.” “Maksudnya sejenis toko perhiasan emas, perak, permata gitu ya, Dek?” “Betul sekali, Mbak Ifah. Tapi saya bukanya dimall-mallgitu, Mbak.” “Waaw...! Berarti Dek Zoel ini seorang pengusaha mu