Share

Dosa Gak Ya?

Author: Aquaviva
last update Last Updated: 2025-09-13 08:38:47

Arumi masuk ke kamarnya dengan wajah sumringah. Tangannya sibuk merapikan lembaran uang dolar yang ia sembunyikan di balik bajunya.

“Aku berhasil!!” serunya lirih, sambil menepuk-nepuk dada. Senyumnya lebar banget, kayak orang baru menang undian.

Ia buru-buru membuka laci meja kecil di pojok kamar, memasukkan uang itu dengan hati-hati. Tapi baru saja laci ditutup, suara pintu berderit bikin jantungnya deg-degan.

“Arumi!”

Arumi langsung nengok. “Kak Lili?”

Lili masuk sambil bawa ekspresi kepo. “Gimana tamu kamu malam ini? Apakah…”

“Sttt…” Arumi buru-buru menempelkan telunjuk ke bibirnya, lalu nyengir. “Ternyata menyenangkan. Aku suka.”

Lili langsung ngakak kecil. “Hahaha, udah aku duga. Kau akan ketagihan juga.”

Arumi menggembungkan pipinya. “Tapi, aku takut dosa kak.”

Lili malah santai banget. “Ya jelas dosa lah. Tapi kan bisa tobat nanti kalau udah tua.”

Arumi melotot. “Ih, mindsetnya salah banget itu kak.”

Belum sempat mereka lanjut ngobrol, pintu kembali terbuka. Bunga masuk dengan langkah percaya diri.

“Arumi!” panggilnya tegas.

“Iya, kak Bunga,” jawab Arumi agak grogi. Dalam hatinya, dia panik: duh jangan-jangan pria itu ngaduin aku semalam…

Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Bunga tersenyum lebar. “Bagus, Tuan itu puas. Kita dapat bonus besar!”

Lili tepuk tangan kecil, “Wah mantap Arum!”

Arumi bengong, masih gak percaya. Dalam hati dia gumam: Om itu baik juga ternyata, padahal aku udah ngambil duitnya, udah gak sopan lagi…

Bunga lalu pergi setelah kasih beberapa instruksi. Begitu pintu tertutup, Lili nyeletuk, “Cepetan mandi gih, abis itu kita sarapan bareng.”

“Siap kak!” Arumi angkat dua jari gaya ala pramuka.

Aroma nasi goreng dan kopi memenuhi ruang makan. Arumi duduk bareng Lili, sementara beberapa LC lain duduk berjejer. Beberapa pasang mata menatap sinis ke arah Arumi, jelas banget ada aura gak suka.

Arumi bisik ke Lili. “Kak, dia juga LC di sini?”

Lili melirik sebentar. “Iya. Kenapa?”

Arumi nyengir. “Kak, dia gemoy banget.”

Lili ketawa terbahak. “Hahaha, jangan salah Arum. Banyak pelanggan suka gemoy gitu, karena katanya empuk.”

Arumi ikut ketawa ngakak. “Astaga… definisi empuknya bikin aku ngakak sih.”

Beberapa LC lain melirik makin judes, tapi Arumi cuek aja.

Selesai makan, Lili menyandarkan punggung ke kursi. “Arum, ayo kita beli make up. Perlu banget buat kamu biar makin cetar.”

Arumi langsung semangat. “Oke! Aku mau banget.”

Mereka sudah minta izin ke Bunga, lalu pesan taxi online. Mobil berhenti di depan gedung megah.

Dalam perjalanan, Arumi sibuk nanya. “Kak, udah berapa lama kamu di sana?”

Lili diam sebentar, lalu menjawab pelan. “Sudah lima tahun.”

Arumi melotot. “Lima tahun?! Lama banget, kak!”

“Ya daripada keluar, aku udah gak punya keluarga. Nasibku sama kayak kamu dulu,” ucap Lili dengan wajah tenang.

Arumi menunduk. “Kak, apa kamu gak pengen nikah? Maaf nanyanya agak kepo.”

Lili ketawa kecut. “Banyak yang ngajak, tapi aku masih betah. Lagian katanya pernikahan itu ribet banget. Drama tiap hari.”

Arumi nyeletuk polos. “Hahaha, kayak sinetron berarti ya, kak.”

Mereka berdua ketawa bareng, mencairkan suasana.

Begitu sampai di mall, aura mereka langsung jadi pusat perhatian. Beberapa cowok sampai nengok dua kali.

“Kak, kulitmu putih banget deh. Glowing parah,” kata Arumi sambil kagum.

“Kamu juga bisa. Mulai sekarang rajin rawat diri ya.”

Arumi langsung angguk semangat. “Mau banget kak!”

Mereka masuk ke toko kosmetik high-end. Arumi sampai bengong.

“Ya ampun, aku beneran masuk sini? Dulu beli bedak aja di warung, sekarang skincare-nya harganya jutaan.”

Lili ketawa, “Belanja aja, jangan banyak mikir. Aku traktir deh.”

Arumi geleng cepat. “No no, aku juga punya uang. Aku bayar sendiri. Biar mandiri.”

“Yaudah, terserah kamu aja.”

Mereka akhirnya berpencar cari barang. Arumi ngambil lipstik nude yang udah lama dia incer, beberapa sheet mask, skincare basic, dan parfum.

Ketemu lagi di kasir, mereka sama-sama naruh barang. Total belanja sampai jutaan.

Arumi melongo. “Buset, ini total belanja aku udah setara biaya kos setahun.”

Lili ngakak. “Biasa aja dong. Welcome to the lifestyle.”

Arumi senyum-senyum, ngerasa dunia barunya mulai kebuka.

Setelah kosmetik, mereka lanjut ke butik. Arumi nyobain beberapa dress, celana high-waist, crop top, sampai sepatu boots.

“Kak, sumpah aku kayak bukan aku,” kata Arumi pas lihat dirinya di kaca.

“Emang bukan. Itu versi upgrade kamu, Arum 2.0,” jawab Lili sambil tepuk tangan.

Tas branded juga masuk keranjang. Terakhir, mereka menuju salon.

Rambut panjang Arumi ditata dengan model beach wave, dikasih highlight cokelat tipis. Hasilnya bikin dia keliatan makin fresh.

“Kak, aku kayak idol K-pop sekarang. Hahaha,” kata Arumi sambil berkaca.

Lili manggut puas. “Aku bilang apa? Cantikmu tuh asli, tinggal dipoles dikit.”

Kuku Arumi juga diperhalus, dikasih nail art simple tapi classy.

Arumi dalam hati bergumam: Ini lebih baik daripada kamboja…

Sambil nunggu cat kuku kering, mereka lanjut ngobrol.

“Arum,” kata Lili tiba-tiba serius. “Jangan gampang percaya sama semua orang di sana. Dunia ini keras. Banyak yang keliatannya baik, padahal…”

“Padahal nusuk dari belakang?” potong Arumi cepat.

Lili ngakak. “Iya, kayak drama. Jadi kamu harus pinter jaga diri.”

Arumi menghela napas. “Kak, aku sebenernya masih kaget. Kayak… hidupku berubah drastis. Kemarin masih nangis pengen kabur, sekarang bisa belanja di mall kayak gini.”

Lili menepuk bahunya. “Welcome to the game, sis. Dunia kita penuh paradoks. Satu sisi glamor, sisi lain gelap banget.”

Arumi terdiam, matanya menerawang. “Aku takut kebablasan, kak.”

“Takut wajar. Yang penting jangan sampe lupa siapa dirimu.”

Arumi senyum tipis. “Makasih kak, kamu baik banget.”

Setelah puas belanja dan perawatan, mereka balik naik taxi online. Tas belanjaan numpuk di pangkuan.

Arumi bersandar sambil merem. “Kak, hari ini capek tapi bahagia.”

Lili senyum. “Hahaha, selamat datang di fase candu.”

Arumi nyeletuk sambil ngakak. “Candu skincare, candu belanja, bukan candu cowok ya kak.”

Mereka berdua ngakak bareng, bikin driver taxi ikutan senyum.

Sesampainya di base, beberapa LC lain langsung melirik iri lihat barang belanjaan mereka. Tapi Arumi cuek, dia lebih sibuk ngelus rambut barunya.

Arumi tiduran di ranjang, tangannya sibuk ngelus wajahnya sendiri yang udah di-makeover.

“Aku cantik banget… sumpah ini bukan aku yang dulu,” gumamnya.

Dia lalu buka laci, lihat tumpukan dolar. Senyumnya pelan-pelan hilang.

“Tapi… dosa juga makin numpuk ya, Tuhan?” bisiknya pelan.

Arumi menutup laci lagi, memeluk bantal, dan menatap langit-langit kamar. Perasaan campur aduk: antara senang, takut, dan bingung dengan arah hidupnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • LC PERAWAN MILIK CEO   5 Tahun Kemudian

    Malam itu, langit di atas kota tampak penuh cahaya neon. Gedung-gedung tinggi berdiri kokoh, tapi di balik gemerlap itu, ada sisi gelap yang masih sama—tempat yang dulu jadi mimpi buruk Arumi.Arumi berjalan pelan di koridor sempit club itu, rambutnya dikuncir seadanya, bibirnya pucat. Lima tahun telah berlalu sejak malam ketika Lili meninggal di pelukannya. Lima tahun sejak tubuhnya dipaksa kembali ke tempat yang ingin dia tinggalkan selamanya.Kini, dia cuma bayangan dari dirinya yang dulu. Hatinya kosong, langkahnya berat, dan setiap malam, dia cuma berharap satu hal: semoga suatu hari bisa bebas.Flashback lima tahun lalu...Ketika mobil pengantin Dayandra meninggalkannya di depan rumah mewah itu, Arumi berlari mengejarnya, tapi langkahnya goyah, napasnya sesak.Belum sempat ia sadar, suara langkah kaki cepat terdengar dari belakang.“Arumi!” teriak seseorang.Dia menoleh, dan matanya membesar. Anak buah Bunga—dua orang pria berjas hitam—berlari mendekat.“Tidak… tidak! Lepaskan a

  • LC PERAWAN MILIK CEO   Pernikahan Dayandra

    Langit masih gelap keunguan saat Arumi bangun dari bangku batu tempat dia tertidur semalaman. Angin pagi menusuk kulitnya, dingin sampai ke tulang. Matanya sembab, rambutnya berantakan, tapi tatapannya teguh—ada satu tujuan di pikirannya: Dayandra.Dia memanggil bajaj yang lewat, dan dengan suara serak, berkata pelan,“Ke rumah sakit, Mas.”Sepanjang perjalanan, Arumi menggenggam ujung jaket lusuhnya erat-erat. Di pikirannya cuma ada wajah Dayandra—lelaki yang pernah melindunginya mati-matian dari Bunga dan Corla, yang bilang dia gak peduli dengan masa lalu Arumi. Lelaki yang sekarang mungkin masih terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit.Tapi begitu sampai di rumah sakit, kabar yang dia terima justru bikin jantungnya berhenti sesaat.“Pasien atas nama Dayandra?” tanya Arumi dengan napas bergetar.Suster di meja resepsionis membuka data pasien di komputer. “Oh, Pak Dayandra sudah keluar dari ICU setengah lalu. Sekarang sudah pulih total, bahkan sudah tidak dirawat di sini lagi.”

  • LC PERAWAN MILIK CEO   Kak Lili!! Hikss!!!

    1 Bulan Kemudian.Sudah sebulan berlalu sejak malam itu—sebulan sejak Lili dan Arumi berjanji buat cari jalan keluar dari neraka bernama club itu.Setiap hari rasanya seperti berlari di dalam lingkaran setan. Musik yang sama, tawa palsu yang sama, dan tatapan para pengawas yang selalu curiga setiap kali Lili dan Arumi bisik-bisik.Tapi Lili gak pernah berhenti berusaha.Setiap malam, dia pura-pura ramah sama pengawal pintu belakang, pura-pura manis ke bartender supaya bisa dapetin info tentang jadwal Bunga dan anak buahnya. Semua ia lakuin demi satu hal: kabur.Namun, Bunga bukan orang bodoh. Sejak terakhir kali ia curiga, penjagaan makin ketat. Dua bodyguard baru ditambah di pintu keluar, kamera pengawas dipasang di setiap lorong, dan semua LC harus lapor kalau mau keluar ruangan.Arumi makin tertekan. Kadang ia cuma duduk di kamar sempitnya, menatap dinding kosong sambil nangis tanpa suara.“Aku capek, Kak,” ucapnya lirih suatu malam. “Setiap kali aku coba percaya kita bisa keluar,

  • LC PERAWAN MILIK CEO   Om Om Buncit

    Lampu-lampu neon berkedip di langit-langit ruangan itu, berganti warna dari merah ke ungu, lalu biru, seolah gak pernah berhenti mengingatkan betapa dunia di dalam tempat itu gak pernah benar-benar tidur. Musik EDM berdentum keras dari panggung utama, dan bau alkohol bercampur parfum murah memenuhi udara.Arumi duduk di pojok ruangan, pakai dress hitam pendek yang bahkan gak ia pilih sendiri. Tatapannya kosong, wajahnya tampak letih, dan tangan mungilnya menggenggam segelas air putih yang udah lama gak ia sentuh.Sudah seminggu. Seminggu sejak Corla menyerahkan dirinya pada Bunga.Seminggu sejak dunia gelap yang dulu ia tinggalkan kembali menelannya tanpa ampun.Tapi kalau bukan karena Lili—mungkin Arumi udah hancur sepenuhnya.Lili datang di malam pertama Arumi dibawa balik ke club. Perempuan itu jauh lebih tua, tapi masih punya pesona dan ketenangan yang bikin orang merasa aman. Rambutnya panjang diikat ke belakang, dan senyum lembutnya selalu muncul di saat Arumi paling butuh.“Kau

  • LC PERAWAN MILIK CEO   Dipaksa

    Mata Arumi sembab, wajahnya pucat, dan langkahnya gemetar ketika tiba di depan bangunan yang sudah sangat ia kenal — Club Elysium, tempat yang selama ini menjadi luka terdalam dalam hidupnya. Aroma alkohol dan asap rokok menyambut begitu pintu mobil dibuka. Musik berdentum keras dari dalam, membuat jantung Arumi berdegup semakin cepat.Ia menatap Bella yang berdiri di depannya, mengenakan pakaian glamor dan lipstik merah menyala.“Kenapa kalian membawa aku ke sini lagi!?” serunya parau, tangannya mencoba melepaskan genggaman dua orang bodyguard yang memegangnya di kedua sisi.Bella hanya tersenyum tipis, penuh kemenangan.“Karena kau aset kami, Arumi. Kau tahu itu.”“Tapi Mas Dayandra sudah membayar kalian! Dia sudah menebus aku, sudah selesai!” Arumi memohon, suaranya bergetar antara marah dan ketakutan.Bella mendekat, menatap wajah Arumi dengan tatapan tajam dan sinis.“Mana dia sekarang, hah? Mana pria yang kau banggakan itu? Kau lihat? Tak ada siapa pun yang datang menyelamatkanm

  • LC PERAWAN MILIK CEO   Kembali Menjadi LC

    Mobil itu menabrak pembatas jalan dan terguling dua kali sebelum akhirnya berhenti dengan posisi miring di pinggir jalan. Kaca depan pecah, suara alarm mobil meraung keras, dan asap tipis keluar dari kap depan.Beberapa detik, semuanya hening.Arumi pingsan separuh sadar. Tubuhnya terlempar ke samping, bahunya sakit tapi nggak parah. Dia coba buka mata, pandangannya buram. Saat sadar sedikit, hal pertama yang dia lihat adalah tangan Dayandra yang masih menggenggam tangannya lemah—tapi darah menetes dari pelipisnya.“Mas…?” suara Arumi serak. Dia mengguncang bahu Dayandra pelan. “Mas Dayandra! Bangun, Mas! Tolong!”Tapi Dayandra nggak bereaksi. Matanya tertutup, napasnya lemah, kepala bersandar di kursi dengan luka yang terus berdarah.Arumi panik. “Tolong! Ada orang tolong!” teriaknya histeris dari dalam mobil. Tangannya gemetar, berusaha buka sabuk pengaman tapi susah karena tangannya juga lecet.Beberapa menit kemudian, suara sirene ambulan datang. Petugas langsung ngebuka pintu mob

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status