Kamar Arumi berantakan kayak kamar cewek yang habis unboxing Shopee haul, bedanya ini high-end semua. Lipstik berjejer kayak tentara, eyeshadow palette numpuk di atas meja, skincare berjajar rapi.
Arumi duduk bersila di lantai sambil nyoba-nyoba satu per satu. “Coba pake lipstik nude ini… hmmm, kok jadi kayak bibir kena minyak goreng. Ah, gak cocok. Ganti ah.” Dia ngedumel sendiri sambil ngaca. Tangannya sibuk ngeblend foundation, terus nyobain eyeliner. Gara-gara tangannya tremor, hasilnya malah miring. “Ya ampun! Kok jadi kayak Joker sih?” Dia ngakak sendiri, terus buru-buru hapus. Satu jam berlalu, meja rias kecil penuh printilan. Akhirnya dia capek banget. “Udah lah, ntar aja. Aku pingsan dulu.” Arumi tiduran di kasur, mukanya masih ada sisa foundation belang-belang, tapi dia udah ketiduran saking capeknya. ⸻ Jam dinding nunjukin pukul 7 malam. Alarm HP bunyi kenceng. Arumi bangun kaget, langsung cuci muka buru-buru. Setelah mandi, dia keluar kamar mandi dengan dress navy yang baru aja dia beli. Punggungnya terbuka, belahan paha kelihatan. Dia muter sekali di depan kaca. “Cantik banget aku sumpah… tapi kok tetep deg-degan sih? Duh, aku pengen pulang. Aku kangen rumah,” gumamnya sambil gigit bibir. Tok-tok. Pintu diketuk. “Arumi, ayo siap-siap!” suara Lili terdengar. Arumi buka pintu, Lili langsung terpana. “Astaga, kamu cantik banget malam ini.” Arumi nyengir, “Kamu juga glowing banget kak.” Mereka berdua jalan bareng keluar dari room. Belum jauh, Bunga muncul dengan high heels klik-klak di lantai. “Arumi,” panggilnya singkat. Arumi meneguk ludah. “Iya, kak Bunga?” “Room VIP 003. Cepat.” Jantung Arumi langsung deg-degan. Kali ini dia gak melawan, gak coba kabur. Dia ikut aja dibawa masuk. Begitu pintu ruangan dibuka, aroma rokok nyengat banget menusuk hidungnya. Lampu redup, musik pelan mengalun. “Duduklah di sini, cantik,” suara seorang pria terdengar. Arumi melirik ke arah sofa. Matanya langsung melebar. Pria itu tua banget, wajahnya penuh keriput, rambutnya memutih, usianya jelas setara ayahnya. Kenapa harus yang tua sih? Arumi bergumam dalam hati. Badannya kaku, tangannya gemetar. Pria tua itu langsung maju agresif. Tangannya berusaha meraih Arumi. “Jangan sentuh aku!” Arumi berteriak tegas. Pria itu mendengus marah. “Kau! Tidak tahu diri! Aku sudah bayar mahal untukmu!” “Hentikan! Tugas aku cuma nemenin ngobrol, bukan yang aneh-aneh!” Tapi pria itu makin nekat. Dia tarik lengan Arumi, wajahnya mendekat mau mencium. Arumi jijik setengah mati. Dengan refleks, dia gigit tangan pria itu sekuat tenaga. “ARGHH!!!” pria itu menjerit. Arumi langsung kabur, high heels-nya bunyi terburu-buru. “Tolong!!!” teriak Arumi panik. Dia lari di lorong, sampai akhirnya… BRUKK!! Dia nabrak seseorang. “Aww!” Arumi jatuh terduduk. Saat mendongak, matanya langsung berbinar. “Om? Om! Tolong aku!!” suaranya penuh ketakutan. Pria tampan itu — pria yang semalam bersamanya — menatap heran. Sebelum dia sempat bertanya, pria tua itu sudah muncul dengan wajah merah padam. “Kau mau kemana hah?!” teriaknya. Arumi langsung sembunyi di belakang pria tampan itu. Tangannya gemetar, matanya berkaca-kaca. “Kau pergilah! Dia milikku!” bentak pria tua. Pria tampan itu tenang banget. Dia keluarin sebuah kartu nama dari jasnya, nunjukkin ke pria tua. Begitu baca kartu itu, wajah pria tua langsung pucat. Dia terdiam, ngedumel, lalu buru-buru pergi tanpa banyak kata. “Tidak perlu takut. Dia sudah pergi,” ucap pria tampan itu lembut. Arumi langsung pecah tangisannya. “Aku mau pulang… aku takut. Wajahnya itu… bikin aku trauma,” ucapnya sambil spontan memeluk pria itu erat-erat. Pria itu kaku sejenak, lalu menepuk punggung Arumi pelan. ⸻ Beberapa menit kemudian, mereka sudah ada di dalam room pria tampan itu. Ruangannya jauh lebih wangi, gak ada bau rokok. Musiknya lebih pelan, suasananya tenang. Arumi duduk sambil usap air matanya. “Jadi… tadi tuh aku harusnya nemanin kamu? Cuma aku telat?” Pria itu menatapnya lekat-lekat. “Iya. Dan karena kau telat, kau malah nyasar ke orang lain.” Arumi menggigit bibirnya. “Yah, aku minta maaf. Aku juga… aku udah salah kemarin.” “Kau sudah mencuri uang saya, bukan?” tanyanya sambil menaikkan satu alis. Arumi kaget. “Ah? Maaf… aku… aku minta maaf beneran.” Pria itu malah tersenyum kecil, kayak geli sendiri lihat Arumi panik. “Saya Dayandra. Kemarin lupa memperkenalkan diri.” Arumi melotot sebentar, lalu nyengir canggung. “Nama kamu bagus juga. Hmm… kerjaan kamu apa? Jangan-jangan sopir truk? Soalnya di kampungku, yang kaya biasanya sopir truk.” Dayandra kaget setengah mati. “Sopir truk?! Setampan ini, kau kira saya sopir truk?” Arumi nyengir jahil. “Ya terus apa? Malu ngakuin ya?” Dayandra hanya geleng-geleng. “Kau akan tahu nanti.” Hening sebentar. Lalu Dayandra menatap serius. “Arumi, kau mau keluar dari sini?” Arumi langsung mengangguk cepat. “Iya. Aku gak mau di sini. Aku takut. Ini bukan dunia aku.” Dayandra menghela napas. “Baiklah. Saya bisa bantu kau keluar. Tapi ada satu syarat.” Arumi mengerutkan dahi. “Syarat apa?” “Kau harus jadi istri saya.” “Hah?!!” Arumi refleks berdiri. “Kamu ngajak nikah aku??” Dayandra santai. “Tapi… hanya pernikahan kontrak. Satu tahun saja.” Arumi melongo. “Pernikahan kontrak? Maksudnya apa? Aku gak paham.” Dayandra akhirnya jelasin panjang lebar: pernikahan kontrak itu cuma formalitas, buat kebutuhan bisnisnya, biar dia gak digangguin gosip, biar keluarganya tenang. Setelah setahun selesai, mereka pisah, tapi Arumi dapat kompensasi besar: rumah, mobil, uang. Arumi geleng-geleng. “Kenapa harus aku? Banyak cewek lain di luar sana.” “Karena kau berbeda. Kau tengil, polos, tapi juga berani. Itu yang saya butuhkan,” jawab Dayandra serius. Arumi menggigit bibir. “Tapi… aku takut. Aku gak ngerti beginian.” Dayandra menatapnya lembut. “Tenang saja. Apa pun yang kau minta, akan saya penuhi. Dan setelah kontrak selesai, hidupmu akan jauh lebih baik.” Arumi masih ragu. “Kamu serius?” Dayandra mengangguk mantap. “Ya. Saya serius.” Arumi terdiam lama. Matanya menerawang, hatinya bergejolak. Hidupnya yang penuh ketakutan mungkin bisa berubah kalau tawaran ini dia terima. Tapi… konsekuensinya besar.Langit pagi itu cerah, tapi hati Arumi udah kayak roller coaster. Tangannya dingin, bibirnya kering, jantungnya deg-degan nggak karuan. Hari ini dia resmi jadi… istri orang.Yes, istri Dayandra. Si pria misterius yang kemarin nolongin dia dari gudang kumuh itu.Suasana akad pernikahan sederhana berlangsung di ruangan hotel mewah, tanpa keluarga, tanpa pesta besar. Cuma penghulu, dua saksi, Dayandra, dan Arumi.“Dengan mas kawin sejumlah uang dolar dan cincin emas, tunai.” Suara penghulu terdengar jelas.Dayandra dengan mantap menyambut, “Saya terima nikahnya Arumi dengan mas kawin tersebut, tunai.”Arumi cuma bisa menunduk. Tangannya digenggam Dayandra, lalu cincin melingkar di jari manisnya.“Udah sah,” ucap penghulu.Arumi refleks ngedongak. Sah? Jadi aku beneran istri orang sekarang?Dayandra tersenyum tipis lalu mengecup kening Arumi. “Mulai sekarang, kamu resmi jadi istriku.”Arumi langsung menutup wajah dengan telapak tangan. “Ya Tuhan, jantung ku… sumpah deg-degan parah.”Para
Arumi sudah nggak kuat. Nafasnya pendek-pendek, keringat dingin membasahi pelipisnya. Di dalam ruangan kumuh itu, udara kayak ditelan semua tikus dan kecoak. Matanya mulai kabur, tubuhnya goyah.Aku mau pingsan… aku nggak sanggup lagi…Dan tepat saat itu, pintu brak! terbuka.“ARUMI!” suara berat dan tegas itu menggema.Tubuhnya nyaris jatuh ke lantai, tapi sebelum sempat menyentuh dinginnya ubin, sepasang lengan kokoh menangkapnya. Dayandra.“Tenang, gue ada di sini,” ucap Dayandra, nada suaranya tajam sekaligus penuh kepastian.Arumi nggak bisa jawab. Dia cuma nempel lemah di dada bidang pria itu, matanya setengah terpejam.Dayandra langsung gendong Arumi keluar. Semua LC di lorong club pada heboh ngintip. Ada yang bisik-bisik, ada yang rekam pake HP, ada juga yang pasang muka kepo maksimal.“Eh itu Dayandra bawa Arumi.”“Gila sih, kayak drama Korea live.”“Cieeee Arumi digendong sugar daddy!”Arumi cuma bisa meringkuk. Dadanya masih sesak, tapi ada rasa aman aneh saat dipeluk erat
Untuk kedua kalinya Arumi injak mall, vibe-nya udah beda. Kalau dulu matanya clingak-clinguk kayak anak desa baru pertama kali ke kota, kali ini dia udah lebih kalem.“Aku nggak boleh keliatan norak lagi,” gumamnya sambil jalan di belakang Lili.Mereka masuk ke toko iPhone. Lampu terang, kaca kinclong, display iPhone terbaru berjajar kayak permata. Lili langsung nyamperin staf toko, dengan gaya percaya diri.“Mas, yang iPhone 16 Pro Max ada nggak?” tanya Lili dengan suara centil.Arumi cuma ngikutin, tangannya masuk kantong. “Yaampun, mahal banget ya,” ucapnya lirih, bahkan nggak berani nyentuh. Layarnya aja udah kayak kaca aquarium.Lili sibuk nego-nego, Arumi mulai gelisah. Perutnya mulas, tanda kebelet pipis. “Kak, aku ke toilet bentar ya.”“Yaudah, jangan lama-lama,” jawab Lili cuek, sibuk sama staf toko.Arumi buru-buru jalan, high heels-nya bunyi tok tok tok. Baru aja mau masuk toilet, pandangannya ketangkap sesuatu.Seorang nenek tergeletak di lantai koridor dekat pintu toilet.
Lalu Dayandra menatap Arumi.”Mari kita bersenang-senang malam ini!!!”Ruang karaoke VIP malam itu penuh asap rokok, lampu neon kedap-kedip bikin suasana makin absurd. Dayandra, dengan dasi sudah melorot, memegang mic kayak penyanyi rock tapi suaranya… ampun dah.“Jadi aku tiiiidak bisaaaa tanpa diriiimuuu…”Arumi langsung nutup telinganya pakai dua tangan. “Astaga, Om! Please, itu suara atau alarm kebakaran?!”Dayandra nggak nyadar, sudah setengah mabuk, goyang kanan-kiri sambil teriak. “Yeeeahhh, semua ikut nyanyiii!”“Om, stop! Kupingku bisa meledak nih.” Arumi meringis, tapi malah ngakak kecil liat gaya noraknya Dayandra.Tiba-tiba lagu berhenti. Dayandra nyodorin tangan. “Ayo kita joget.”“Hah? Joget?”Tanpa nunggu jawaban, Dayandra narik tangan Arumi. “Come on, TikTok dance style!”Arumi mendengus. “Yaudah, siap-siap kaget ya, Om.” Ia langsung nge-dance ala-ala TikTok: goyang pinggul, gerakan tangan viral, ditambah ekspresi kocak.Dayandra bengong sebentar, lalu malah ikutan. “Gi
*** Pagi itu kamar Arumi masih terasa pengap. Udara dari AC yang bocor di pojokan sama sekali nggak bikin lega. Ia bolak-balik di atas kasur tipisnya, rambut awut-awutan, tatapannya kosong menatap plafon. “Nikah kontrak? Terima nggak yah?” gumamnya pelan. “Tapi aku kan nggak mau nikah muda. Tapi… daripada tinggal di neraka ini?” Ia menggulingkan badannya ke kanan, lalu ke kiri, lalu tengkurap, lalu tiba-tiba manjat tembok seakan lagi cosplay cicak. Tangannya nempel ke dinding, wajahnya meringis penuh drama. “Duh pusing banget! Kenapa hidup aku jadi kayak sinetron FTV tengah malam sih?” Arumi menggaruk kepalanya sendiri. Tiba-tiba pintu kamarnya kebuka. Lili masuk dengan santai, sambil ngemil snack ciki yang entah dapet dari mana. Matanya langsung melebar begitu liat Arumi lagi nempel kayak cicak. “Arumi… Kau? Kau kenapa?” Lili ngakak sampai hampir keselek ciki. “Astaga, ini cosplay apa? Cosplay wall gecko edition?” Arumi langsung loncat turun, wajahnya manyun. “Kak, aku bingun
Kamar Arumi berantakan kayak kamar cewek yang habis unboxing Shopee haul, bedanya ini high-end semua. Lipstik berjejer kayak tentara, eyeshadow palette numpuk di atas meja, skincare berjajar rapi.Arumi duduk bersila di lantai sambil nyoba-nyoba satu per satu.“Coba pake lipstik nude ini… hmmm, kok jadi kayak bibir kena minyak goreng. Ah, gak cocok. Ganti ah.” Dia ngedumel sendiri sambil ngaca.Tangannya sibuk ngeblend foundation, terus nyobain eyeliner. Gara-gara tangannya tremor, hasilnya malah miring. “Ya ampun! Kok jadi kayak Joker sih?”Dia ngakak sendiri, terus buru-buru hapus.Satu jam berlalu, meja rias kecil penuh printilan. Akhirnya dia capek banget. “Udah lah, ntar aja. Aku pingsan dulu.”Arumi tiduran di kasur, mukanya masih ada sisa foundation belang-belang, tapi dia udah ketiduran saking capeknya.⸻Jam dinding nunjukin pukul 7 malam. Alarm HP bunyi kenceng. Arumi bangun kaget, langsung cuci muka buru-buru.Setelah mandi, dia keluar kamar mandi dengan dress navy yang bar