Alaska dan Biru tidur saling berpelukan di sofa, padahal ada kamar lain di sana tapi mereka malah tidur di sofa.Senja tersenyum melihat ayah dan anak itu, kelihatan sekali Biru itu Alaska versi sachet. Semua milik Alaska turun pada Biru.“Biru pasti ngerti kalau nanti nggak tinggal sama ayahnya lagi,” gumam Senja.Ada perih di hatinya saat mengatakan itu. Keputusan yang diambil Senja berubah-ubah karena kondisi di sekelilingnya pun sekarang sudah tidak terkendali.Kembali bersama Alaska dan membangun keluarga kecil bahagia dikubur dalam-dalam oleh Senja. Ia merasa terbiasa hidup bersama Biru, maka yakin tidak akan ada masalah jika mereka kembali hidup berdua tanpa ada Alaska di tengah-tengah mereka.Sudut mata wanita itu basah, entah berapa kali ia menangis dalam satu hari itu. perasaannya sulit dijabarkan, seperti ada batu besar menghimpit dadanya saat ada di posisi ini.“Sayang, kamu kenapa?”Senja tersentak, buru-buru mengusap matanya yang basah. Ia sampai tidak menyadari kalau Al
“Aku yang salah karena rebut kamu dari dia, Mas.” Senja menunduk dengan air mata menggenang.Alaska menarik napas dalam-dalam, menenangkan dirinya yang mulai diliputi amarah. Ia meraih kedua bahu Senja, menatapnya dengan penuh kesungguhan.“Kamu nggak salah, ini memang takdir kita buat bersama. Kamu yang lebih dulu jadi istriku, kamu lebih berhak daripada Mona. Apalagi aku dan dia udah pisah.”Senja masih membisu. Alaska menarik dagu istrinya hingga mendongak dan mata mereka bertemu pandang.“Dengar aku, Sayang. Aku nggak akan biarkan Mona atau siapapun menyakiti kamu, apalagi Biru. Dia anak kita, tanggungjawab kita. Aku nggak akan kabur hanya karena ancaman seperti ini. Kalau mereka berani macam-macam, aku yang akan menghadapi mereka. Kamu percaya sama aku, kan?”Senja tidak langsung menjawab. Air matanya mengalir tanpa henti. Ketakutannya begitu besar hingga logikanya terasa kabur. Namun tatapan tegas Alaska mulai membangkitkan keyakinan yang hampir hilang. Ia mengangguk pelan.“Mas
“Pak Sena.”Deg. Suara itu. Aku seperti mengenalnya.Aku langsung berbalik dan saat itu juga merasakan dunia seolah berhenti berputar. Tubuh ini membeku dan lidah mendadak kelu.Dia juga tampak kaget dengan mata membulat sempurna. “Mas ... Aska.” Suaranya begitu lirih namun masih bisa kudengar.“Senja.”Dadaku bergemuruh saat menatapnya. Setelah lima tahun berlalu, baru kali ini aku bertemu dengannya. Dulu aku meninggalkannya setelah satu bulan menikah. Niatku memang hanya mencari kepuasan namun Senja bukan wanita yang mau disentuh tanpa ikatan. Tidak seperti wanita yang sebelumnya pernah kudekati.Maka dari itu aku menikahinya di bawah tangan, hanya sebagai syarat saja. Aku tidak akan tenang sebelum mendapatkannya. Setelah urusanku di tempat itu selesai, aku pulang tanpa beban, tidak peduli seperti apa kehidupan Senja berlanjut.Tidak menyangka sekarang dipertemukan lagi dan di tempat seperti ini.Tapi kenapa dia bekerja seperti ini? Aku tahu Senja bukan wanita yang suka berada di te
“Sudahlah, tidak usah dibahas yang tak ada.”“Tapi aku benar-benar mengirimkan uang setiap bulan untukmu, Senja.” Aku mencoba meyakinkan. “Aku bahkan ada bukti transfernya.”Kemana perginya uang yang selalu kukirim, seharusnya Senja tidak perlu bekerja karena uang dariku pasti sangat cukup untuk menopang hidup wanita itu dan juga ibunya.Sepertinya aku harus menanyakannya pada Rini. Dulu aku dapat nomor rekening dari sahabatnya Senja itu. Kalau bukan bertanya padanya aku pasti tidak akan dapat apa-apa. Aku percaya karena Rini dan Senja sahabat dekat.“Mohon maaf, Pak. Di sini saya bekerja jadi saya tidak mau membahas hal yang di luar pekerjaan.” Senja tak memberi kesempatan aku menjelaskan.Pesanan sudah datang. Aku melirik Senja penuh curiga.“Apa? Saya tidak akan mungkin meracuni Anda, Pak. Bisa-bisa saya dipenjara dan an-” Senja menggigit bibir untuk menghentikan ucapannya.“An apa?” Sebelah alisku terangkat.“Tidak. Silakan dimakan, kalau dingin tidak enak.” Senja memaksakan senyu
Tak sabar meraup bibir merah itu. Aku bahkan masih ingat lembutnya benda kenyal itu saat dulu pertama kali menyentuhnya.“To-”Kubungkam bibirnya tanpa berpikir lagi.Hangat napasnya membuatku semakin menggila, mencecap habis bibirnya. Aku tidak yakin hanya sekedar ciuman apalagi Senja seperti pasrah.Dering ponsel menyentak. Kesadaran Senja kembali, wanita itu buru-buru mendorongku menjauh dan langsung berdiri.“Sialan!” Aku mengumpat namun tetap menerima panggilan itu.Mama menelepon dan menyuruhku pulang, pasti ini ulah Mona. Dia sepertinya tidak bisa membuatku tenang sehari saja.“Sen-”Plak. Sebuah tamparan mendarat di pipi membuatku membeku beberapa saat.Kulihat mata Senja basah, rahangnya mengeras.“Anda mungkin bisa menyewa saya untuk menemani. Tapi saya tidak terima perlakuan Anda yang lancang ini, Pak Sena.” Matanya berkilat.“Senja, aku tidak bermaksud untuk ... aku hanya terbawa suasana.”Kedua tangannya mengepal. “Tolong hargai prinsip saya, Pak. Saya tidak mau ada sentu
Semalaman aku tidak bisa tidur karena Senja bilang akan bertemu calon mertuanya. Aku tidak bisa terima itu, dia masih istriku. Tidak akan kubiarkan siapapun memilikinya.Dan hari ini saat aku pulang dari kantor benar-benar terkejut melihat Senja ada di rumahku.Kenapa dia bisa tahu aku tinggal di sini? Ada orang tuaku dan juga adikku. Sempat berpikir Senja sudah menceritakan semuanya.“Baby, ini abangku. Bang Al, Alaska Nawasena.” Danes memperkenalkanku pada Senja.Baby? Jangan bilang calon mertua yang Senja maksud itu orang tuaku dan pacaranya ... adikku sendiri.Aku tidak bisa bicara apa-apa. Membongkar semuanya sekarang sangat beresiko, kalau saja Mona tahu maka Senja yang akan diusik nantinya. Aku tidak mau Senja kenapa-napa.Sepertinya aku harus bicara lebih dulu pada Senja setelah itu mengakui semuanya pada orang tuaku untuk membatalkan pernikahan dengan Mona.Kutinggalkan ruangan itu tanpa bicara apapun. Perasaan ini tak karuan.Bagaimana mungkin Senja bisa berpacaran dengan ad
Suara Mama terdengar dari dalam membuatku dan Senja sama-sama mematung.Senja buru-buru menetralkan ekspresi wajahnya. Dia sepertinya masih ingin menyembunyikan fakta tentang kami di depan mama.“Kenapa datang nggak bilang-bilang, Nak?” Mama tersenyum hangat pada Senja.Dari dulu Mama memang selalu menyuruhku dan juga Danes untuk buru-buru menikah.“Ada acara ya, Tante? Kalau begitu saya pulang saja, kesini hanya memberikan kado dan kue untuk, Tante.”“Ya ampun, kenapa kamu repot-repot. Senang banget Tante dapat hadiah dari calon menantu. Jadi nggak sabar kamu dan Danes menikah, sayang.”Dadaku bergemuruh, aku tidak terima itu. “Senja tidak akan menikah dengan Danes!” kataku dengan tegas tanpa ragu.Senja terbelalak sedangkan Mama tampak tidak mengerti dengan apa yang kukatakan.“Apa maksud kamu?” Mama bertanya dengan kening mengernyit.“Senja ini istriku, Ma. Aku menikahinya lima tahun lalu.”Aku tidak mau menyembunyikan lagi, tidak peduli apa yang terjadi padaku nanti. Tapi akan kup
POV Senja“Pak Sena.” Kupanggil lelaki bertubuh tinggi yang berdiri membelakangi.Dia berbalik dan saat itu juga tubuh ini langsung membeku. Dunia seperti runtuh di atas kepala.Dada ini bergemuruh mendengarnya memanggil. Suara lembutnya yang pernah kurindukan begitu menyayat hati.Kejadian 5 tahun lalu berputar dalam kepala saat dia meninggalkanku setelah sebulan menikah, tanpa alasan.‘Tidak Senja, jangan mundur. Kalau kamu lari, sama saja kamu kalah dari dia. Buktikan tanpanya kamu masih baik-baik saja.’Sekuat tenaga aku menahan diri agar tidak menangis di hadapannya meski rasanya desakan air mata ini sulit ditahan.Kaget dan malu bercampur satu, masalahnya profesiku ini yang membuat malu. Menjadi seorang LC, memang halal karena aku tidak menjual diri tapi selalu dipandang sebelah mata oleh orang lain.Aku pun terpaksa karena putraku Baskara Biru Jagat, mengalami penyakit jantung bawaan dan itu dari ayahnya.“Maaf membuat Anda menunggu lama, Pak.” Dengan susah payah kulempar senyu
“Aku yang salah karena rebut kamu dari dia, Mas.” Senja menunduk dengan air mata menggenang.Alaska menarik napas dalam-dalam, menenangkan dirinya yang mulai diliputi amarah. Ia meraih kedua bahu Senja, menatapnya dengan penuh kesungguhan.“Kamu nggak salah, ini memang takdir kita buat bersama. Kamu yang lebih dulu jadi istriku, kamu lebih berhak daripada Mona. Apalagi aku dan dia udah pisah.”Senja masih membisu. Alaska menarik dagu istrinya hingga mendongak dan mata mereka bertemu pandang.“Dengar aku, Sayang. Aku nggak akan biarkan Mona atau siapapun menyakiti kamu, apalagi Biru. Dia anak kita, tanggungjawab kita. Aku nggak akan kabur hanya karena ancaman seperti ini. Kalau mereka berani macam-macam, aku yang akan menghadapi mereka. Kamu percaya sama aku, kan?”Senja tidak langsung menjawab. Air matanya mengalir tanpa henti. Ketakutannya begitu besar hingga logikanya terasa kabur. Namun tatapan tegas Alaska mulai membangkitkan keyakinan yang hampir hilang. Ia mengangguk pelan.“Mas
Alaska dan Biru tidur saling berpelukan di sofa, padahal ada kamar lain di sana tapi mereka malah tidur di sofa.Senja tersenyum melihat ayah dan anak itu, kelihatan sekali Biru itu Alaska versi sachet. Semua milik Alaska turun pada Biru.“Biru pasti ngerti kalau nanti nggak tinggal sama ayahnya lagi,” gumam Senja.Ada perih di hatinya saat mengatakan itu. Keputusan yang diambil Senja berubah-ubah karena kondisi di sekelilingnya pun sekarang sudah tidak terkendali.Kembali bersama Alaska dan membangun keluarga kecil bahagia dikubur dalam-dalam oleh Senja. Ia merasa terbiasa hidup bersama Biru, maka yakin tidak akan ada masalah jika mereka kembali hidup berdua tanpa ada Alaska di tengah-tengah mereka.Sudut mata wanita itu basah, entah berapa kali ia menangis dalam satu hari itu. perasaannya sulit dijabarkan, seperti ada batu besar menghimpit dadanya saat ada di posisi ini.“Sayang, kamu kenapa?”Senja tersentak, buru-buru mengusap matanya yang basah. Ia sampai tidak menyadari kalau Al
“Kepala aku sakit,” keluh Senja, sengaja untuk tidak memperpanjang pembicaraan.“Ya sudah, kamu istirahat ya. Maaf harusnya aku nggak ajak kamu ngobrol dulu.”Senja tidak mau semuanya semakin rumit. Kehadirannya bisa membuat sebuah keluarga hancur, jadi Senja memilih untuk bungkam. Biar ia simpan sendiri kejadian yang hampir merenggut kehormatannya. Ia bersyukur Danes tidak sampai menidurinya. Kalau itu terjadi, Senja tidak akan bisa memaafkan lelaki itu.Senja bahkan tidak tahu kalau Danes seperti itu orangnya.Ibu muda itu berbaring namun matanya tidak terpejam, menatap langit-langit kamar rawatnya dengan sorot tak terbaca. Tidak berniat kembali memulai obrolan meski dengan topik yang beda.“Biru di jalan kesini,” ucap Alaska setelah melihat ponselnya.“Ya.” Senja hanya menjawab singkat, ia akan tenang kalau sudah bersama dengan anaknya.Ancaman yang dirasakan saat ini ada dari dua sisi, Danes dan Mona. Tidak masalah kalau ia yang jadi sasaran tapi kalau Biru, Senja tidak akan tingg
Lelaki itu menyambar kemeja yang tadi dilemparnya untuk menutupi bagian tubuh Senja. Tidak peduli dirinya sendiri telanjang dada.Perasaannya campur aduk, rasa bersalah menggelayut di hati. Ia merasa menyesal karena sudah dikuasai amarah sampai tidak bisa berpikir jernih.Beberapa orang yang ada di sana memandangi penuh tanya karena kondisi Senja terlihat mencurigakan. Salah satu dari mereka ada yang diam-diam merekam.“Itu kok perempuannya kayak yang mau bunuh diri ya?” celetuk wanita bertubuh gempal dengan rasa penasaran tinggi.“Iya, soalnya pergelangan tangannya berdarah.” Temannya menyahuti.“Mungkin mau dilecehkan kali.”Mereka asyik mengobrol sambil menatap mobil Danes yang kini sudah tidak terlihat.Hanya berselang beberapa menit Alaska datang, lelaki itu langsung menghampiri resepsionis dan memperlihatkan foto Senja.“Mbak, apa pernah lihat perempuan ini? Dia istri saya.”Wanita berseragam itu terbelalak. “Mbak ini yang tadi, Pak.”“Lihat dia kemana?”“Sepertinya dibawa ke ru
Alaska mengabaikan pesan itu, ia tahu Mona hanya sengaja untuk memperkeruh suasana. Alaska tidak mau sampai terpancing dan membuat segalanya semakin rumit.“Ayah.” Biru memanggil sambil berlari menghampiri sang ayah yang tampak kalut.Alaska mencoba untuk tetap tersenyum. “Halo, Jagoan.” Ia menunduk untuk mengangkat Biru.“Ayah, jadi jalan-jalan ‘kan? Ayah ndak sibuk ‘kan?” Anak itu terus saja berceloteh.“Biru mau ke mana?”“Jalan-jalan sama ayah sama ibu,” jawabnya dengan mata berbinar.Alaska tak kuasa menolak tapi ia juga harus mencari tahu keberadaan Senja, ia tidak mau sampai wanita itu terluka. Ia tidak bisa bayangkan saat Senja membongkar semuanya pada Danes dan lelaki itu tidak terima.“Kenapa juga dia tiba-tiba pulang,” gumam Alaska.Sebenarnya Alaska sudah curiga kalau semua ini ada hubungannya dengan Mona karena Danes tidak akan mungkin tiba-tiba pulang tanpa ada yang memberitahu sesuatu padanya.“Ayah.” Biru menepuk pipi ayahnya membuat lelaki itu tersadar.“Eh, iya. Kita
Tanpa aba-aba Danes membopong tubuh Senja.“Dan, turunin aku.” Senja meronta namun kekuatannya tak ada apa-apanya dibandingkan Danes.“Nggak. Kamu nggak aman meskipun di rumah orang tua aku, kamu aman kalau ada di sekitar aku.”“Aku bisa jaga diri aku sendiri, kamu nggak usah-”“Diem, Senja.” Danes melangkah meninggalkan taman tak peduli dengan protes yang dilakukan Senja. “Kamu harus jelasin semuanya, termasuk soal kondisi kamu ini.”“Iya, aku jelasin tapi turunin dulu. Kamu mau bawa aku kemana?” tanya Senja saat mereka sudah keluar dari dalam rumah.“Pokoknya kamu ikut saja, kamu aman sama aku.”Biru sudah kembali bermain, ia tidak melihat sang ibu yang dibawa paksa oleh Danes.Orang-orang disana pun tidak berani menegur apalagi yang bertingkah anak majikan mereka. Mereka tahu betul seperti apa watak Danes.“Kita bisa bicara di sini ‘kan? Nggak usah di tempat lain.”“Nggak.”Danes menutup pintu mobil dengan kencang.Senja yang merasa harus bicara dengan Danes pun akhirnya pasrah, ia
Kondisi kaki Senja masih belum sembuh benar tidak bisa banyak bergerak bahkan untuk memiringkan badannya pun ia tidak bisa. Wanita itu hanya tidur terlentang sambil memeluk Biru.Sedangkan Alaska di sampingnya tidur miring menghadap Senja. Ia bahkan tak rela memejamkan mata karena pemandangan di depannya sayang untuk dilewatkan.Senja tak bisa menolak kalau itu permintaan Biru. Namun seranjang lagi dengan lelaki yang sudah lima tahun meninggalkannya itu membuat perasaan Senja tak karuan. Tak bisa dipungkiri kalau cinta pada Alaska masih melekat di hatinya.“Maaf. Selama ini kamu sangat menderita karena aku. Aku mohon biarkan aku menebus semuanya, jangan pergi. Kalian bagian dari hidupku,” batin Alaska menatap lekat wajah Senja dan Biru bergantian.Keduanya sudah sama-sama terlelap. Senja yang niatnya tidak akan tidur sekarang malah terlihat nyenyak karena efek obat yang diminumnya.Dibelainya lembut pipi Senja.“Aku mencintaimu,” bisik Alaska tepat di telinga Senja.Bibirnya mengecup
“Ibu ....” Biru berlari sambil menangis.Senja buru-buru bangkit dibantu oleh Alaska.“Kenapa, sayang?”“Mau jajan cilok. Tapi, tapi Opa bilang ndak boleh.” Bocah itu terisak sambil mengusap pipinya.“Tadi bukannya Biru lagi bobo ya?” Senja mengernyit heran.Biru menggeleng. “Ndak, Biru main sama Opa di taman belakang.”Senja menatap tajam suaminya yang berbohong. Sedangkan yang ditatap malah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.Alaska memang sengaja karena ingin menghabiskan waktu berdua dengan istrinya, mumpung Biru juga anteng bersama dengan opanya bermain.“Biru ndak mau lagi main sama Opa.” Anak itu naik ke atas ranjang dan memeluk sang ibu.“Nggak boleh begitu, Nak. Opa bukan larang Biru buat jajan.” Senja mengusap lembut kepala putranya.“Opa bilang ... cilok ndak sehat. Kalau makan cilok nanti ndak tinggi badanya.”Senja terkekeh geli mendengar celotehan Biru.“Opa memang begitu, dulu ayah juga sering dilarang. Nanti Biru jajan cilok sama ayah saja ya.”Cakra itu termasuk or
“Sayang, jangan bercanda. Ini nggak lucu.” Cakra menggeleng, ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh istrinya barusan.“Coba Mas lihat baik-baik wajahnya. Tapi jangan melotot begitu, Biru takut nanti.”Cakra memperhatikan dengan lekat cucunya itu, membuat ia ingat Al saat masih kecil. Namun ia masih merasa tidak bisa percaya.“Nanti Al yang jelasin semuanya.”“Nggak bisa, kalau kamu tahu. Kamu yang harus jelasin kenapa tiba-tiba Al punya anak? Bukan dengan Mona ‘kan? Siapa wanita itu?”Tidak mampu menutupi lagi, Kasih menceritakan semuanya. mengenai Alaska dan Senja. Cakra memegangi lehernya yang tiba-tiba menegang setelah mendengar semua penjelasan dari sang istri.“Aku ... nggak bisa percaya ini.” Cakra menggeleng.“Aku juga sama, Mas. Awalnya nggak percaya, tapi ... kehadiran Biru mempertegas semuanya.”“Kenapa takdir anak-anak kita serumit ini?” Lelaki tua itu mengusap wajahnya kasar.Sedangkan Kasih menghela napas lega, ia pikir suaminya akan murka tapi ternyata tidak. I