Matahari pagi mulai menyelinap masuk ke celah-celah jendela kamar, membangunkan Alaska yang masih terlelap. Ia membuka matanya perlahan dan menemukan Senja masih terbaring di sampingnya, wajahnya damai, seolah tak ingin meninggalkan tempat tidur. Rambut panjang istrinya terurai, sebagian jatuh ke wajahnya. Alaska tersenyum kecil, merasa beruntung bisa melihat pemandangan ini setiap hari.Dengan hati-hati, ia menyibakkan rambut dari wajah Senja. Namun gerakannya yang pelan tetap membuat istrinya mengerjapkan mata. Senja menatap Alaska dengan mata yang masih setengah terpejam.“Mas, udah bangun?” gumamnya, suaranya masih serak karena baru saja terbangun.“Belum. Cuma pengen lihat wajah istri aku aja,” jawab Alaska dengan senyum menggoda.Senja tertawa kecil sambil menutup wajahnya dengan bantal. “Masih pagi, Mas. Jangan gombal dulu.”Alaska menarik bantal yang menutupi wajah Senja dan mendekatkan dirinya. “Aku nggak gombal, aku cuma jujur. Kamu itu cantik banget pagi-pagi begini.”“Mas,
Alaska menghela napas panjang sebelum meraih ponselnya di atas meja. Nama "Tante Delia" terpampang jelas di layar, membuat suasana ringan tadi mendadak menjadi berat. Ia menatap istrinya sejenak, lalu memutuskan untuk berjalan menjauh ke teras rumah sebelum menjawab panggilan itu.“Hallo, Tante Delia,” ujar Alaska dengan nada datar.“Al ....” suara Delia terdengar berat, seperti menahan sesuatu. “Tante nggak tahu harus mulai dari mana. Tante tahu kamu mungkin nggak mau dengar ini, tapi tolong, dengarkan Tante dulu. Ini penting.”Alaska tetap diam, memberikan ruang agar Delia melanjutkan.“Kamu tahu ‘kan Mona anak Tante satu-satunya. Tante mohon, kalau kamu punya sedikit saja rasa hormat sama Tante, tolong bantu Mona keluar dari masalah ini.”Meski Mona bukan darah dagingnya, ketulusan dan rasa sayang Delia tidak perlu diragukan lagi. Entah sekecewa apa saat ia tahu jika anak yang selama ini dibesarkannya bukan anak kandungnya.Di depan suaminya Delia mencoba tegas atas kesalahan yang
"Maksud papa, kalau kamu tetap seperti ini, papa nggak akan bantu kamu lagi. Rumah, mobil, uang, semuanya papa ambil lagi. Kamu pikir hidup kamu akan gimana kalau papa dan mama udah lepas tangan?" Nada suara Wirya mulai tajam.Mona tersentak. "Papa serius? Papa tega ngelakuin itu ke anak papa sendiri?""Kamu udah keterlaluan, Mona. Papa selalu nutupin kesalahan kamu, selalu kasih kamu kesempatan, tapi kali ini kamu udah kelewat batas." Wirya menghela napas panjang, mencoba mengendalikan amarahnya. "Kalau kamu tetap keras kepala, jangan harap papa bisa bantu kamu keluar dari masalah ini."Mona membuang muka, giginya bergemeletuk menahan amarah. "Aku nggak percaya papa bisa sejahat ini. Semua ini salah cewek itu! Kalau dia nggak ada, hidup aku pasti baik-baik aja.""Berhenti nyalahin orang lain, Mona!" suara Wirya meninggi, membuat beberapa orang kembali melirik ke arah mereka. "Ini salah kamu sendiri! Dari dulu papa selalu ingetin, jangan main api kalau nggak mau terbakar. Sekarang kam
Setelah mendengar obrolan Alaska malam itu, Sari menjadi tidak tenang dan ia langsung mencari tahu mengenai mantan suaminya Wirya, ia benar-benar kaget karena ternyata fakta yang didapatkannya benar-benar mengejutkan.Putri yang selama ini direbut paksa darinya ternyata mantan pacar menantunya sendiri. Tidak ada yang bisa menjamin kalau Mona anaknya tapi Sari sangat yakin. Kejadian puluhan tahun lalu kembali berputar.Wirya yang pulang merantau datang membawa bayi itu dan langsung menjatuhkan talak tanpa ada alasan yang jelas. Sari yang tidak memiliki apa-apa tak bisa mencari keberadaan sang suami bahkan keluarga lelaki itu pun tidak tahu keberadaan Wirya.Siapa yang menyangka lelaki itu menikah dengan putri konglomerat, hanya bermodalkan cinta ia bisa memikat dan akhirnya menjadi orang kaya baru.“Nja, kamu mau ‘kan bantu ibu.” Sari menatap penuh permohonan, wanita tua itu tidak memikirkan bagaimana perasaan Senja.Senja pernah dibuat celaka dan diancam akan dibunuh lalu sekarang ibu
Penemuan itu membuat Senja terpaku di tempatnya. Ia memandangi foto tersebut dengan saksama, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Wajah ibunya terlihat lebih muda di foto itu, berdiri di samping seorang pria yang sama sekali tidak dikenalnya."Siapa dia?" bisik Senja pada dirinya sendiri.Ingatan masa kecilnya mulai mengalir kembali, tentang bagaimana ibunya jarang bercerita tentang masa lalu. Ayahnya pun sama tidak pernah mengungkit cerita sebelum mereka menikah. Tapi foto ini adalah bukti yang jelas bahwa ibunya memiliki kehidupan lain sebelum ia dilahirkan.“Sayang, kenapa lama banget?” panggilan Alaska dari luar membuyarkan lamunannya.Senja buru-buru menyelipkan kembali foto itu ke tempat semula, mencoba mengendalikan rasa penasarannya. Ia keluar dengan obat merah di tangannya, menyerahkan itu pada suaminya sambil terus memikirkan apa yang harus ia lakukan selanjutnya.“Ada apa? Kok kelihatan aneh,” tanya Alaska sambil membuka botol obat merah.“Enggak, cuma ... tadi ing
Untung saja saat perjalanan ke rumah tidak banyak orang yang ditemui, meskipun ada mereka hanya tersenyum menyapa. Tidak seperti dugaan Senja.Jaraknya tidak jauh jadi bisa ditempuh dengan jalan kaki.“Mas, nggak salah bangun rumah segede ini?” tanya Senja tak percaya melihat bangunan dua tingkat yang baru setengah jadi.“Kenapa? Biar luas, enak ‘kan.”“Tapi-”“Biar nanti kalau anak-anak kita sudah besar, nginep di rumah neneknya nggak sempit-sempitan. Mau tambah anak lagi ‘kan?”Senja diam, tidak langsung menjawab. Ia bahkan tidak berpikir punya anak lagi meski kembali pada Alaska, ada rasa ketakutan di dalam hatinya jika nanti anaknya akan seperti Biru.Senja tidak sanggup kalau harus mengalami hal seperti itu untuk kedua kalinya.“Ibu.” Biru berlari dari samping sambil menenteng jajanan di tangan.Bocah itu tersenyum lebar. “Habis jajan sama nenek,” lapornya.“Neneknya mana?”“Tuh.” Jari telunjuk Biru mengarah pada warung kecil yang tak jauh dari tempat mereka berdiri.Sari pun mel