“Itu—”
“Aku sadar diri kok, Mas. Perempuan kampung ini memang nggak pantas bersanding dengan pria kota seperti Mas Danes.” Latifa mengulas senyum namun itu berhasil menyayat hati Danes.Ia tidak menyangka ini terjadi di saat ia berusaha untuk melupakan masa lalu dan menjalani kehidupan bahagia bersama Latifa.“Aku bisa jelasin, Fa.”“Nggak perlu, semuanya udah jelas kok. Mas nggak perlu mengarang kebohongan, aku udah nerima fakta itu.” Latifa seolah enggan mendengarkan penjelasan Danes, ia membawa dua cangkir teh ke depan dengan perasaan tak karuan.Tapi di depan orang lain Latifa mencoba untuk bersikap biasa saja.Senja dan Alaska tidak bisa lama-lama di sana apalagi mereka menempuh perjalanan darat lumayan jauh. Sesuai keinginan Senja yang memilih pakai mobil daripada pesawat. Sembari mereka jalan-jalan.“Kami pamit dulu ya.”“Iya, Bang“Argh!”Refleks aku menendang kakinya lalu mendorong tubuhnya sampai terjungkal. Mendengarnya bicara begitu membuat bayangan Reynand kembali muncul."Gia ada apa?" Suara Oma terdengar dari luar, sepertinya mereka masih ada di depan kamar.Aku mencoba mengendalikan diri, jangan sampai hilang kendali. Kutarik napas dalam-dalam mencoba untuk meredakan debar jantung yang menggila."Ada kecoa, Oma," sahutku sekenanya.“Tenanga kamu kuat juga ya,” katanya sambil berdiri, kuliat dia meringis sambil memegang bokongnya."Ck, nggak usah berisik deh!""Pokoknya kalau kamu nggak nurut, uang jajan akan saya dipotong."“Idih, siapa juga yang minta. Aku kerja ya, punya uang sendiri.”“Saya nggak mau kamu kerja.”Mataku melebar. “Jangan-”"Sekarang sudah jadi kewajiban saya buat nafkahin kamu. Saya juga nggak mau kamu kerja."Dari tampangnya dia terlihat kalem tapi aslinya benar-benar menyebalkan. Dia pikir bisa seenaknya“Nggak usah sok ngantur ya, pernikahan ini pun karena terpaksa. Aku yakin kamu
“Giana!” Mama menyusul dan menarik kasar tanganku, “kamu nggak usah turun, tunggu di kamar sampai akad selesai.”Sebelah alisku terangkat, “kenapa? Takut aku bikin malu ya?”Mama tidak menjawab dan menyeretku kembali masuk ke dalam kamar. Aku tidak dibiarkan sendiri, ada Mia yang Mama minta untuk menemaniku.“Aduh, Mbak beruntung lho dapat suami ganteng banget,” kata Mia, dia anaknya Bik Atih asisten rumah yang sudah bekerja 25 tahun di rumah ini.Mia dan aku hanya beda dua tahun saja. Kami memang akrab, tidak seperti majikan dan anak art pada umumnya.“Kamu liat, Mi?”Mia mengangguk dengan senyum lebar, “menurut Mia malah lebih ganteng dari Mas Reynand, Mbak.”Mendengar nama itu membuat jantungku seperti dihujam. Andai aku tidak berpikir logis, mungkin setelah keluar dari rumah Reynand, aku hanya tinggal nama.Beruntung otakku masih bekerja meski rasa sakit yang kurasa begitu menyiksa. Aku akan membuat mereka yang menghancurkan hidupku menderita. Sudah cukup selama ini aku hidup tanp
Tidak terlalu kupedulikan foto itu. Kulempar ponsel sembarang. Karena dibangunkan hingga tersentak dan kepalaku berdenyut begini. Tidak hanya kepala seluruh tubuh ini pun sakit terutama hatiku yang sudah terkoyak.Kalau saja aku tidak ada kegiatan bekerja di luar, mungkin aku sudah gila lama-lama di rumah ini.Semenjak bekerja, aku tidak pernah memakai uang dari Papa. Setiap bulan memang selalu diisi tanpa aku minta. Meski mereka seperti tidak menganggapku anak, tapi kalau soal nafkah selalu lancar. Tapi kasih sayang tidak kurasakan sama sekali.Saat malamnya, aku tidak keluar meski Kak Giska memaksaku untuk makan malam bersama. “Gia, kamu kenapa? Kalau ada masalah cerita, nggak usah ngurung diri. Nggak baik lho,” bujuk Kak Giska dengan suara lembut.Bukan dibuat-buat, dia memang sebaik dan selembut itu. makanya aku tidak mau kalau sampai dia menikah dengan Reynand. Bisa ditebak kalau pria itu sudah biasa meniduri wanita.Tapi apalah dayaku. Aku yang jadi korban saja malah disalahkan
“Pernikahan Kak Giska dan Reynand harus dibatalkan, Pa!” Dengan dada bergemuruh aku berucap lantang di tengah ruang tamu.Papa yang sedang fokus dengan laptopnya langsung mengangkat kepala dengan kening mengernyit heran. “Kamu kenapa sih? Ngigo atau iri sama kakakmu karena bisa dapat calon suami seperti Reynand, berpendidikan, karir cemerlang dan yang jelas dari keluarga terhormat,” katanya dengan nada ketus.“Reynand memperkosa aku, Pa!” Suaraku pecah dan tubuh berguncang hebat. Hatiku seperti tersayat sembilu saat mengungkap semua karena terbayang saat pria laknat itu merenggut paksa kehormatanku.Papa berdiri dengan mata melebar, Mama yang ada di ambang pintu dapur sampai menjatuhkan nampan di tangannya.Aku menggigit bibir kuat-kuat, menahan tangis yang hampir pecah. Kejadian mengerikan itu terus berputar di kepala.Awalnya Reynand minta tolong untuk menyiapkan kejutan untuk Kak Giska, tanpa curiga aku datang tapi sialnya dia malah menjebakku. Kejadian itu terjadi di rumahnya send
“Ifa nggak munafik, Ifa butuh waktu, Mas.”Danes mengerti. Istri lugunya yang memiliki hati lembut itu pasti tidak akan mungkin langsung memaafkan dengan mudah. Tapi setidaknya Latifa memberikan kesempatan pada Danes, wanita itu tidak menuntut pisah seperti yang kemarin dikatakannya.“Aku akan buktikan kalau memang aku serius dengan pernikahan ini, bukan cuman dengan ucapan.” Danes mengecup kembali punggung tangan sang istri. “Terima kasih karena kamu kasih aku kesempatan.”Latifa hanya mengulas senyum tipis, tenaganya belum pulih.“Istirahat ya, kalau butuh apa-apa bilang.”Wanita cantik itu mengangguk pelan.Semalaman Danes terjaga, ia begitu bahagia dengan kelahiran putrinya sampai sulit untuk memejamkan mata.Pagi harinya, orang tua Latifa datang tapi mereka bersama dengan orang tua Danes.“Lho, Mama sama Papa kok di sini?” tanya
“Bang, aku pinjam mobil. Ifa jatuh di kamar mandi,” ujar Danes panik sambil mencoba berdiri, menahan sakit di tubuhnya.“Ayo. Kamu nggak bakalan bisa nyetir sendiri.” Alaska pun ikut panik, ia menyambar kunci mobil dan ponsel di atas meja.Sebelum pergi ia sempat mampir untuk memberitahu dirinya akan pergi mengantar Danes.Sampai di rumahnya, Danes lompat dari mobil dengan tergesa. Latifa sudah ada di kamarnya tadi dibantu para tetangga sambil menunggu Danes datang.“Mas, sakit.” Latifa meringis dengan berurai air mata.“Kita ke rumah sakit sekarang ya. Kamu dan bayi kita pasti baik-baik saja.” Danes membopong tubuh istrinya dengan hati-hati.Latifa dibawa ke rumah sakit terdekat. Sepanjang jalan Danes dibuat tidak karuan.“Mas, sakit banget. Ifa nggak kuat,” gumamnya dengan suara lirih hampir tak terdengar.Danes menggenggam jemari