Share

Bab 7

Penulis: Bakasai
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-02 20:17:04

Di ruangan kelas yang berbeda, hal yang sama juga terjadi. Nyaris sama, hanya saja Mahesa tidak setenang Arjuna. Dalam menyingkapi situasi ketika semua pasang mata menatap dirinya. Sehingga keadaan kelasnya semakin gaduh.

"Eh! Asal kalian tahu saja, ya. Kalau aku juga tidak tahu apa-apa tentang hal ini. Memang, ini aturan pasti atas ide atau persetujuan dari ayahku sama ayahnya Arjuna. Tapi, sekali lagi aku tegaskan ke kalian semua. Kalau aku tidak tahu apa-apa tentang aturan baru ini. Dan aku juga tidak suka dengan aturan baru ini. Sama seperti kalian!" omel Mahesa dengan nada tinggi sambil berdiri.

Lalu tanpa memedulikan sorakan serta cemohan teman-temannya, Mahesa segera berjalan untuk meninggalkan kelas. Namun, sebelum itu ia sempat berkata, "Aku akan menemui Kepala Yayasan, dan menyelesaikan hal ini. Agar aturan tadi tidak jadi diberlakukan kepada kita." Dengan nada yang jauh lebih lantang dari tadi.

Ucapan Mahesa itu langsung disambut sorak-sorai oleh semua teman-teman sekelasnya. Hingga keadaan semakin ramai melebihi keramaian di p***r. Lalu ketika ia berada tepat di depan pintu kelas. Tiba-tiba Gayatri angkat bicara, "Aku ikut denganmu, Mahesa." Sambil bergegas mendekati pemuda berambut ikal itu.

"Thanks, Gayatri," ucap Mahesa sebelum keduanya benar-benar meninggalkan kelas.

Baru saja mereka berdua berada di luar kelas. Tiba-tiba Bima menyapa sambil berjalan cepat mendekati keduanya. Sedangkan Arjuna hanya membisu dan berjalan lambat. Dengan tatapan dingin serta raut wajah yang datar.

"Kebetulan sekali, Mahesa dan .... "

"Gayatri," sambung Mahesa sambil memperkenalkan perempuan yang ada di sampingnya kepada Bima.

"Tumben kau ikut, Arjuna? Apa mereka mendesakmu atau — "

"Atas kemauanku sendiri," potong Arjuna dengan nada ketus.

"Wah-wah, baru kali ini kau seperti itu. Apa kau ta .... "

"Berisik!" potong Arjuna sekali lagi dan kali ini dengan nada tegas.

"Apa anak bahasa sudah lebih dulu ke sana atau belum?" tanya Bima yang menyela untuk mencairkan keadaan yang mulai memanas.

"Entahlah," jawab Mahesa singkat dan dari nadanya terkesan tidak enak didengar.

"Ya sudah, kalau begitu sebaiknya kita segera ke sana, untuk menyelesaikan ini semua. Sebelum Kepala Yayasan pergi," ajak Bima sambil tersenyum.

Dan baru saja mereka berempat hendak berjalan. Seorang siswa anak bahasa keluar dari kelas. Sosoknya tinggi besar dengan warna kulit sedikit gelap.

"Jadi kalian juga mau ke sana?" tanyanya tanpa basa-basi sambil berjalan mendekat.

"Iya," jawab Bima yang mewakili mereka berempat.

"Baguslah, dengan ini kita semua bisa bersama-sama sepakat untuk menolak aturan baru itu. Bukankah begitu, Mahesa, dan juga kau Arjuna?" tanya siswa itu dengan tatapan yang terkesan menyindir.

"Sudah, sudah. Ayo kita segera ke sana!" ajak Bima sebelum terjadi sesuatu sambil lebih dulu berjalan menuju ke ruang Kepala Yayasan yang berada di lantai tiga.

Dan mereka berempat segera mengekor tanpa banyak bicara lagi. Walau ada kesan ketidaksukaan di antara mereka semua. Namun, demi satu tujuan hal tersebut untuk sementara ditangguhkan. Karena ini menyangkut kepentingan bersama. Atas aturan baru yang memberatkan bagi siswa kelas XII.

Begitu kelimanya sampai di depan ruangan Kepala Yayasan. Mereka tidak segera mengetuk pintu, tapi saling menatap satu sama lainnya. Seakan-akan saling menyuruh siapa di antara mereka yang ingin melakukannya.

Pada akhirnya hanya ia seorang yang berani melakukan hal tersebut. Sampai-sampai tidak ada yang menyangka kalau dirinya akan mengambil tindakan itu. Apalagi ia langsung masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.

Benar-benar tidak beretika.

Begitu pintu besar itu di buka oleh Arjuna, tampaklah seorang pria duduk di sebuah kursi kerja. Dengan hamparan meja kayu di depannya. Ia tampak tenang dan seperti sedang menanti kelima siswa itu datang menemui dirinya. Hal tersebut terlihat jelas dari seyumannya yang menyambut kedatangan Arjuna dan kawan-kawannya.

"Silahkan masuk dan duduk anak-anakku. Aku sudah menanti kedatangan kalian."

Ucapan itu terdengar sangat berwibawa dan santun. Namun, ada kesan menakutkan. Apalagi sorot matanya terlihat begitu tajam, yang mampu membuat orang menjadi takut serta gentar. Walau berada dibalik kacamata persegi yang dipakainya.

"Tidak usah sungkan, anak-anakku," ucapnya lagi saat melihat Arjuna dan kawan-kawannya masih berdiri di dekat pintu masuk.

Arjuna dan teman-temannya tidak langsung duduk. Malah lagi-lagi mereka saling memandangi satu sama lainnya. Hingga Arjuna harus kembali menjadi inisiator. Agar semuanya duduk di sofa coklat yang berada tepat di tengah-tengah ruangan.

Begitu mereka berlima telah duduk dan saling berhadapan. Sosok pria yang memiliki garis putih di kedua sisi rambutnya itu segera datang menghampiri. Ia langsung duduk di sofa yang berada di ujung meja kaca. Dengan kaki kanan berpangku pada kaki kiri serta kedua tangan yang di letakkan di masing-masing sandaran tangan.

Sungguh itu suatu posisi duduk yang mengesankan ketenangan, kenyamanan, dan sedikit keterbukaan. Namun, sekaligus ingin memberitahukan "who is the boss right here now". Tentu kesan tersebut sangat dipahami oleh Arjuna dan kawan-kawannya. Sehingga mereka semua tidak berani memandanginya secara langsung.

"Jadi apa alasan kalian keberatan dengan aturan baru itu? Bukankah itu demi kebaikan kalian juga?" tanya sosok itu tanpa basa-basi sambil tersenyum.

"Kebaikan? Itu bukan kebaikan, tapi merampas hak kami. Seakan-akan kami tidak diberi kebebasan lagi di sekolah ini."

Tanpa diduga sama sekali, Gayatri yang lebih dulu menjawab pertanyaan itu. Walau suaranya sedikit bergetar. Tapi terdengar sangat jelas dan tegas. Tanpa ada keraguan sama sekali.

"Gayatri. Namamu Gayatri-kan? Siswi yang baru pindah seminggu yang lalu. Aku dengar akhir-akhir ini kamu sangat mencolok. Padahal di sekolahmu yang dulu, kamu itu terbilang siswi yang pendiam. Kenapa?"

Mendengat pertanyaan itu membuat Arjuna dan kawan-kawannya kaget. Terutama Gayatri. Karena ia tidak menyangka sama sekali, kalau sosok itu akan berkata demikian—menyerangnya secara langsung.

"Sepertinya Bapak banyak tahu tentang diri saya. Sungguh luar biasa," puji Gayatri dengan senyuman kecut.

Lalu keadaan mendadak hening untuk beberapa saat sebelum Bima angkat bicara. Di mana ia mengutarakan beberapa alasan keberatan terhadap peraturan baru tersebut. Bima juga menjelaskan kalau apa yang dikatakannya berdasarkan suara dari teman-teman sekelasnya.

"Tidak aku sangka sama sekali, jika anak-anak IPA akan menolak aturan itu. Sungguh sangat disayangkan sekali. Padahal, aturan itu begitu menguntungkan bagi kalian anak-anak IPA," kometar sosok itu setelah mendengar kritikan tadi dengan tatapan tajam ke arah Bima.

"Maaf, bagi kami itu tidak menguntungkan sama sekali. Hanya membuat kami menjadi jauh lebih capek lagi," bantah Bima dengan tegas malah nyaris berteriak serta tatapan mata ke arah lawan bicaranya.

Bantahan dari Bima itu malah membuat Kepala Yayasan tertawa kecil. Tapi, terdengar sangat menakutkan. Dengan sorot mata yang membalas tatapan tajam dari Bima. Sehingga teman satu kelas Arjuna itu langsung menunduk dan tidak berani lagi menatap lawan bicaranya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • LEAK   Bab 19

    "Apa kamu baik-baik saja, anakku?" tanya sosok itu yang ternyata ayahnya Arjuna sambil berjalan mendekat. "sepertinya kamu habis mengalami hal yang berat," lanjutnya tanpa melepas senyuman. "Dua orang bertopeng menyerangku hari ini secara bergantian. Tadi siang dan barusan saja." Terdiam sejenak dengan kening berkerut. "ditambah lima celuluk serta satu Gegendu," imbuh Arjuna sambil membuka pintu kaca lalu berjalan mundur hingga punggung menempel di pembatas balkon. "Topeng — ," cetus ayahnya Arjuna sambil menghentikan langkah kedua kaki. "topeng apa yang mereka gunakan?" tanyanya kemudian dengan nada tegas serta tatapan tajam. "Topeng telek dan Ratu Gede Mas Mecalik." "Apa — " "Tidak ... tidak. Mereka berdua tidak saling berhubungan. Aku yakin akan hal itu," potong Arjuna penuh ketegasan dan tahu apa yang akan ditanyakan oleh sosok itu. "Apa mereka memiliki tu — " "Aku rasa tidak. Tapi — " "Tapi, kamu masih meragukannya

  • LEAK   Bab 18

    Tanpa membuat waktu lagi, Arjuna segera bergegas ke arah asal teriakan tadi. Betapa kagetnya ia setelah sampai di sana. Di mana Arjuna melihat kedua satpam tadi sudah tidak bernyawa lagi dengan tubuh yang terpotong-potong.Darah pun terlihat berceceran di mana-mana. Menggenangi rerumputan serta menyirami beberapa batang pohon, ranting, dan dedaunan yang ada di sekitarnya. Sedangkan sosok leak yang meringkik tadi, terlihat berdiri di antara potongan mayat sambil menyantap otak salah satu dari korbannya.Wujud leak itu seperti kuda. Dengan tubuh separuh manusia, berkulit hitam legam, dan bertelanjang dada. Sehingga memperlihatkan otot-otot perutnya yang seperti roti sobek. Namun, dari itu semua ada bagian yang cukup menarik pada sosok tersebut. Di mana ia memakai celana pendek bermotif poleng hingga sebatas lutut.Motif poleng itu bukanlah motif sembarangan. Karena melambangkan keseimbangan alam—Rwa Bhineda. Di mana seharusnya tidak digunakan oleh s

  • LEAK   Bab 17

    Arjuna menuruti permintaan sosok tersebut. Ia berjalan pelan dengan tatapan sayu seperti sedang terhipnotis. Padahal tidak. Namun, ketika sudah berada cukup dekat. Tiba-tiba saja kedua kakinya harus berhenti melangkah. Karena tanah yang dipijaknya bergetar hebat."Maaf, Arjuna. Ini hanya untuk berjaga-jaga saja," ucap sosok itu seiring munculnya empat pilar melengkung seperti gading gajah di sekeliling Arjuna. "karena aku tidak mau kekuatan itu berbalik menyerangku," ucapnya lagi setelah kedua kaki dan tangan Arjuna terikat oleh rantai cakra yang keluar dari ujung pilar tersebut.Arjuna yang mendapatkan perlakuan seperti itu hanya terdiam dan tidak banyak bergerak. Ia tampak sangat tenang seperti air danau. Seakan pasrah akan nasib yang akan diterimanya. Sedangkan sosok bertopeng itu terlihat sibuk membaca mantra dengan kedua telapak tangan yang menyatu di depan dada.Dan ketika sosok itu telah selesai membaca mantra muncul bayangan besar sosok Rangda t

  • LEAK   Bab 16

    Tidak ada tanda-tanda kehidupan asing yang bisa Arjuna jangkau dengan kekuatan mata batinnya. Ia juga tidak merasakan ada aura negatif di sekitar rumah. Namun, dari sisa ledakan tadi masih tercium bau busuk bangkai manusia. Serta wangi anyir yang tersamarkan oleh harumnya bunga kamboja juga kemenyan dan dupa.Pasti pelaku mengirim ini dari jarak yang cukup jauh. Tapi, dari arah mana datangnya? Batin Arjuna sambil mengamati gerak gemulai dedauan yang tersentuh jemari dewi angin."Arah barat," ucapnya setelah mengetahui arah angin bertiup.Lalu dengan cepat ia meloncat ke atap rumah dan melihat sekitar lingkungan kompleks perumahan dari sana. Dengan menggunakan indera penciuman, Arjuna mencoba mencari sisa jejak kiriman tadi. Samar-samar ia mencium aroma busuk itu dan mulai mengikuti jalurnya.Semoga jejaknya masih ada dan tidak tercerai-berai oleh angin, harapan Arjuna di dalam hati sambil melompat dari satu atap ke atap lainnya.Setela

  • LEAK   Bab 15

    Mendapatkan pertanyaan beruntun seperti itu, tidak membuat sosok tersebut grogi. Malah tertawa ringan seperti tanpa beban sama sekali dan setelah tawanya berhenti ia pun bertanya, "Arjuna, apa kau tahu tentang preman-preman yang meresahkan itu?" Dengan nada tegas serta tatapan yang tajam untuk membalas sorot kedua mata Arjuna yang mengarah ke dirinya."Kenapa dengan mereka?" tanya balik Arjuna sambil menuruni satu anak tangga."Jadi kita akan terus bicara seperti ini?" bukannya menjawab, malah sosok itu kembali bertanya dengan nada sedikit meninggi."Ikut aku," pinta Arjuna yang kembali menaiki anak tangga.Sosok itu pun segera bergegas mengekor tanpa banyak bicara lagi. Mengikuti langkah Arjuna menuju ruang keluarga yang ada di lantai dua. Begitu sampai di sana, keduanya langsung duduk di sofa yang berwarna merah dan saling berhadapan."Jadi, apa maumu datang kemari, Mahesa? Lalu apa hubungan luka memarmu itu, dengan para preman yang ada di dekat

  • LEAK   Bab 14

    Api itu benar-benar menenggelamkan tubuh Arjuna ke dalam kobarannya. Namun, tidak lama kemudian ada hal aneh yang terjadi. Api yang mulanya besar, secara perlahan-lahan mengecil.Namun, sebelum api tersebut menghilang sosok bertopeng itu langsung menerjang. Lalu ia melompat ke atas dan melancarkan bola api lagi, tapi kali ini jauh lebih besar dari yang tadi. Sehingga menyebabkan ledakan serta kobaran api yang jauh lebih dahsyat dari sebelumnya.Sampai-sampai, pilar yang berada di dekatnya tampak mau runtuh. Hal itu terlihat dari jatuhnya beberapa runtuhan kecil serta pasir. Dari retakan-retakan yang ada di sepanjang tiang tersebut. Selain itu, pada bagian bawahnya terdapat congkelan bekas benturan tadi yang cukup dalam dan lebar."Ayolah, Arjuna! Aku yakin kau tidak akan mati hanya karena seranganku itu. Keluarlah dari sana! " teriak sosok bertopeng itu setelah kedua kakinya mendarat di lantai.Dan benar saja, dari dalam kobaran api terlihat sosok Arjuna

  • LEAK   Bab 13

    Arjuna hanya tersenyum mendengar permintaan tersebut tanpa menatap ayahnya secara langsung. Ia memperhatikan sosok pria berkacamata itu cukup melalui spion dalam, yang berada di atas, dekat dengan kaca depan mobil—tepat di tengah-tengah. Dari sorot matanya terlihat jelas jika ayahnya sedang memikirkan sesuatu."Apa yang Ayah pikirkan saat ini?" tanya Arjuna tanpa mengalihkan pandangan dari kaca spion."Kekuatan leak yang tersegel di dalam dirimu, anakku," jawab sang ayah dan kali ini sambil menoleh.Arjuna pun ikut menoleh dan menatap tajam ke ayahnya. Seakan memberikan isyarat agar sosok di depannya itu mau bicara lebih banyak lagi tentang kekuatan leak yang ada di dalam dirinya. Tapi harapannya itu harus terhempas begitu saja. Saat ayahnya turun dari kendaraan. Ketika mobil berhenti tepat di depan sebuah restoran mewah."Maaf, anakku. Ayah ada pertemuan dengan klien siang ini di sini. Jadi, pembicaraan kita yang tadi, nanti kita lanjutkan lagi di

  • LEAK   Bab 12

    Setelah mereka berdua sampai di tujuan. Keduanya segera duduk di meja sisi timur yang berada di ujung bangunan. Dekat dengan tembok yang bercat putih serta jendela besar. Lalu memesan dua porsi mie setan dan es pocong pada seorang pelayan laki-laki yang datang menghampiri."Sekali lagi aku minta maaf padamu, Arjuna. Kare — ""To the poin saja, Gayatri," potong Arjuna tanpa ekspresi di wajah."Baiklah, Arjuna. Aku akan langsung saja," sahut Gayatri sambil menghela napas panjang serta membatin, Kini aku jadi mengerti, alasan kenapa Mahesa selalu kesal kepadanya. Selain karena dia tidak suka basa-basi. Dan selalu memotong ucapan orang lain. Dia juga terkesan sangat angkuh. Dengan seutas senyum kecil sambil menatap kedua mata lawan bicaranya."Apa pendapatmu, Arjuna? Atas kejadian yang menimpa sekolah kita saat ini. Beberapa siswa ditemukan mati dalam keadaan yang menurutku sangat tidak wajar," tanya Gayatri dengan raut muka penuh kese

  • LEAK   Bab 11

    Namun, ketika tangan siswi itu hendak menjamah wajah Arjuna. Tiba-tiba muncul aliran listrik berwarna hitam yang melindungi seluruh tubuh Arjuna. Sehingga membuat ia terkejut dan langsung mengambil langkah mundur."Sial. Apa itu?" pekik siswi itu sambil memegang tangan kanannya yang terkena sengatan listrik."Jangan coba-coba tangan kotormu itu menyentuh wajahku, makhluk rendahan!"Kalimat peringatan itu terdengar lantang dari mulut Arjuna, yang langsung bangkit. Dengan sorot mata yang tajam serta tubuh berselimut aliran listrik berwarma hitam pekat. Warna rambut Arjuna pun tampak berbeda—menjadi putih.Suhu udara juga mengalami perubahan, yang awalnya sejuk kini berubah menjadi lebih panas. Disertai tekanannya yang semakin meningkat. Hingga membuat kadar oksigen menipis."Sial, kekuatan leak macam apa ini? Mampu mempengaruhi udara sekitarnya?" tanya siswi itu sambil kembali berjalan mundur.Dan bersamaan itu, wujud Arjuna sudah beruba

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status