Arjuna menuruti permintaan sosok tersebut. Ia berjalan pelan dengan tatapan sayu seperti sedang terhipnotis. Padahal tidak. Namun, ketika sudah berada cukup dekat. Tiba-tiba saja kedua kakinya harus berhenti melangkah. Karena tanah yang dipijaknya bergetar hebat.
"Maaf, Arjuna. Ini hanya untuk berjaga-jaga saja," ucap sosok itu seiring munculnya empat pilar melengkung seperti gading gajah di sekeliling Arjuna. "karena aku tidak mau kekuatan itu berbalik menyerangku," ucapnya lagi setelah kedua kaki dan tangan Arjuna terikat oleh rantai cakra yang keluar dari ujung pilar tersebut.
Arjuna yang mendapatkan perlakuan seperti itu hanya terdiam dan tidak banyak bergerak. Ia tampak sangat tenang seperti air danau. Seakan pasrah akan nasib yang akan diterimanya. Sedangkan sosok bertopeng itu terlihat sibuk membaca mantra dengan kedua telapak tangan yang menyatu di depan dada.
Dan ketika sosok itu telah selesai membaca mantra muncul bayangan besar sosok Rangda t
Tanpa membuat waktu lagi, Arjuna segera bergegas ke arah asal teriakan tadi. Betapa kagetnya ia setelah sampai di sana. Di mana Arjuna melihat kedua satpam tadi sudah tidak bernyawa lagi dengan tubuh yang terpotong-potong.Darah pun terlihat berceceran di mana-mana. Menggenangi rerumputan serta menyirami beberapa batang pohon, ranting, dan dedaunan yang ada di sekitarnya. Sedangkan sosok leak yang meringkik tadi, terlihat berdiri di antara potongan mayat sambil menyantap otak salah satu dari korbannya.Wujud leak itu seperti kuda. Dengan tubuh separuh manusia, berkulit hitam legam, dan bertelanjang dada. Sehingga memperlihatkan otot-otot perutnya yang seperti roti sobek. Namun, dari itu semua ada bagian yang cukup menarik pada sosok tersebut. Di mana ia memakai celana pendek bermotif poleng hingga sebatas lutut.Motif poleng itu bukanlah motif sembarangan. Karena melambangkan keseimbangan alam—Rwa Bhineda. Di mana seharusnya tidak digunakan oleh s
"Apa kamu baik-baik saja, anakku?" tanya sosok itu yang ternyata ayahnya Arjuna sambil berjalan mendekat. "sepertinya kamu habis mengalami hal yang berat," lanjutnya tanpa melepas senyuman. "Dua orang bertopeng menyerangku hari ini secara bergantian. Tadi siang dan barusan saja." Terdiam sejenak dengan kening berkerut. "ditambah lima celuluk serta satu Gegendu," imbuh Arjuna sambil membuka pintu kaca lalu berjalan mundur hingga punggung menempel di pembatas balkon. "Topeng — ," cetus ayahnya Arjuna sambil menghentikan langkah kedua kaki. "topeng apa yang mereka gunakan?" tanyanya kemudian dengan nada tegas serta tatapan tajam. "Topeng telek dan Ratu Gede Mas Mecalik." "Apa — " "Tidak ... tidak. Mereka berdua tidak saling berhubungan. Aku yakin akan hal itu," potong Arjuna penuh ketegasan dan tahu apa yang akan ditanyakan oleh sosok itu. "Apa mereka memiliki tu — " "Aku rasa tidak. Tapi — " "Tapi, kamu masih meragukannya
Jum'at kajeng kliwon, tepat tengah malam, dan saat sang rembulan sedang tersenyum lebar. Untuk memberikan cahayanya yang indah pada sebuah kompleks perumahan. Di kota metropolitan yang terkenal dengan sebutan Kota Para Raja—Singaraja. Terlihat sesosok makhluk mistis sedang berdiri tegap di atap genting sebuah rumah mewah berlantai tiga. Sosok itu tampak terlihat sedikit gusar serta bosan karena sudah cukup lama ia berada di sana. Walau sorot matanya masih tetap tajam dalam mengamati keadaan sekitar. Dan di saat rasa keputusasaan mulai hadir menyelimuti jiwanya. Sehingga ia hendak beranjak pergi meninggalkan tempat tersebut. Tiba-tiba saja muncul sekelebat bayangan hitam yang bergerak cepat menyelusuri jalan di sekitar kompleks perumahan itu. Akhirnya—kau muncul juga, batinnya yang tampak senang sambil menyeringai hingga memperlihatkan barisan gigi yang runcing bagai seekor serigala. Lalu ia mengikuti jejak sosok itu dengan melompat dari satu
"Hai! Apa kau sudah mendengar berita hari ini?""Berita apa?""Itu, lho. Berita tentang penemuan mayat di bekas pabrik sepatu yang berada gak jauh dari sini.""Ohh, berita itu. Aku sih sudah melihatnya tadi pagi di Instagram.""Trus, gimana menurutmu?""Gimana apanya?""Yah, pendapat kau tentang kasus itu.""Ahh, entahlah. Toh, nanti juga akan ada klarifikasi dari pihak kepolisian. Kita tunggu aja. Aku gak mau berspekulasi apa-apa tentang kasus itu. Hanya membuat kepalaku jadi tambah pusing. Mana tadi habis ulangan matematika secara mendadak. Dasar Pak Dadang sialan. Bikin kesel aja.""Dasar kau aja yang pemalas. Sudah tau kalau Pak Dadang itu sering mengadakan ulangan mendadak. Bukannya rajin belajar, malah nge-game aja kerjaan kau. Ah, sudahlah. Percuma juga aku ngobrol lama-lama sama kau. Lebih baik aku ke kantin aja.""Yah, sudah kau pergi sana! Sekalian belikan aku minuman, ya. Terserah apa aja, yang pentin
Rasa segar dan sejuk langsung menyapa raut wajah Arjuna. Tatkala bulir-bulir air telah merayap membasahi tiap permukaan kulitnya yang berwarna sawo matang. Ia tampak sangat menikmati sensasi kesegaran yang dirasakannya itu. Hingga membasuh mukanya berkali-kali dan hal tersebut membuat kontur rahangnya yang oval semakin terlukis jelas oleh air.Apalagi sinar mentari yang menerebos masuk melalui jendela kecil yang ada di sisi kiri, juga ikut-ikutan membelai raut muka Arjuna. Sehingga membuat bulir-bulir air yang menempel di wajahnya menjadi berkilauan bagai berlian. Sungguh sebuah pemandangan yang indah dan mampu menggetarkan jiwa. Jika ada kau hawa yang melihatnya.Tidak hanya membasuh wajah, Arjuna juga merapikan tatanan rambutnya yang sedikit berantakan. Dengan menggunakan kedua tangan yang sudah dibasahi oleh air. Lalu mengusapkannya satu kali, semua sudah menjadi rapi seperti sediakala. Hal itu bisa terjadi, karena gaya rambut undercut-nya sangat mudah dirapi
"Ayah!"Pekik keduanya secara bersamaan, seiring dengan tubuh yang langsung membeku. Sedangkan guru yang ada di depan mereka terlihat membungkukkan badan sambil menyapa, "Selamat pagi, Pak Direktur dan Wakil Direktur." Lalu setelah itu segera memasuki ruang BK yang bersebelahan dengan ruang para guru."Kenapa Ayah datang kemari?" tanya Mahesa dengan kepala yang menunduk."Apa itu menjadi masalah bagimu, anakku?" tanya balik pria paruh baya itu yang berdiri tepat di hadapannya.Mahesa tidak bisa menjawab pertayaan tersebut. Hanya mampu terdiam dan semakin menunduk. Hal yang sama juga dilakukan oleh Arjuna. Apalagi sosok pria berkacamata yang ada di depannya sedang berbisik, yang membuat kedua bola mata Arjuna hendak meloncat keluar.Setelah itu, pria tersebut meninggakan Arjuna yang diikuti oleh ayahnya Mahesa. Begitu suara langkah keduanya tak terdengar lagi. Mahesa langsung mendekati Arjuna dan bertanya tentang apa yang terjadi. Namun
Arjuna yang merasakan adanya tekanan seperti itu terlihat tampak tenang. Tak memperlihatkan kegusaran sama sekali. Baik di raut wajah atau gerakan tubuh."Karena aku tahu kalau Shima sedang berbohong kepada kita," jawab Arjuna dengan senyuman kecil."Begitu, yah. Kira-kira kenapa dia harus berbohong seperti itu kepada kita? Bukankah kita temannya?""Entahlah. Tapi, setahuku tak sedikit yang seperti itu. Demi menjaga nama baik yang telah meninggal."Begitu Arjuna selesai bicara, Mahesa datang menghampiri dengan bulir-bulir air di dahinya. "Wah, apa aku datang tidak tepat pada waktunya? Sepertinya dari tadi ada yang sedang asyik mojok terus," celetuknya dengan nada yang menyindir.Karena Arjuna sedang malas menanggapi celotehan itu. Maka ia lebih memilih menjauh dengan meninggalkan ruang tamu. Menuju ke mobilnya yang terparkir di seberang rumahnya Shima.Sedangkan Mahesa masih diam di sana bersama Gayatri—di ruang tamu. Pojok ruangan, dekat jendela.
Baru saja sosok bertopeng itu selesai bicara. Tiba-tiba tanah yang diinjaknya bergetar hebat. Hingga beberapa bebatuan di sekitarnya terangkat dari tanah. Lalu keadaan lingkungan secara mendadak menjadi gelap gulita untuk beberapa saat. Sebelum kembali terang seperti sediakala.Dan saat itulah, lingkungan sekitar telah berubah total. Tidak lagi berada di pekarangan rumah. Tetapi, di alam niskala. Alam yang diciptakan oleh si kepala babi. Untuk memberikan keuntungan tersendiri dalam pertaruangan."Wohoho. Kau sungguh keren, Babi. Bisa membuat alam niskala1) seperti ini. Apa kastamu, Babi?" tanya sosok bertopeng itu sambil melihat sekelilingnya dengan saksama untuk mencari keberadaan si kepala babi.Tidak ada jawaban yang ia dapatkan. Hanya suara denyutan yang terdengar. Suara yang berasal dari dinding daging serta lemak yang mengelilinginya."Baiklah, baiklah. Kau pasti tidak akan menja .... "Belum saja sosok bertop