Share

Bab 6

Baru saja sosok bertopeng itu selesai bicara. Tiba-tiba tanah yang diinjaknya bergetar hebat. Hingga beberapa bebatuan di sekitarnya terangkat dari tanah. Lalu keadaan lingkungan secara mendadak menjadi gelap gulita untuk beberapa saat. Sebelum kembali terang seperti sediakala.

Dan saat itulah, lingkungan sekitar telah berubah total. Tidak lagi berada di pekarangan rumah. Tetapi, di alam niskala. Alam yang diciptakan oleh si kepala babi. Untuk memberikan keuntungan tersendiri dalam pertaruangan.

"Wohoho. Kau sungguh keren, Babi. Bisa membuat alam niskala1) seperti ini. Apa kastamu, Babi?" tanya sosok bertopeng itu sambil melihat sekelilingnya dengan saksama untuk mencari keberadaan si kepala babi.

Tidak ada jawaban yang ia dapatkan. Hanya suara denyutan yang terdengar. Suara yang berasal dari dinding daging serta lemak yang mengelilinginya.

"Baiklah, baiklah. Kau pasti tidak akan menja .... "

Belum saja sosok bertopeng itu menyelesaikan ucapannya. Tiba-tiba, dari arah depan muncul bola-bola daging seukuran bola tenis yang datang ke arahnya dengan sangat cepat. Namun, ketika hendak menghindari serangan tersebut. Kedua kakinya telah lebih dulu terperangkap oleh cairan lemak yang kental dan lengket. Hingga ia sulit untuk bergerak.

Tentu hal itu membuatnya harus menerima dengan lapang dada semua serangan tersebut. Hingga separuh tubuhnya tertutupi oleh bola-bola tenis itu yang menyatu menjadi tumpukan daging. Hanya menyisakan bagian kepala.

Lalu dari atas kepala, muncul kepalan tangan raksasa yang terbentuk dari gumpalan-gumpalan daging dan lemak. Yang menghantam ke arahnya dengan kekuatan penuh. Hingga menyebabkan ledakan dahsyat yang menghancurkan semua daging-daging tadi yang menempel di tubuhnya.

Seiring itu, alam niskala tadi menjadi sirna. Hanya meninggalkan tubuhnya yang terkulai tak berdaya di tanah. Sedangkan si kepala babi yang ada di hadapannya tampak senang sambil tertawa terkekeh-kekeh.

Namun, tawanya langsung pudar saat melihat tubuh lawannya bergerak dan kembali bangkit. Dengan keadaan sehat walafiat tanpa sekurang apapun. Hanya menyisakan lendir-lendir lemak yang menempel di baju serta celana hitamnya yang berbahan jin.

"Wah, hampir saja kau membunuhku. Untung tubuh ini kuat, walau tidak memiliki tumpukan daging sebanyak tadi," canda sosok bertopeng itu sambil tertawa ringan, "tapi, bajuku jadi kotor, nih. Mana ini baju lumayan mahal juga. Belinya pun di olshop, pas ada g****s ongkir. Kau harus bertanggung jawab, lho," lanjutnya yang secara mendadak sudah berada tepat di depan moncong si kepala babi.

Lalu, tanpa basa-basi ia melancarkan sebuah pukulan ke arah perut si kepala babi. Hingga kedua bola mata makhluk itu hendak meloncat keluar. "Kau tahu, Babi. Lemak itu sangat mudah terbakar, lho," ucap sosok bertopeng itu sambil mencekik leher lawannya.

Dan secara mendadak, dari tangannya muncul kobaran api yang menjalar dari leher ke seluruh tubuh si kepala babi. Hingga dalam hitungan detik tubuh lawannya itu sudah hangus terbakar menjadi abu. Lalu menghilang begitu saja tertiup oleh angin malam yang menyapa saat itu juga.

"Besok aku ingin tahu, siapa orang yang mengusik ketenanganku malam ini. Sungguh beraninya dia datang ke rumahku," geram sosok bertopeng itu sebelum kembali ke kamarnya.

Namun, baru saja ia hendak melakukannya. Tiba-tiba, dari kejauhan terlihat seberkas cahaya merah yang menembus langit. Hingga membuat seluruh kawasan sekitarnya menjadi merah pekat. Dengan iringan suara hewan-hewan yang berteriak ketakutan. Sehingga membuat keadaan terasa mencekam.

Sampai-sampai tubuh sosok bertopeng itu gemetaran. Tapi, bukan karena rasa takut melainkan ketakjuban atas kekuatan yang ia rasakan dari cahaya tersebut. Sehingga ia tertawa senang sambil melepas topeng yang dikenakannya dari tadi.

Pagi itu, ketika Arjuna baru saja hendak menapaki kaki di kelas. Lagi-lagi kedua telinganya harus mendengar sebuah berita, yang kali ini berasal dari dua orang siswi yang duduk di dekat pintu masuk. Suara mereka terdengar cukup jelas walau nada bicaranya sedikit berbisik.

"Shinta, apa kamu sudah mendengar berita kematian mantanmu? Ka — "

"Mantan? Mantan yang mana? Selama ini aku tidak pernah pacaran dengan siapa pun. Jadi mana mungkin aku punya mantan. Kau ini jangan bikin gosip yang tidak-tidak, yah," elak Shinta yang buru-buru memotong ucapan temannya tepat saat Arjuna melintas di depan mereka berdua.

"Ta .... "

"Ish, kau ini. Bisa diam tidak? Nanti dia dengar, lho." Lagi-lagi Shinta memotong ucapan temannya dan kali ini sambil mencubit.

Tentu saja temannya itu langsung bungkam sambil menahan rasa sakit di paha kanannya. Sebelum Shinta menyeretnya untuk keluar dari kelas. Sedangkan Arjuna yang sekilas melihat dan mendengar perbincangan mereka. Hanya bisa berpura-pura cuek. Seakan tidak mendengar apa-apa.

Lagi pula selama ini, Arjuna tidak pernah peduli dengan berita, gosip atau cerita apa pun yang tersebar. Bagi dirinya itu hal yang sangat tidak penting untuk diketahui. Hanya membuang-buang waktu untuk mendengarnya.

Namun, anehnya ia seperti dipaksa untuk mendengar berita-berita seperti tadi. Berita yang selalu menyangkut tentang kematian atau tragedi. Sekuat apa pun Arjuna berusaha menghindarinya. Tetap saja ia harus mendengarnya. Bagai sebuah kutukan.

Dan begitu Arjuna baru duduk di kursi, bel pelajaran pertama pun berbunyi. Sehingga Shinta dan temannya kembali masuk ke kelas. Arjuna yang tidak sengaja melihatnya, malah membuat Shinta salah tingkah. Hingga nyaris terjatuh dari kursi saat hendak duduk. Dengan wajah yang memerah, seperti kepiting rebus.

Tidak lama kemudian, datang seorang guru yang tidak asing bagi Arjuna. Walau ia tidak pernah bisa mengingat nama guru itu. Tapi, wajah sosok itu sangat familier bagi Arjuna. Apalagi kemarin mereka berdua habis bertemu di satu ruang yang sama—ruang BK.

Pasti ini ada hubungannya dengan kemarin. Ayah, apa sebenarnya yang Ayah rencanakan?

Dan baru saja hati Arjuna bertanya seperti itu. Ia langsung mendapatkan jawabannya yang disampaikan dengan jelas serta lantang oleh sosok guru yang berdiri di depan kelas. Seketika itu juga keadaan ruangan menjadi gempar. Karena seluruh murid yang ada di sana tidak menerima aturan baru tersebut.

Jadi ini yang Ayah rencanakan kemarin? Membuat peraturan seperti ini dan sengaja membuat kegaduhan, batin Arjuna dengan seutas senyum tipis

"Jika kalian ingin protes, silahkan perwakilan kelas menghadap langsung ke Kepala Yayasan. Mumpung beliau sedang berada di sini," ucap guru itu sebelum meninggalkan ruangan.

Dan setelah guru tersebut sudah tidak berada di kelas, semua pasang mata langsung memandang Arjuna. Dengan tatapan yang sangat tidak menyenangkan. Namun, Arjuna terlihat tenang serta tidak merasa tertekan atau terintimidasi sama sekali. Malah ia menyibukkan diri dengan membaca buku.

"Sudah, dia juga sama seperti kita. Murid biasa di sekolah ini. Lagi pula pasti dia tidak mengetahui tentang peraturan itu sebelumnya. Jadi kalian jangan seperti itu terus kepadanya," bela ketua kelas yang duduk di depan dengan suara yang lantang.

Seketika itu juga mereka-mereka yang menatap Arjuna segera mengalihkan pandangan. Walau tetlihat tidak senang dan ngedumel. Lalu si ketua kelas yang berkaca mata itu meminta izin serta dukungan untuk menghadap ke Ketua Yayasan.

"Arjuna, tolong bantu dan ikut denganku," pintanya yang membuat Arjuna tersenyum tipis sambil menutup buku dan langsung beranjak dari kursi.

"Baik, aku akan membantumu, Bima," sahut Arjuna sambil berjalan mendekat.

Ayah, aku ingin tahu apa alasanmu dengan membuat peraturan seperti itu.


Note: 

1. Niskala: Alam gaib.



Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status