Share

Bab 8

Kini giliran Mahesa yang bicara. Ia mengungkapkan keberatan terhadap aturan baru itu persis seperti Bima. Hanya saja nada bicaranya sedikit lancang dan lantang. Hingga seluruh area ruangan dipenuhi oleh suaranya.

"Aturan baru itu sama saja membunuh kami semua. Walau alasannya demi mendapat nilai ujian kelulusan yang tinggi. Tetap saja itu seperti menjadikan kami budak. Budak pendidikan oleh kaum otoriter sekolah."

Suasana seketika menjadi mencekam begitu Mahesa selesai bicara. Hingga membuat jantung mereka berlima berdegup sangat kencang. Sampai-sampai keringat dingin mulai bercucuran membasahi punggung. Apalagi sosok yang ada di depan mereka menampilkan raut wajah yang datar. Tanpa senyum, tanpa tawa.

"Budak? Apa kamu mengerti arti kata itu, Mahesa? Sehingga kamu berani memakai kata itu. Andai saja ayahmu ada di sini, mungkin beliau akan merasa sangat malu. Karena mendengar kata itu, diucapkan oleh darah dagingnya sendiri."

Ucapan itu benar-benar menohok hati Mahesa. Namun, ia tidak diam malah membalasnya dengan berkata, "Tidak, ayah saya tidak akan malu. Saya berani menjamin itu. Karena sayalah yang lebih tahu tentang ayah saya, bukan Ba — Om. Walau saya juga tahu, Om dan ayah saya telah berteman sejak kecil." Dengan seringai serta tatapan tajam ke arah pria yang menjadi lawan bicaranya.

Tawa Ketua Yayasan itu langsung pecah begitu mendengar ucapan Mahesa sambil bertepuk tangan. Hingga membuat para murid yang ada di sana terkejut dan bingung. Apalagi saat ia memuji Mahesa, "Hebat, hebat sekali. Kamu memang darah dagingnya. Sikap dan ucapanmu sama persis dengannya. Sunggu luar biasa. Aku suka denganmu, Mahesa."

"Terima kasih untuk sindirannya, Om," sahut Mahesa dengan nada tegas sambil cengengesan.

Mendengar Mahesa berbicara seperti itu, membuat teman-temannya langsung menoleh ke arah dirinya. Dengan tatapan penuh ketakjuban akan keberaniannya. Sehingga mereka yang awalnya terlihat putus asa karena dibuat jatuh mentalnya oleh Kepala Yayasan. Kini kembali bangkit dan berkobar lagi. Sampai-sampai perwakilan anak bahasa yang dari tadi terlihat takut. Mulai berani mengutarakan keberatannya dengan penuh semangat.

Namun, semangat dan keberanian itu seketika hancur menjadi debu. Saat Kepala Yayasan mengajukan sebuah persyaratan yang sangat memberatkan bagi mereka semua. Sebuah syarat yang harus mutlak dipenuhi oleh siapa pun tanpa ada pengecualian.

"Bagaimana? Apa kalian sanggup memenuhinya? Jika ia, maka kalian harus menandatangani surat perjanjian yang telah aku persiapkan. Dan akan diumumkan ke semua murid hari ini."

Sunggu perkataan itu membuat semua murid yang di sana terbungkam. Hanya bisa menatap satu sama lainnya. Apalagi mereka baru menyadari jika Kepala Yayasan telah mempersiapkan semuanya. Seperti telah mengetahui jika hal ini pasti akan terjadi. Sebuah langkah antisipasi yang hebat.

"Bagaimana, anak-anakku? Jika kalian ingin memikirkan ini atau membicarakannya kepada teman-teman kalian yang lainnya, silahkan kembali ke kelas kalian masing-masing. Tapi, waktu kalian cuma sepuluh menit dari sekarang untuk mendiskusikannya."

Intimidasi itu diucapkan dengan sangat jelas serta nada bicara yang menakutkan. Beserta tatapan mata yang tajam ke arah Mahesa dan teman-temannya. Tentu hal tersebut semakin menekan mental mereka semua. Apalagi waktu yang diberikan sangat pendek.

"Bagaimana ini? Kita tidak bisa mengambil resikonya. Kalian tahukan, jika tidak semua teman kita sanggup memenuhi syarat itu. Dan jika gagal, mampulah kita semua."


Keluhan itu disampaikan oleh siswa yang menjadi perwakilan anak bahasa dengan nada berbisik. Mahesa yang mendengarnya menjadi geram. Namun, tidak bisa berkata apa-apa. Cuma terdiam sambil merapatkan barisan giginya.

Sedangkan Arjuna yang dari tadi diam langsung bangkit dari sofa. Lalu menatap sosok Kepala Yayasan dan berkata, "KAMI TERIMA SYARAT ITU." Dengan nada tegas tanpa keraguan, hingga membuat teman-temannya membelalakkan mata.

"Ar .... "

"Diam kamu, Mahesa!" bentak Arjuna yang langsung membuat sahabatnya itu terbungkam tanpa mengalihkan pandangan dari sosok Kepala Yayasan.

"Berikan surat perjanjian itu, sekarang juga. Kami semua akan menandatanganinya," pinta Arjuna yang terdengar seperti kata perintah.

Ketua Yayasan yang mendengar itu langsung tertawa keras. Suara tawanya begitu menggelegar yang membuat aura sekitar ruangan terasa jauh lebih mencekam dari sebelumnya. Sehingga membuat beberapa temannya Arjuna kembali gemetaran serta berkeringat dingin.

Lalu sosok pria itu bangkit dari kursinya sambil kembali bertepuk tangan dan berkata, "Sungguh keputusan yang luar biasa. Walau itu sangat gegabah. Tapi, ini akan sangat menarik sekali. Apalagi saat surat perjanjian itu diumumkan."

Dan setelah itu berjalan menuju meja kerja untuk mengambil secarik kertas serta bolpoin yang ada di sana. Lalu meletakkannya di meja kaca yang ada di hadapan Arjuna dan kawan-kawannya sambil berkata, "Sudah tidak ada jalan mundur lagi bagi kalian, bukan?" dengan tatapan tajam ke arah Arjuna yang sudah kembali duduk di sofa.

"Bagaimana i .... "

"Sudah, kita tanda tangani saja. Mundur pun percuma. Urusan dengan mereka semua, kita hadapi bersama. Aku yakin, mereka pasti bisa menerima hal ini," potong Arjuna atas keraguan Bima yang juga mewakili lainnya.

"Yah, mau bagaimana lagi? Daripada aturan itu berlaku dan membuat kita tertekan. Paling tidak ini jauh lebih baik. Walau sama-sama tidak menyenangkan." Pasrah Mahesa untuk menyakinkan yang lainnya demi mendukung keputusan Arjuna.

Akhirnya mereka semua mau mendatangani surat perjanjian itu. Walau dengan hati yang berat. Apalagi saat bayangan tentang kejadian yang kemungkinan terjadi. Saat mereka berlima kembali ke kelas masing-masing.

Setelah Arjuna dan kawan-kawannya membubuhkan tanda tangan. Mahesa langsung menyerahkan surat perjanjian itu kepada Ketua Yayasan untuk ditanda tangani. Namun, ada sesuatu yang menarik terjadi, begitu secarik kertas tersebut sudah berada di tangan pria itu.

Kejadian yang diluar perkiraan siapa pun. Kejadian yang benar-benar mengejutkan. Kejadian yang hampir tidak bisa dipercaya oleh mereka semua. Kejadian yang membuat mereka melongo. Namun, bisa membuat mereka berlima bernapas lega. Walau itu membuat jantung seakan-akan merosot ke bawah. Saking merasa leganya atas apa yang mereka lihat.

"Sungguh kalian anak-anakku yang luar biasa. Aku tidak menduga sama sekali, jika kalian berani mengambil tindakan serta keputusan seperti saat ini. Apalagi bagi dirimu, Arjuna. Aku sebagai Ketua Yayasan di sekolah ini merasa salut dan bangga pada kalian semua," puji sosok itu sambil berdiri.

Lalu ia menatap satu persatu murid-murid yang ada di sana sambil tersenyum. Kali ini senyuman itu sungguh berbeda dari sebelumnya. Ada kehangatan di sana yang membuat Arjuna dan kawan-kawannya merasa nyaman.

Dan setelah itu, terjadilah kejadian yang membuat mereka berlima harus membelalakkan kedua mata. Saat Ketua Yayasan melakukan hal yang tidak mereka duga sama sekali. Apalagi itu dilakukan sambil tertawa terbahak-bahak.




Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status