Home / All / LEAK / PERTARUNGAN MALAM

Share

PERTARUNGAN MALAM

last update Last Updated: 2021-05-29 15:09:42

Dalam perjalanan pulang, mereka akan menyempatkan diri mampir ke rumah seorang teman kerja Ni Luh Dewi.

Kebetulan hari ini, sang teman lain sif dengan Ni Luh Dewi. Sang teman masuk sif pagi, biasanya pulang jam tiga sore. Di tengah perjalanan Ni Luh Dewi merajuk pada sang suami.

"Bli Mang, simpang ke warung Bu Oki, ya ... ya?"

"Dekat toko Nirmala, situ?"

"Ya, Bli ... lapar nih."

Akhirnya motor yang mereka kendarai belok kiri masuk gang menuju Warung Bu Oki.

Komang Wiratama mencari tempat parkir yang teduh. Meskipun jam sudah menunjukkan pukul empat sore, panas masih terasa menyengat.

Banyak pasang mata mengamati kedatangan dua sejoli ini. Maklum saja tampilan visual pasangan ini mirip artis.

Komang Wiratama adalah pria maskulin, berpostur tubuh seratus delapan puluh lima sentimeter, ditopang bentuk tubuh proposional, ditunjang raut wajah mirip artis India Siddhrath Shukla. Adalah pasangan serasi bagi Ni Luh Dewi yang tinggi  badan sekitar seratus tujuh puluh sentimeter. Bentuk tubuh tinggi semampai, dengan pinggul besar, dada membusung indah layaknya penari janger. Wajah mirip banget artis Velove Xevia. Pengunjung warung dibuat terkesima oleh mereka.

Mereka memesan menu yang sama. Nasi campur khas menu Bali, potongan ayam betutu, sate lilit, telur pindang, ayam sisit, plecing kacang panjang, kacang tanah goreng dan sambal matah.

Saat mereka menikmati makanan, seorang pria separuh baya menghampiri mereka.

"Om Swastyasthu, Mang, Luh ... adi tumben, tepuk dini."

Komang Wiratama serta istri segera mendongak ke arah pria tersebut.

"Om Swastyasthu, hei Pak Yan. Mari gabung makan sini." Komang menjawab sambil berdiri, menggeser letak kursi untuk Pak Wayan Lana. 

Mereka bertiga adalah teman satu managemen di Alila Villa, Uluwatu.

Sebelum Komang resign setahun yang lalu.

"Saya ikutan ngobrol aja ya, ni tadi barusan bungkus lauk, untuk dimakan di rumah."

"Pak Yan, tadi rencana tyang ma Bli Mang, akan pergi ke rumah Pak Yan. Kebetulan tepuk dini," ucap Ni Luh Dewi.

"Mari, setelah ini mampir ke rumah!" ajak Pak Wayan.

"Lain waktu aja, Pak Yan ... biar bisa agak lama main di sana. Tyang mau nitip surat izin tidak masuk kerja," ucap Ni Luh Dewi sambil mengeluarkan amplop putih dari tas.

Wanita berparas cantik ini laku menyodorkan amplop putih pada Pak Wayan Lana.

"Kamu sakit apa, Luh?" tanya Pak Wayan Lana sembari melihat stempel Bidan Yeti di sampul amplop.

"Tyang hamil, Pak Yan ... sering mual."

"Astungkara, selamat ya ... Luh, Mang." Pak Wayan mengulurkan tangan pada pasutri di depannya.

Teringat dengan dirinya sendiri yang sudah sepuluh tahun menikah, belum mendapat titipan dari Sang Hyang Widhy Wasa.

"Suksma Pak Yan, semoga segera menyusul kami, ya," balas Komang Wiratama.

"Semoga, terima kasih doanya," jawab Pak Wayan Lana.

"Oh ya, tyang pamit pulang dulu ya," ucap Pak Wayan Lana.

"Sebentar Pak Yan, tunggu di sini sebentar. Tyang ada sesuatu untuk Pak Yan."

Ni Luh Dewi beranjak dari kursi menuju tempat parkir. Sebuah kresek diambil dari motor, begitu di dalam, kresek ditaruh di depan Pak Wayan Lana.

"Pak Yan, ini ada jeruk. Tolong bawa pulang, ya! Tyang mual mencium baunya."

"Gek, ini jeruk yang tadi, kan? Oh ya, Pak Yan tadi waktu di tempat Bu Bidan, kami diberi jeruk oleh Dadong dagang canang. Jeruk dalam kemasan, jeruk import." Komang Wiratama menjelaskan sambil memperlihatkan jeruk dalam kresek.

"Dadong dagang canang, maaf ... yang matanya juling?"

"Ya, Pak Yan benar. Bapak kenal?" tanya Ni Luh Dewi penasaran.

"Dia tetangga saya. Kata istri saya, Dadong ini punya ilmu leak," jawab Pak Wayan Lana. Dirinya tak mungkin mengungkap identitas si Dadong yang kebetulan adalah masih kerabat sang istri.

Pak Wayan Lana menceritakan tentang Dadong dagang canang yang oleh warga di desanya dipanggil Dadong Canangsari.

Tiap ada orang hamil Dadong selalu baik hati, suka memberi makanan pada ibu hamil. Seminggu yang lalu, ada tetangga yang kehilangan janin setelah siangnya diberi buah pisang oleh Dadong tersebut.

Kemudian Pak Wayan Lana memberi nasihat pada Komang dan istri agar lebih berhati-hati. Tidak sembarang makan pemberian orang asing.

"Oops ... Meme Dewa Ratu!  Hampir saja," ucap Ni Luh Dewi terkejut sembari menutup mulut. Wajahnya seketika pucat pasi, dipegangnya perut yang mulai mengeras sekarang.

Sang suami segera memeluknya. Semua yang dijabarkan Pak Wayan Lana, sungguh membuat mereka terkejut.

"Tenang, Luh! Kita punya Sang Hyang Widhy Wasa, kamu hapal Gayatri Mantram, kan?"

"Hapal, Pak Yan," sahut Ni Luh Dewi.

"Mang, kamu hapal juga, kan?"

Komang mengangguk.

"Lantunkan mantra itu saat pagi dan saat menjelang malam, agar kalian terlindungi dari kekuatan jahat."

"Suksma, Pak Yan."

"Suksma Mewali, saya pamit duluan, ya."

Mereka berjabat tangan. Pak Wayan Lana segera beranjak dari tempat tersebut.

Komang Wiratama dan Ni Luh Dewi melanjutkan menyantap makanan mereka.

Mereka sedikit tenang setelah dikasih saran oleh Pak Wayan Lana. Setelah melakukan pembayaran, mereka beranjak pulang.

Dalam perjalanan pulang, Ni Luh Dewi tak henti-hentinya mengucap terima kasih pada Sang Hyang Widhy Wasa, tidak jadi menyantap jeruk pemberian Dadong Canangsari.

Setelah menempuh perjalanan dua puluh menit, mereka sampai di kontrakan.

Komang Wiratama menghentikan motor tepat di depan teras, sang istri pelan-pelan turun dari boncengan.

Ni Luh Dewi membuka pintu. Begitu sampai di dalam segera mengempaskan tubuh di atas sofa. Sambil menunggu sang suami masuk. Rasa kantuk sudah tidak dapat ditahan Ni Luh Dewi, tadi sewaktu di warung sempat minum obat dari Bu Bidan. Ketika Komang Wiratama masuk demi melihat sang istri telah terlelap di sofa, hanya menggelengkan kepala. 

Komang segera masuk kamar mandi, membersihkan diri sekaligus berganti baju untuk melaksanakan persembahyangan Puja Trisandya.

Setelah selesai mandi, perlahan dia mendekati sang istri. Duduk bersimpuh di dekatnya, menyentuh lembut pipi sang istri.

"Gek, mandi dulu, biar segar. Kita sembahyang bareng."

Ni Luh Dewi menggeliat sebentar, menoleh ke arah sang suami.

"Bli Mang, udah siap sembahyang, jam berapa sekarang?"

"Sudah jam enam, cepat mandi! Bli Mang siapin canangnya."

Dengan langkah gontai, Ni Luh Dewi melangkah ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian, Ni Luh Dewi masuk ke kamar tidur, untuk berganti baju. Komang Wiratama menghidupkan DVD, tak lama kemudian Gayatri Mantram mengalun lembut memenuhi seisi ruangan. 

Rasa damai dan tenang dirasakan hati Komang, hingga tak menyadari sang istri sudah berdiri tegak di sampingnya.

Beriringan mereka menuju Sanggah untuk melakukan Persembahyangan Puja Trisandya, disusul kemudian melantunkan Gayatri Mantram.

Sekelebat bayangan hitam hadir dari balik pagar, tapi tak mampu menerobos masuk pelataran rumah, hawa magis dari Puja Trisandya disusul disusul dengan Gayatri Mantram, telah melemahkan kekuatan bayangan hitam.

Om bhur bhuvah svah,

Tat savitur varenyam,

Bhargo devasya dhimahi,

Dhiyo yo nah pracodayat.

***

Jejak kaki :

*Simpang = Mampir

*Adi tumben, tepuk dini = Wah tumben, ketemu di sini

*Astungkara = Ucapan pengharapan

*Tyang = Saya

*Dadong dagang canang = Nenek penjual canang

*Gayatri Mantram = Doa pelindung

*Puja Trisandya = Doa pemujaan untuk Tuhan

*Sanggah = Tempat persembahyangan untuk kasta biasa

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • LEAK   DADONG DATANG MENUNTUT BALAS

    “Jangan pura-pura! Sengaja betulin rumah Dadong untuk ambil alih, kan. Kami tau tipu muslihatmu, Nak Jawa!” Pria berkulit gelap ini berteriak berapi-api.“Kami? Dugaan kalian sekeluarga salah! Tanah itu milik Dadong dari gadis. Sebelum menikah dengan dengan suaminya,” ucap Ni Kesumasari dengan hati-hati lalu melanjutkan, “itu memang hak anak-anak kandungnya, meski wanita. Putu Adi telah dapat bagian setelah bapak angkatnya meninggal. Kemana itu? Kalian jual!”Ni Kesumasari kini tak dapat menahan emosi juga. Ia marah dengan keserakahan keluarga yang didatanginya. Putu Adi yang diangkat jadi anak sentana begitu mendapat harta warisan kembali ke keluarga asal.Ia dibujuk keluarganya untuk menjual harta tersebut tanpa menghiraukan upacara keluarga dan kehidupan Dadong Canangsari. Kini, bapaknya masih ingin menguasai tanah milik Dadong pula.Pria tukang judi ini telah menghabiskan harta peninggalan suami Dadong untuk b

  • LEAK   MAK NAH PEMBAWA WASIAT

    “Astaghfirullah! Dari darah?”Semua yang ada di situ terkejut mendengar penjelasan dari Ni Kesumasari. Mereka terkesima sekaligus ngeri saat melihat warna merah pada tenun tersebut. Seketika bayangan mereka melayang sibuk mereka-reka cara mendapatkan darah untuk proses membatik.“Apa pun itu, yang penting dengan kamen ini Mak Nah telah dipercaya Bik Tut untuk menyelesaikan masalah kita sekarang,” kata Ni Kesumasari menatap ke arah Mak Nah.“Insyaallah Mak Nah bantu sebisanya. Tapi, gimana caranya, Mbok Yan?” tanya Mak Nah.Semua saling pandang, termasuk Mak Nah dan Lek Dirman yang diberi barang wasiat oleh Dadong Canangsari.“Setau tyang, tinggal pake aja, Mak. Oh, ya. Bungan sandat selipkan di atas telinga kiri dan sunggar di bagian rambut depan. Sayang, gak ada kebaya Meme,” ucap Wayan Suri dengan nada menyesal.“Mbok Yan ada warisan kebaya dari Bik Tut.”“Wah bisa ke

  • LEAK   KEJADIAN ANEH TERSIRAT PESAN

    Hingga mobil sampai rumah pun, belum ada sepatah kata dari mereka. Bang Deni memarkirkan mobil di luar gerbang karena ia harus segera berangkat kerja.Pria ini berniat ke kebun belakang ingin memastikan penglihatan sebelum berangkat ke rumah Bik Mang tadi. Rasa penasaran yang memenuhi otaknya sepanjang perjalanan barusan.Tiga wanita bersaudara telah melangkah meninggalkan mobil lalu menuju dapur. Mereka kehausan, lebih tepatnya efek dari rasa kecewa telah mengeringkan tenggorokan dan dada. Mak Nah melihat mereka dengan rasa penasaran.“Gak ketemu lagi?”“Bukan gak ketemu. Ia sengaja sembunyi, Mak,” kata Ni Kesumasari bisa dibilang sebuah keluhan lalu mengambil botol mineral dari dalam kulkas.“Maaf, kalo boleh Mak Nah tau. Ada masalah apa?”“Oh, iya. Mak Nah belum tau ini. Bik Mang mencuri sunggar emas Bik Tut dan juga sebagian kulitnya diiris,” jawab Ni Kesumasari sambil menahan rasa sesak.

  • LEAK   SOSOK MISTERIUS DI KEBUN BELAKANG

    “Bang, aku harus segera ke Bik Mang, “ucap Ni Kesumasari sambil meminum teh hangatnya. “Yang penting harus segar dulu. Entar Abang yang antar,”sahut Bang Deni sambil berdiri. “Mau ke mana, Bang?” tanya sang calon istri. “Mau minum kopi. Tadi Abang taruh di meja depan sambil nunggu kalian siuman,” jawab pria berambut lebat ini sambil berlalu. “Mak Nah permisi ke dapur dulu. Tadi bawa pisang, mau bikin pisang goreng.” “Enak itu, Mak. Perlu bantuan?” “Gak usah, matur nuwun. Mbak Ning, rehat dulu. Barusan siuman juga,” ucap Mak Nah menepuk bahu Ningsih lalu balik badan lalu keluar kamar. Kini tinggal tiga bersaudara saling menatap dan segera tersenyum begitu menyadari bahwa mereka saling menunggu untuk berbicara duluan. “Okey, Mbok Yan yang ngomong dulu. Bisa jadi Bik Mang telah dapat darah kita buat ritual.” “Adi, Mbok Yan ngomong keto?” “Kamu gak diberitahu Bik Tut?” “Gak tuh, Mbok,” jawab Wa

  • LEAK   LEBIH SEKADAR PENCURIAN ILMU

    Polisi segera membuat garis kapur di TKP. Para petugas mengambil beberapa foto di tempat tersebut. Pak Lana, Lek Dirman, Bang Deni, dan kedua tukang ikut ke kantor polisi untuk diminta keterangan.Setelah kepergian para aparat dan kelima pria ke kantor polisi, ketiga wanita berembuk secara serius.“Suri, kira-kira siapa?”“Kok aku yang ditanya Mbok Yan?”“Lah iyalah. Secara, kamu yang lebih peka dibanding kami,” sahut Ningsih sambil senyum meledek ke arah sang adik.“Sejak awal aku menduga, Bik Mang.”“Mbok Yan juga,” timpal Ni Kesumasari lalu berpaling ke arah Ningsih.“Aku belum pernah ketemu Bik Mang. Kemarin diajak Suri ke sana juga gak ketemu.”“Mbok Ning udah liat orangnya. Di Labfor Polri kemarin itu,” ucap Wayan Suri mengingatkan kakaknya.“Oh ya. Mbok baru ingat sekarang. Bik Mang sempat bantuin masak di sini dan juga semba

  • LEAK   MISTERI JASAD JANIN DI BEKAS SANGGAH

    Ada apa dengan keluarga Bik Mang?Semoga Bik Mang belum sempat mempraktekkan ilmu itu.Sejak kapan mereka tahu cara curi ilmu?Ni Kesumasari semakin pusing dengan berbagai pertanyaan yang menumpuk satu persatu dalam benak. Ia belum bisa menemukan jawaban hingga mobil yang mereka tumpangi meninggalkan tempat tersebut. Sementara itu, Wayan Suri belum beranjak meski Bang Deni telah memberi kode klakson.Mobil semakin menjauh, justru motor Wayan Suri semakin mendekat ke arah hutan. Ia melihat bayangan seseorang melangkah di antara pohon-pohon jati.Bayangan itu pasti salah satu dari anggota keluarga Bik Mang, batin wanita berpinggang ramping ini.Wayan Suri ingin masuk ke hutan, tapi hati nurani melarang. Akhirnya, terpaksa balik arah untuk mengejar mobil Bang Deni. Ia berpikir akan menceritakan hal ini kepada ketiga kerabatnya dan bisa jadi pendukung anggapan mereka belakangan ini.Mereka hanya ingin membantu Bik Mang agar tak terjebak r

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status