Share

3. Orang Gila

Di bawah rimbunan semak belukar tampak menonjol suatu benda berbentuk bundar. Saka mengorek tanah di sekitar benda itu.

Bentuknya seperti tutup sebuah guci. Benda ini terbuat dari tanah yang dikeraskan. Lalu Saka menggali sedikit demi sedikit.

Akhirnya benda itu berhasil di keluarkan dari tanah. Sebuah guci sebesar kepala manusia. Terbuat dari tanah liat yang dikeraskan.

Saka langsung membuka tutupnya. Ternyata ada isinya berupa cairan yang mengeluarkan aroma asam.

"Air apa ini?"

Tanpa berpikir lagi Saka mendekatkan bibirnya ke lubang guci tersebut. Lalu meneguk air di dalamnya sedikit.

"Puahhh! Kecut, pahit!" umpat Saka setelah mengetahui rasa air dalam guci tersebut.

Hampir saja dia membanting guci itu ketika tiba-tiba dia merasa tubuhnya segar setelah meminum air dalam guci. Rasa pahit dan kecut pun cepat hilang.

"Eh!

Tubuh Saka terasa bertenaga lagi. Rasa sakit pun berkurang. Lalu dia meminum lagi, kali ini agak banyak.

Dia pejamkan mata dan nyengir sambil mendesah saat menahan rasa kecut dan pahit. Saat kedua rasa itu lenyap, tubuhnya semakin segar pula.

"Ah! Sepertinya ini tuak yang sudah dipendam lama dalam tanah. Berkhasiat juga. Tubuhku segar, tapi masih lapar. Ha ha ha ...!"

Saka menyimpan guci itu ke tempat semula lalu ditutup semak belukar. Lelaki ini berdiri. Tubuhnya tidak terasa sakit lagi.

Kemudian Saka meninggalkan tempat itu untuk mencari makanan. Dia tidak sadar kalau penampilannya acak-acakan seperti orang gila.

Saka Lasmana memasuki sebuah kampung yang cukup ramai. Dia berniat mencari kedai untuk makan walau tidak punya kepeng, dia tidak malu kalau harus mengemis demi mengisi perutnya untuk hari ini saja.

Banyak orang yang melihat Saka dengan jijik karena lelaki ini tampak kotor. Rambut acak-acakan, pakaian kumal, kotor dan bau.

Namun, sepertinya Saka tidak menyadari keadaannya. Kadang-kadang pikirannya terganggu oleh peristiwa naas yang menimpanya.

Warga kampung yang melihatnya ada yang jijik ada juga yang kasihan.

Ketika tenggorokannya terasa dahaga, kebetulan dia menemukan sebuah sungai.

Air sungai ini cukup jernih sehingga dengan jelas memantulkan bayangan tubuh Saka yang langsung kaget melihat penampilannya.

"Waduh! Pantas saja orang-orang menyebutku gila!"

Segera saja Saka mencuci mukanya terlebih dahulu. Ternyata kotoran di tubuhnya sudah banyak dan tebal. Dia merasa harus ganti pakaian karena akan sulit membersihkan kotoran yang sudah melekat.

"Akhirnya kutemukan juga kau!" Satu suara tiba-tiba mengejutkan Saka.

Saka menoleh ke arah sumber suara yang sudah dikenalkan. Siapa lagi kalau bukan Seta Keling dan dua temannya yang masih terus memburunya.

"Kali ini kau tidak akan lolos murid murtad!"

Mendadak pikiran Saka kembali normal. "Aku bukan pembunuh. Apa kau tidak menggunakan akal? Ilmuku masih rendah mana mungkin mampu melawan guru!" bantah Saka.

"Tidak ada yang mau percaya dengan ucapanmu. Aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri, dibantu oleh dua temanku. Itu lebih dari cukup untuk menjadi bukti!"

"Kau hanya melihat bagian akhir saja. Kau tidak tahu bagaimana awal kejadiannya!" Saka tidak mau kalah sambil bersiap mengeluarkan kepandaiannya.

"Ya, walaupun bagian akhir, tapi bisa tergambarkan bagaimana kejadian awalnya. Tentu saja kau membantai mereka dengan jurus dari luar perguruan dan terakhir membunuh Paman Guru. Gampang, kan menjelaskannya?"

"Pikiran picik!" sentak Saka.

"Jangan mengelak lagi. Menyerah baik-baik lalu ikut kami atau dengan terpaksa kami membunuhmu!"

Belum selesai berucap tiba-tiba sebuah batu sebesar kepalan tangan melesat ke wajah Seta Keling. Batu ini diambil dari dasar sungai.

Wutt!

Untung Seta Keling sudah waspada sehingga dia bisa mengelak dari serangan itu. Sementara dua temannya sudah menerjang menyerang Saka Lasmana.

Kali ini Saka mempunyai persiapan yang lebih matang sehingga mampu menahan serangan lawan. Pertarungan berlangsung di pinggir sungai.

Ada yang tidak disadari Saka, yaitu dia memperagakan jurusnya lebih mantap dari sebelumnya. Gerakannya ringan, cepat, tapi kuat.

Jurus yang digunakannya mampu mengimbangi tiga lawannya. Padahal dari tingkatannya jurus ini adalah yang paling rendah di perguruan.

Sepertinya Saka memperoleh kesempurnaan di jurus ini. Dia juga tidak sadar tenaga dalamnya bertambah besar walau tidak signifikan.

Yang lebih luar biasa secara tidak sengaja Saka membuat gerakan kembangan dari gerak aslinya. Ini membuat lawannya salah memprediksi karena sebelumnya sudah tahu kelemahan jurus ini.

Seta Keling sendiri merasa heran. Kenapa tiba-tiba Saka Lasmana berubah drastis. Dalam waktu tiga hari saja sudah mengalami peningkatan.

Ini baru jurus terendah, bagaimana kalau mengeluarkan jurus yang lebih tinggi tingkatannya?

"Kenapa kau masih menggunakan jurus dari Paman Guru? Itu sudah haram bagimu karena sudah berkhianat!" hardik Seta mencoba mengganggu konsentrasi Saka.

"Aku bukan pengkhianat. Ha ha ha ...!" teriak Saka Lasmana diakhiri tawa yang terdengar aneh. Dia sendiri seperti tidak menyadarinya.

Dess! Dess!

Secara tiba-tiba dua pukulannya berhasil mendarat di dua lawannya. Pukulan ketiga hanya mengenai angin karena Seta Keling lebih cepat mengelak.

Dua teman Seta Keling terdorong tiga langkah. Beberapa kejap mereka terkejut sambil mengatur napas guna menghilangkan rasa ngilu di ulu hatinya. Lalu kembali menyerang.

Sementara Seta Keling mengubah serangan dari jurus biasa yang mengandalkan kekuatan fisik walau sedikit dilapisi tenaga dalam, kini menjadi jurus yang lebih banyak mengerahkan tenaga dalam.

Hawa sakti seketika melapisi tubuhnya terutama bagian tangan dan kaki yang digunakan untuk menyerang.

Dua teman Seta Keling langsung mengikuti cara tersebut. Sekarang setiap gerakan disertai hempasan angin keras yang mampu merobek kulit.

Terdengar lagi suara tawa aneh dari Saka Lasmana. Mulutnya meracau tidak karuan. Pikiran mendadak tidak normal lagi.

"Ha ha ha ... Sudah dikhianati, difitnah lagi. Sungguh malang nasib si badan ha ha ha ....!"

Meski demikian Saka tetap tangguh mampu mengimbangi lawannya, tetapi tingkahnya menjadi aneh.

"Tapi bodohnya diriku yang salah mencintai orang. Hu hu huuu ....! Tapi aku tidak terima, aku akan balas dendam. Heaaa ....!"

Saka Lasmana mengamuk. Serangannya menjadi kacau asal gerak saja.

"Gila! Otaknya sudah gila!" seru Seta Keling.

Karena gerakan Saka yang mengamuk ini akibatnya merugikan diri sendiri. Seta Keling dan kawannya dengan mudah memberikan hajaran.

Bukk! Bukk! Bukk!

Saka menjadi bulan-bulanan lagi. Puluhan pukulan mendarat di tubuhnya. Kekuatannya pun jadi lemah, badannya limbung bergerak seperti orang mabuk.

Namun, anehnya Saka seolah tidak merasakan sakit. Dia malah tertawa seperti orang teler. Entah apa yang terjadi pada dirinya.

"Semuanya berhati busuk!" teriak Saka Lasmana persis celoteh orang mabuk.

Pada satu kesempatan, Seta Keling dan kawannya berhasil menendang Saka Lasmana secara bersamaan.

Dukk!

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status