Share

6. Orang Misterius

Dua orang menjadi korban kepakan tangan Saka yang keras dan kuat juga mengandung tenaga dalam. Yang satu tangan kanan di bawah sikutnya patah, satu lagi bahu kirinya yang kena.

Dua orang tersebut terdorong sempoyongan dengan wajah pucat bukan main. Sementara satu orang lagi mulai leleh nyali.

Saka segera mengejar orang ini yang sepertinya hendak kabur. Dia berkelebat cepat sambil kirimkan pukulan tangan kanan, tapi tidak sampai mengerahkan tenaga penuh.

Sett! Krakk!

Pukulan ini mengenai leher bagian belakang. Dari suaranya yang keras, jelas tulang lehernya mengalami retak atau patah. Orang ini langsung ambruk tak berkutik.

Mati!

Saka berpaling pada dua orang lainnya yang sedang memegang bagian badannya yang patah. Lelaki ini mengulas seringai sinis. Tatapannya bagaikan macan yang hendak menerkam mangsanya.

"Bagaimana dengan jurusku tadi?" tanya Saka dengan kepala miring dan bergerak mendekat kepada dua orang yang kini tampak gemetar.

"Jangan senang dulu, belum tentu kau mampu melawan Boma Sagara!"

"Ha ha ha ... Kalian mengandalkan si jelek keparat itu? Sampaikan padanya aku akan membikin dia babak belur!"

Merasa ada kesempatan, dua orang ini segera ambil langkah seribu diiringi tawa Saka yang lantang lalu meneguk tuak dari bumbung bambu.

Sebenarnya Saka sengaja melepas mereka untuk mengusut keberadaan Ki Jangkung Wulung, Boma Sagara dan yang lainnya.

Namun, ketika dia hendak menguntit kedua orang tersebut, tiba-tiba saja entah dari mana datangnya. Tahu-tahu seorang lelaki setengah baya telah menghadang jalannya.

Saka tidak merasakan hawa sakti kehadiran orang tersebut sebelumnya. Berarti orang ini sangatlah sakti. Dia segera bersikap waspada, tapi tetap tenang.

Lelaki ini berdiri tegak sambil menggendong kedua tangannya. Wajahnya yang sedikit dihiasi kumis dan jenggot terlihat teduh memandang lembut ke arah Saka.

Dari sikap orang itu membuat kecurigaan Saka perlahan memudar. Sepertinya tidak bermaksud jahat.

Saka mengambil ingatannya, barangkali dia pernah bertemu lelaki setengah baya di depannya itu, tetapi tidak berhasil mengingat apa pun.

“Siapa Ki Sanak, kenapa menghadang saya?

“Kau tidak perlu mengejar mereka. Aku tahu di mana orang yang sedang kau buru!”

Saka cukup tercekat juga mendengarnya, tetapi kejap berikutnya menjadi tenang hatinya. Orang tersebut memang tidak berniat buruk terhadapnya.

Lelaki setengah baya itu bisa tahu tujuan Saka, berarti bukan orang sembarangan. Akhirnya Saka hanya menunggu orang tersebut melanjutkan bicaranya.

“Orang yang kau cari berada di Kotaraja, tapi dia bersembunyi. Kau harus menemukannya dengan cara khusus. Membuntuti mereka hanya sia-sia saja,” lanjut lelaki setengah baya dengan suara cukup berwibawa seperti seorang pemimpin.

“Bagaimana cara agar saya menemukan dia?” Pertanyaan Saka ini meluncur seolah tidak disadari.

Lelaki setengah baya mengeluarkan suatu benda dari balik ikat pinggangnya. Sebuah gulungan daun lontar kecil yang diikat seutas tali.

“Aku menitipkan surat ini. Sampaikan kepada orang bernama Arya Kumbara putra Ki Sempana, ketua perguruan Girisoca!” Lelaki itu menyodorkan gulungan surat dari daun lontar tersebut kepada Saka.

Beberapa saat Saka termenung sebelum akhirnya menerima surat daun lontar itu.

“Aku akan sedikit memberi gambaran tentang keadaan Kotaraja,” kata lelaki tak dikenal itu kemudian.

Saka hanya menunggu. Seketika sifat gilanya seolah hilang. Dia seperti terhipnotis oleh pria tak dikenal tersebut.

“Ada dua perguruan besar yang selalu bersaing di Kotaraja. Perguruan Girisoca dan Kalajingga. Di sana kau tidak akan bisa membedakan mana golongan putih, mana golongan hitam.”

Lelaki setengah baya itu menjelaskan bahwa kedua perguruan yang disebutkan tadi sangat berpengaruh di Kotaraja. Mereka seolah-olah mengatur kehidupan di pusat kota tersebut.

“Untuk mencari musuhmu,” lanjut lelaki itu, “mau tak mau harus terlibat dalam intrik kedua perguruan itu. Kau harus hati-hati, jangan sampai terkecoh.”

Saka berusaha menyerap keterangan tersebut dengan seksama. Informasi orang ini pasti bukan abal-abal.

Lelaki setengah baya itu melanjutkan. “Sebagai langkah awal, kau serahkan surat penting itu kepada orang yang kusebutkan tadi. Selanjutnya kau akan tahu sendiri caranya!”

Saka tampak termenung.

“Satu lagi,” kata lelaki setengah baya. “Di Kotaraja, orang dunia persilatan tidak bisa sembarangan bertindak. Mereka harus tunduk pada aturan di sana. Walaupun kau seorang buronan, tak satu pun pendekar boleh menangkapmu, tapi harus melalui pihak yang berwenang. Jadi kau tenang saja. Apalagi kalau sudah memberikan jasa kepada salah satu perguruan.”

Setelah berkata panjang tadi, orang misterius itu langsung berbalik dan berkelebat lenyap dari hadapan Saka.

Pria yang menggendong bumbung tuak di punggungnya sendiri baru sadar setelah beberapa kejap. Namun, dia ingat apa yang dikatakan orang misterius tadi.

Saka menyimpan gulungan surat itu ke balik bajunya. Dia tidak ingin membuka isinya, tidak sopan mengorek titipan orang. Lalu minum beberapa teguk tuak dari bumbung bambu.

“Kotaraja,” gumam Saka sambil menerawang tempat yang disebut barusan. Dia belum pernah pergi ke sana.

Kota yang ramai. Banyak orang menggantungkan nasibnya di sana. Sekarang dia harus ke sana pula untuk mengadu nasib dalam membalaskan dendamnya.

Saka sudah berjalan jauh meninggalkan tempat semula. Dia tidak berniat mengejar dua murid Ki Jangkung Wulung lagi. Lagi pula mereka pasti ke Kotaraja juga. Di sana pasti akan bertemu lagi.

Namun, setelah beberapa lama berjalan, Saka merasakan ada beberapa orang yang selalu mengikuti dan mengawasinya.

Lelaki yang sudah dicap buronan ini pura-pura tidak tahu saja sambil menunggu tindakan apa yang akan dilakukan penguntitnya.

Beberapa saat kemudian terasa angin berhembus keras dari arah belakang.

Wutt!

Saka segera berpaling ke belakang sambil menghindari hempasan angin tadi. Tahu-tahu dia sudah dikepung setidaknya tujuh orang tidak dikenal.

Saka tahu mereka pendekar golongan putih pasti ingin menangkapnya.

"Saka, kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu!" teriak salah satu yang berada di depan.

Saka mendengkus kesal lalu garuk-garuk kepala. Entah harus bagaimana menjelaskan kepada orang-orang di depannya, tapi rasanya percuma saja.

Kebenaran di dunia pendekar ditentukan oleh pertarungan.

“Tangkap saja kalau kalian mampu. Kalian pikir aku takut. Ayo, maju semua manusia-manusia tolol!” tantang Saka.

"Keparat busuk! Berani kau menghina kami, berarti tidak sayang lagi nyawamu!"

Tujuh orang berbeda umur, beda jurus dan tenaga dalam mengepung Saka Lasmana. Ada yang menggunakan senjata, ada pula yang tangan kosong saja.

"Dasar tolol, kalian tolol!" maki Saka, sempat meneguk tuak dari bumbung dengan cara cukup atraktif.

Kejap berikutnya tujuh serangan melanda Saka Lasmana. Semuanya bergerak cepat, tujuh titik jadi sasaran.

Namun, Saka tetap tenang sambil tertawa cengengesan. Lalu sosoknya melesat ke atas lebih cepat daripada datangnya serangan musuh.

Di atas, Saka jungkir balik lalu semburkan sisa arak dari mulutnya. Tuak menyebar bagai gerimis turun.

Praaat!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status