Jangan Lupa masukkan ke rak buku ya
_
_
Pagi itu, setibanya di kantor Cloud langsung meletakkan tas di atas meja, tapi bukannya bekerja dia malah meraih ponsel untuk melanjutkan bermain game yang membuatnya kecanduan. Kakinya yang jenjang dia luruskan sedang punggungnya merebah malas di sofa. Matanya yang tajam terus menatap layar benda pipih di tangan dengan sengit. Bibirnya rapat menahan geram hingga akhirnya terjadi lagi, dia gagal mendapat nilai yang memadai agar bisa naik level. Cloud melemparkan ponselnya ke sofa. Terus gagal membuatnya marah-marah tapi tidak membuatnya jera.
"Ini game kenapa susah sekali? Pengembang aplikasi ini sepertinya tidak ingin ada orang yang bisa memenangkan permainan. Aku sudah keluar banyak uang untuk membeli berbagai jenis baju untuk mendandani Ariel. Heran, harus secantik apa lagi sih dia agar mendapat nilai sempurna dan naik level. Astaga. Apa aku harus mencari pembuat game ini lalu aku ceramahi? Sial!" umpatnya.
Meski marah, Cloud tetap mengambil ponsel dan hendak kembali bermain. Namun, suara ketukan pintu membuatnya mengurungkan niat. Dia buru-buru menuju kursi kerjanya dan duduk dengan tegak agar terlihat berwibawa.
"Masuk!"
Tak butuh waktu lama, pintu ruangan itu pun terbuka. Tasya terlihat masuk dengan mimik wajah cemas dan membuat Cloud bertanya-tanya.
“Kenapa mukamu begitu? Apa ada yang tidak beres?" tanya Cloud.
Tasya tak langsung menjawab, gadis itu malah meletakkan tablet di meja sang atasan. "DAN hari ini meluncurkan koleksi terbarunya, tapi desain baju mereka sama persis dengan …. “
"Tidak mungkin!" Cloud memotong ucapan Tasya seolah sudah bisa menerka apa yang terjadi. Matanya membeliak lebar, dia meraih tablet itu sambil menggerakkan jemarinya untuk menggeser layar. Cloud mengamati satu persatu baju yang diluncurkan oleh perusahaan saingannya. Ia kaget bukan kepalang saat melihat desain yang diluncurkan pihak DAN tersebut. Seratus persen mirip, bahkan bahan dan motifnya terlihat sama.
Tangan Cloud mengepal, nanar tatapannya kala bertemu pandang dengan Tasya. "Beri tahu semua divisi, aku ingin mengadakan rapat darurat. Sekarang!"
Tasya yang melihat kilatan kemarahan dari mata Cloud pun berlari keluar. Dalam waktu lima belas menit, dia sudah bisa mengumpulkan semua orang dari divisi yang terlibat dalam pembuatan desain baju itu dalam satu ruangan. Ruangan yang sudah mirip rumah hantu ketimbang ruang rapat. Raut wajah semua orang pucat, mereka saling pandang dan setelah itu menunduk saat Cloud masuk dengan wajah garang.
"Siapa yang bisa menjelaskan bagaimana bisa desain kita yang akan diluncurkan beberapa bulan lagi sama persis dengan pihak DAN?" tanya Cloud. Hening, Tak ada yang menyahut dan itu membuatnya semakin kesal.
"Jess, bisa kamu jelaskan?" tanya Cloud lagi. "Kamu ketua tim design, bisa kamu jelaskan situasi apa yang sedang terjadi?”
"Maafkan saya, Bu. Saya juga tidak tahu. Tapi ...."
"Siapa pelakunya?" sela Cloud dengan nada meninggi. Sayangnya tidak ada yang berani menyahut atau sekadar mengangkat kepala.
"Aku yakin ini bukan kebetulan. Aku yakin di sini ada pengkhianat. Ayo cepat mengaku! Siapa yang berani-beraninya membocorkan desain Niel fashion ke DAN?"
Masih hening, bahkan untuk bernapas pun semua orang merasa takut.
“Aku beri kalian waktu untuk berpikir. Aku akan pergi beberapa hari, dan saat aku pulang siapa pun dalang di balik kejadian ini harus mengakui perbuatannya." Cloud menjeda kata. Kilatan kemarahan terpancar jelas dari mata indahnya. Satu persatu dia tatap staffnya yang ada di sana.
"Jika sampai aku pulang masih tidak ada yang mengaku, maka aku akan menggunakan caraku sendiri, dan kalau hal itu sampai terjadi. Bersiaplah menghabiskan waktu membusuk di penjara!"
Setelah mengatakan itu Cloud menggebrak meja dan pergi. Darahnya terasa mendidih karena hal ini. DAN memang saingan terberat, tak hanya itu mereka sangat licik.
"Murahan, bisa-bisanya mereka melakukan hal rendah seperti ini," geram Cloud. Dia pacu mobilnya menuju rumah.
Namun, bukannya mendapat ketenangan Cloud malah melihat sesuatu yang membuatnya kesal. Di ruang tamu, gadis itu melihat Bianca sibuk menatap beberapa foto pria yang dia jejer dengan rapi di atas meja.
"Sayang, sini sebentar!"
"Ayolah, Ma. Jangan lakukan lagi. Aku tidak punya waktu."
"Lalu kapan punya waktu? Kamu mau menunggu sampai menopause?" kesal Bianca.
“Aku sudah mengunduh aplikasi perjodohan itu, apa kurang membuat Mama senang?”
Cloud berucap sambil terus melangkah masuk ke dalam. Bianca pun hanya bisa menyusul langkah sang putri. Wanita itu tak berdaya saat anaknya masuk kamar dan mengunci pintu - mengabaikan panggilannya yang berniat memperlihatkan kandidat mantu walau hanya semenit.
Setelah menunggu beberapa menit, suara cerewet Bianca pun mulai mereda. Cloud yang kesal memilih merebah di ranjang lalu meraih ponsel untuk menghubungi agen perjalan yang sudah dia pesan jauh-jauh hari. Rencana awalnya dia ingin berangkat berlibur dua hari lagi. Namun, karena kejadian hari ini di Neil Fashion, Cloud ingin memajukan jadwalnya.
"Aku ingin perjalanannya dimajukan besok." Hening, Cloud mendengarkan apa yang sang lawan bicara katakan. “Aku tidak masalah menambah biaya, yang pasti aku ingin pergi besok,” ucapnya diktator.
Cloud berencana pergi berlayar selama dua hari, tapi karena masalah design produk keinginannya itu semakin menggebu. Ia ingin melepas penat dan beban pikiran sambil menyusun rencana untuk menangkap pengkhianat yang ada di perusahaannya.
***
Pagi harinya Skala dan Bianca yang sedang menikmati sarapan dikagetkan dengan kehadiran sang anak yang sudah berdandan cantik ala musim panas. Bahkan kacamata hitam telah bertengger kukuh di hidung Cloud yang bangir.
"Sayang kamu mau ke mana dengan pakaian kekurangan bahan itu?" tanya Skala yang heran dengan penampilan putrinya.
"Aku mau liburan, Pa."
"Hari ini? Katanya lusa?" Bianca menimpali dan direspon Cloud dengan anggukan.
"Aku memajukan jadwalnya," balas gadis itu.
"Tapi paling tidak tutupi pahamu, jangan diumbar begitu. Jangan sampai orang beranggapan pahamu lebih murah dari paha ayam," tegur Skala sambil mengurut dada.
Cloud pun mencebikkan bibir sebelum menjawab, "Pa, aku direktur perusahaan fashion, tentu saja harus fashionable.”
Skala hanya bisa mengelus dada lagi, lalu geleng-geleng kepala. Susah memang jika berhadapan dengan putri yang sangat dia manjakan sejak bayi.
"Oiya, kamu sudah lihat pesan Mama, 'kan? Bagaimana, apa ada yang sesuai selera kamu?" tanya Bianca lalu mengunyah sandwich yang ada di tangan. Ini merujuk pesan chat yang dia kirim ke Cloud, dia mengirim banyak foto kandidat lelaki yang rencananya akan jadi teman kencan buta sang anak.
Namun, balasan Cloud hanya gelengan kepala. "Aku tidak sempat, Ma."
"Mau sampai kapan, Cloud?" omel Bianca lagi. Terdengar setengah merajuk.
"Nanti, tunggu aku pulang baru aku beri Mama jawaban. Sekarang aku ingin liburan." Cloud memastikan semua barang bawaan. "Doakan saja biar anak Mama yang cantik ini kembali dengan selamat agar bisa memilih salah satu foto pria jomlo yang Mama kirim."
Kata-kata Cloud membuat Bianca kaget. Firasatnya berubah menjadi tidak enak. Ucapan Cloud barusan sangat mengusiknya, seakan putrinya itu pergi dan tidak akan pernah kembali lagi.
"Cloud?" Bianca yang seketika khawatir pun sampai menyusul Cloud yang sedang sibuk memperhatikan pembantu memasukkan koper ke bagasi.
"Bisa tidak liburannya ditunda?" pinta Bianca.
"Ma, aku sudah pesan semuanya."
"Tapi Mama ...." Bianca menahan lisan. Dia takut sesuatu yang buruk terjadi pada Cloud, tapi juga ragu mengatakannya. Ia takut jika dikatakan malah akan menjadi kenyataan.
Cloud menatap wajah gusar Bianca lalu memeluk wanita bawel yang sangat disayanginya itu. "Aku pasti baik-baik saja, Ma.”
Bianca menghela napas panjang, lalu mengusap rambut sang anak pelan. "Ya sudah, hati-hati. Terus hubungi Mama dan beri kabar."
Pelukan mereka terurai, hanya saja tatapan Bianca masih saja sama—penuh kekhawatiran dan itu membuat Cloud menarik kedua ujung bibirnya.
"Aku akan baik-baik saja. Aku hanya pergi dua hari bukan untuk selamanya. Jadi Mama jangan khawatir," ujarnya yang sukses membuat Bianca ikut tersenyum kecil.
Dengan menggunakan yacht yang disewanya Cloud mengarungi Samudra, persis yang dia inginkan dan mimpikan beberapa bulan belakangan ini, bersenang-senang sendirian tanpa ada yang menggangu. Di yacht tersebut Cloud ditemani satu orang nahkoda dan dua pelayan. Gadis itu merasa menjadi pemilik samudra."Ah, senangnya ...." Cloud bergumam. Dia yang sedang bersantai di bagian ujung yacht pun merebah menatap langit untuk melihat awan yang sangat indah. Tidak hanya itu, Cloud juga membiarkan mentari yang hangat menerpa tubuhnya yang sedang terbaring. Kacamata hitam menjadi pelindung mata indahnya. Belum lagi alunan musik yang menemani. Cloud benar-benar rileks dan terlepas dari berbagai beban yang sejak kemarin membuatnya stress dan tak nafsu makan.Namun, kenyamanan Cloud tak bertahan lama, dia terganggu saat mendengar notifikasi yang berasal dari ponselnya. Karena berisik Cloud pun dengan malas merogoh benda itu. Ia agak heran ada begitu banyak pemberitahuan dari aplikasi LOLOLOVE miliknya,
“i-ini ... apa ini aku?”Cloud yang tadinya terduduk di lantai marmer segera berdiri. Dia berjalan tergesa menuju cermin lalu memegang seluruh tubuh yang sekiranya bisa dipegang, dari telinga, mata, hidung, pipi juga dagu. Sekarang Cloud sadar ini nyata. Ini bukan mimpi."Ariel? Aku jadi Ariel!" serunya tak terima. Dia terus saja menepuk pipi sendiri demi menyadarkan diri. Jika ini mimpi maka Cloud ingin segera sadar. Kalau nyata? Maka ini jelas kutukan dan musibah besar.Cluod mengerjap, bingung dan marah membuatnya seperti orang bodoh. Otaknya terus bertanya, kenapa harus menjadi Ariel di game LOLOLOVE yang dibencinya. Dia masih ingat bagaimana kala itu menghina dan mencerca game serta penciptanya."Gila, ini gila! Mustahil! Bagaimana bisa aku ke sini? Bagaimana bisa aku menjadi Ariel? Bagaimana bisa aku terjebak disini? Astaga!"Cloud yang frustrasi terduduk lemah, kakinya seakan kehilangan tenaga. Dia terus meraung serta meronta, kakinya terus menerjang-nerjang. Dia bingung sekal
☁ Happy Reading☁Cloud hanya bisa mengikuti perintah kucing bernama Loloco itu, dia pun perlahan membuka laci meja yang ditunjuk. Matanya mendapati sebuah buku dengan sampul merah muda beserta pulpen diatasnya. “Si Ariel ini, girly sekali dia,” gumam Cloud. Ia pun menggeser kursi untuk duduk. “Apa ini buku harian?” tanyanya ke Loloco yang sudah bertengger di atas meja. Cloud pun hanya melirik sinis dan memilih untuk membuka buku itu.Cloud membaca halaman pertama dengan seksama, dia bahkan terlalu fokus hingga membuat Loloco kesal, kucing itu membalikkan buku yang diletakka Cloud di atas meja dengan salah satu kakinya.“Cepat baca halaman paling akhir saja!”“Kucing cerewet, pasti tingkahmu sangat menyebalkan saat menjadi manusia. Rasakan kamu mendapat kutukan seperti itu,” cibir Cloud. Namun, bukannya langsung membaca bagian yang Loloco tunjukkan dia malah meraih sisir dan merapikan rambutnya.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Loloco sedikit gemas.“Aku sedang menyisir rambut, aku Clou
☁Selamat Membaca☁Otak Cloud yang cerdas jelas sudah bisa menilai bagaimana selama ini Lily memperlakukan Ariel. Dan bodohnya Ariel terlalu lemah hingga tidak bisa melawan perbuatan ibu tirinya itu. Atau mungkin memang begitulah si pembuat game menciptakan karakter Ariel, lemah dan gampang ditindas, menunggu belas kasihan pemain yang akan membuatnya menjadi seorang putri cantik agar bisa menjadi pasangan pangeran tampan.“Untuk apa kamu mencari Luis?” tanya Lily. Sedikit gentar juga melihat perubahan drastis pada putri tirinya.“Aku ingin dibacakan ulang wasiat mendiang papaku.” Cloud terbeku. “Tunggu dulu! benar ‘kan si Ariel memanggil ayahnya dengan panggilan papa, jangan-jangan daddy, atau father,” gumamnya dalam hati. Ia monoleh ke arah Loloco yang bertingkah seperti layaknya kucing pada umumnya. Hewan itu bahkan menjilati kakinya sendiri.“Terlalu banyak tingkah!” Catherine menarik lengan Cloud dengan kasar, dia menyeretnya menuju pinggiran kolam ikan.Menyadari apa yang akan ter
☁Selamat Membaca☁“Bagaimana caranya?” tanya Cloud. Ia menoleh ke Loloco dan semakin membuat para pembantu kebingungan.Mereka menganggap sang Nona benar-benar sudah gila kerena berbicara dengan kucing. Hingga Lily keluar dan menghardik para pembantu itu. Mereka akhirnya membubarkan diri dan kembali ke pekerjaan masing-masing.Kini giliran Lily yang berdiri dan mengamati gerak-gerik sang anak tiri. Ia mengingat dengan jelas mengurung Ariel di dalam kamar dan tidak memberi gadis itu makan, karena Ariel berani mendorong putrinya saat dia melempar kalung mendiang Ibu Ariel ke dalam kolam. Namun, entah kenapa setelah itu Lily merasa Ariel sangat berbeda. Cara bicara, tingkah laku bahkan cara duduk gadis itu sangat lain.“Ariel itu sarjana dan kamu aku juga yakin juga sarjana, jadi pakai otakmu,” ketus LolocoCloud pun mencebikkan bibir, dia kesal dan bahkan ingin sekali meremas kucing abu-abu yang sombongnya melebihi dirinya itu.__“Pagi-pagi sudah menonton TV, apa kamu lupa dengan tuga
☁Selamat Membaca☁“I-i-iya.” Cloud yang biasanya galak berubah menjadi bodoh untuk beberapa saat. Ia malah menyusuri wajah pria di hadapannya ini. Pahatan wajah Nic menurutnya benar-benar sangat sempurna. Apa mungkin ini bukan dirinya? Apa mungkin memang Ariel ditakdirkan untuk mencintai pria ini hingga dia merasakan perasaan yang aneh seperti ini? Cloud masih saja terkesima hingga Nic membentaknya dengan kasar. Gadis itu kaget, dia tak menyangka bahwa pria yang baru saja membuatnya merasa ada jutaan bunga berjatuhan dari langit, ternyata segalak itu. “Apa kamu tidak bisa menyetir dengan baik? Apa kamu punya SIM?” “Ah … apa SIM? SIM? Oh ... ya SIM?” Cloud kebingungan hingga spontan dia malah berkata,” Apa yang kamu maksud Surat Izin Menikahimu.” “Apa?” Nic terkekeh, pria itu membuang muka. Rahangnya mengetat seiring dengan amarahnya yang sudah hampir mencapai ubun kepala. “Tunggu Nona, apa mungkin keluargamu membiarkanmu yang tidak waras mengendarai mobil sendirian di jalan?” “
☁Selamat Membaca☁“Kalau kamu masih bersikap sombong padaku, aku akan benar-benar membuangmu!” ancam Cloud.“Hei … jangan coba-coba! Kita jelas harus kembali ke dunia kita bersama.”Loloco agak gentar juga, bukan tanpa alasan. Pernah suatu ketika dia sengaja menceburkan diri ke dalam kolam karena frustrasi, dan nyatanya dia hampir mati. Untung saja Ariel menemukannya dan langsung menyelamatkannya. “Takut juga kamu.” Cloud tergelak jemawa, dia tatap mata Loloco yang sudah memelas dengan kumis yang bergerak-gerak.“Ayo lah Cloud semua bisa dibicarakan dengan baik-baik, apa kamu ingin tahu siapa aku? aku hanya pria jomlo yang kesusahan mencari cinta, lalu aku memainkan game itu. Aku selalu menyebutnya permainan tak berguna, jadi suatu ketika aku tiba-tiba masuk ke sini,” dusta Loloco dan itu membuat Cloud menyipitkan mata. Loloco berharap gadis itu percaya padanya.“Aku hanya iri padamu, bayangkan saat datang aku sendirian dan menemukan sendiri jawaban atas kebingungan ini, sedangkan ka
🍷Selamat Membaca🍷“A-apa-apa yang Anda bilang?”Bianca merosot, dia sudah pasti akan jatuh jika tubuhnya tidak ditahan oleh Skala. Sepertinya baru kemarin Cloud berpamitan akan pergi berlibur, tapi polisi datang ke rumahnya mengabarkan bahwa putrinya itu hilang. Hanya ada yacht kosong yang terombang-ambing di lautan lepas dengan barang-barang putrinya yang ditemukan utuh di sana.“Pak, Anda bercanda ‘kan? atau Anda salah alamat, mungkin maksud Anda bukan Cloud putri saya.”Menolak. Ya, semua orang pasti akan melakukan itu saat pertama kali mendapatkan kabar yang buruk tentang orang yang sangat mereka cintai. Begitu juga dengan Bianca. Wanita itu menggeleng meski air mata sudah berderai membasahi pipinya - yang sama sekali belum memperlihatkan tanda-tanda penuaan.“Pak, jika itu benar putri kami, lalu kenapa yacht itu kosong? Bukankah ada nahkoda dan mungkin pelayan di sana?” Skala mencoba mengajukan pertanyaan, dia juga sangat terkejut tapi masih bisa mengendalikan perasaan.“Itu la