"Aku akan membawanya pergi dari neraka ini," ujar Mia.
Mia memapah Audrey turun dari ranjang, "ayo sayang, aku akan membebaskanmu dari neraka ini," ujarnya lagi.
"Berhenti!" perintah Stefan.
"Apa kau ingin benar-benar membunuhnya?" tanya Mia dengan marah.
"Lepaskanlah dia!" pinta Mia.
"Dia tidak berhutang apa-apa kepadamu, tapi kaulah yang berhutang banyak kepadanya," jawab Mia.
"Katakan sekali lagi tentang apa yang baru saja kau katakan sebelumnya!" ujar Stefan.
Mia terdiam, mengambil nafas panjang lalu mulai menceritkan kejadian malam itu di kamar 666.
"Jika malam terlaknat itu t
"Hei! apakah kita makan di restoran itu saja," pinta Grey.Stefan menutup berkasnya dengan tetap memandangi Audrey, berjuta kata ingin di ucap saat Audrey pergi namun semua tertahan.Stefan pun mengangguk dengan permintaan Grey. Mereka pun masuk ke dalam restoran tersebut, Stefan memilih tempat duduk yang tak bisa dilihat Audrey, namun dirinya dapat melihat jelas Audrey.Stefan ingin sekali menepis semua serpihan rindu yang telah ditahannya selama bertahun-tahun.Kedua teman baik itu makan dengan leluasanya, tak merasa jika sedang di perhatikan oleh dua pria.Ketika sedang asyik menikmati seorang pria mendekati mereka dan menyapa Audrey."Nona Audrey," sapa dokter harold.
Ah sudah tak mau pikir lagi, aku lelah," jawab Audrey."Issh … kau ini," ujar Mia.Audrey pun mematikan lampu kamarnya, Stefan yang melihat lampu kamar Audrey telah padam lalu meletakan teropongnya di atas nakas, dan mulai merebahkan dirinya di ranjang besarnya. Stefan juga menyimpan teropong yang sama seperti yang ada di ruang kerjanya.Di pagi hari, Grey dan Stefan memulai sarapannya dengan keheningan. Grey ingin bertanya tentang teropong yang dia lihat tadi malam namun mengurungkan niatnya."Apa kau sudah mengurusnya?" tanya Stefan kepada Arthur."Ya Tuan," jawab Arthur."Kerja bagus," puji Stefan."Mengatur apa?" tanya Grey.
Stefan melajukan mobilnya ke puncak bukit yang tak sengaja ia temukan, Stefan keluar dari mobilnya dan menyalakan rokoknya, Stefan menjadi perokok berat di masa ketika Audrey pergi darinya.Stefan mendongak ke atas memandangi langit menjulurkan tangannya seakaan ingin mengambil bintang-bintang yang ada diatas langit tersebut namun apa daya tangan tak sampai. Begitulah rasa yang Stefan rasakan di tiap kali melihat Audrey.Dengan kekuasaannya Stefan bisa dengan mudah membawa Audrey berdiri di sisinya. Namun teringat wajah ketika Audrey kehilangan jiwanya, Stefan merasa takut untuk melangkah.Stefan kembali ke kediamannya, menjelang pagi. Merapihkan diri, meyesap segelas orange Juice lalu berangkat ke gedung Exillion.Hari ini adalah hari pertama Audrey bekerja diwyatt House. Kar
Satu-satunya hal yang terpikirkan oleh Harold adalah melamar Audrey sekarang juga. Harold bergegas pergi melajukan mobilnya ke gedung Exollian, sebelumnya Harold membeli sebuah bunga untuk melamar Audrey. Harold berdiri di loby, dengan sebuket bunga mawarnya, bahkan Harold lupa membuka jas dokternya.Semua mata memandang Harold dengan heran. Harold mengambil ponselnya dan menghubungi Audrey untuk memintanya ke lobi. Audrey pun segera pergi menemui Harold."Harold," panggil Audrey.Harold menoleh, menatapi Audrey. Menarik nafas panjang lalu memberanikan diri untuk membuka suaranya."Audrey aku tahu ini mungkin tak pernah kau kira, dan jujur saja aku pun tak pernah menyangka akan ada hari ini. Namun hatiku terus bergerak kearahmu," ungkap Harold.
Mia pun sampai di gereja, namun tidak melihay ada limosin yang membawa Audrey tadi. Mia segera masuk ke gereja lalu mencari-cari Audrey."Apa kau melihat mempelai wanita?" tanya Audrey panik."Ada apa?" tanya Harold."Apa kau melihat Audrey?" tanya Mia."Apa kalian tidak pergi bersama?" tanya Harold."Tidak, dia naik limosin yang kau sediakan," jawab Mia."Limosin …?" tanya Harold."Bukankah kau mengirim limosin untuk menjemputnya?" tanya Mia."Tidak aku tidak pernah mengirimkan limosin," jawab Harold."Jika bukan kau? Lalu siapa?"
Stefan berjalan semakin mendekat, Audrey masih setengah sadar. Stefan berdiri di depan Audrey."S-stefan," ujar Audrey lalu tak sadarkan diri lagi.Stefan segera memeluknya, dan merebahkan Audrey di ranjang mereka. Stefan ikut merebahkan diri di sisi Audrey dan memelukinya.Stefan menciumi Audrey berkali-kali, menarik tubuh Audrey untuk semakin dekat dengan tubuhnya."Kau adalah milik-ku, Audrey Smith," bisik parau Stefan."Matipun, kau akan tetap menjadi milik-ku," ujar Stefan lagi.Stefan pun ikut terpulas, sudah sangat lama Stefan tidak merasakan tidur senikmat hari ini.Audrey membuka matanya perlahan, dan merasakan sebuah tangan b
"Masih tidak ingin makan?" tanya Stefan.Audrey membersihkan mulutnya dengan tangan, "aku bisa melakukannya sendiri," jawab Audrey seraya mengambil mangkuk supnya dari tangan Stefan.Stefan duduk di sofa, mengawasi Audrey menghabisi makanannya, setelah memastikan Audrey memakan habis makanannya, barulah Stefan pergi tidur di kamar tamu.Stefan takut tidak bisa menahan diri terhadap tubuh Audrey, Khawatir jika Audrey semakin membencinya. Dengan berat hati Stefan pun malam ini tidur di kamar tamu.Sementara itu, Audrey tidak bisa tidur memikirkan banyak cara untuk bisa melepaskan diri dari Villa ini.Audrey melihat keluar balkon, kamar ini di lantai dua. Jika dia melompat apakah akan berhasil, pikir Audrey. Audrey masih menimbang-nim
Audrey meronta-ronta ingin melepaskan diri dari kungkungan Stefan. Namun Stefan malah dengan serakah menciumi Audrey. Gerakan Stefan terhenti ketika ada panggilan masuk ke ponselnya. Penjaga melaporkan bahwa ada wanita yang menerobos masuk dan mengaku teman Audrey."Siapa namanya?" tanya Stefan."Mia," jawab penjaga tersebut."Ah Nona Mia, biarkan dia masuk. Dia adalah pengiring mempelai wanita. Pastikan pelayan untuk mengurusnya!" perintah Stefan."Pengiring pengantinmu telah datang, jadi bersiaplah untuk pernikahan kita!" ujar Stefan meninggalkan Audrey dalam kelimbungan."Mia …" gumam Audrey.Pelayan membawa Mia ke kamar tamu, "Nona mandilah terlebih dahulu!" ujar si pelayan.&nbs