Share

第 2 集

30.000 tahun kemudian

Pagoda Awan Merah.

Seorang gadis bergaun putih tengah berjuang untuk keluar dari pagoda yang berdiri di atas awan senja ini. Untuk keluar dari sana, ia harus mengalahkan musuh di setiap lantai pagoda yang terdiri dari tujuh susun itu. Ia mengerahkan semua jurus dan kekuatan dengan seimbang. Meski lelah, tapi dia harus berhasil. Mengayunkan Pedang Phoenix Perak andalannya. Gadis itu bernama Feng Qian. Putri bungsu Raja Langit yang saat ini berkuasa.

Semenjak berusia 1000 tahun, Feng Qian sudah harus belajar banyak hal. Salah satunya ilmu bela diri. Ia berguru pada Yue Yuan, pimpinan Kun Lun. Karena Kun Lun tidak menerima murid perempuan, maka secara khusus Yue Yuan melatih Feng Qian di Laut Barat. Pada usia 20.000 tahun, gadis itu sudah menerima bencana langit pertamanya. Semua dewa dan dewi, juga penghuni alam keabadian, pasti akan mengalami bencana langit hingga beberapa kali, guna meningkatkan kemampuannya sebagai makhluk abadi.

Mulai dari situ, Yue Yuan melatih kemampuan bela diri sang putri di Pagoda Awan Merah. Monster atau pun musuh di dalamnya adalah makhluk sungguhan. Jika melukai pun, luka akan nyata adanya. Beberapa kali terluka, dari luka ringan sampai luka berat pernah dialaminya. Namun Feng Qian bukan putri manja yang mudah menyerah hanya karena satu atau dua kali kegagalan, atau beberapa luka di tubuhnya. Yue Yuan melihat tekad pada diri sang murid. Ia pun juga dengan sabar mengobati luka-lukanya.

Murid dari seorang Yue Yuan, tidak lantas kelakuannya juga semulia sang guru. Feng Qian tetaplah salah satu generasi muda yang darahnya berapi-api dan penuh semangat. Ia memanglah tetap seorang putri yang memiliki budi pekerti. Namun ia memiliki sifat yang mudah kasihan, dan hati yang tidak tegaan. Sehingga sering kali terlibat masalah. Ia cukup sering dimanfaatkan untuk dimintai tolong oleh teman-teman seusianya. Apalagi dirinya adalah putri nomor satu di alam keabadian ini.

Di Laut Barat, Feng Qian ditemani oleh pelayan setianya, Cha Cha. Seorang peri dari klan Bunga. Kakak keenamnya, Feng Liu sering datang. Membawakan makanan atau pun pakaian, titipan dari sang ibunda ratu.

Seperti sore ini. Akhirnya Feng Qian berhasil keluar dari Pagoda Awan Merah tanpa terluka sedikit pun. Kemampuannya semakin bagus. Begitu keluar, ia langsung disambut Feng Liu.

"Wah, kau hebat! Aku salut. Selain cantik, kau juga tangguh. Benar-benar calon Ratu Nirwana yang luar biasa." Feng Liu memuji sang adik setinggi-tingginya.

"Jangan terlalu memujiku. Ini baru pertama kalinya berhasil menyelesaikan latihan dengan sempurna. Selanjutnya belum tentu." Feng Qian juga memiliki rasa rendah hati.

"Oh ya, aku kemari ingin mengajakmu datang ke acara ulang tahun Raja Rubah di Qing Qiu. Bisa, 'kan?" kata Feng Liu.

"Kapan acaranya?" tanya Feng Qian antusias. Ia sangat suka arak buah persik buatan Dewa Zhe Yan. Pasti kalau datang ke acara itu, bisa mampir sebentar ke hutan pohon persik yang hanya berjarak beberapa mil dari sana.

"Acaranya dua hari lagi," jawab Feng Liu. "Tapi ..." Ada yang tertahan dalam ucapannya.

"Tapi apa?" Membuat Feng Qian penasaran.

"Kita datangnya sendiri-sendiri," ungkap Feng Liu penuh masih penuh misteri. "Kita langsung bertemu di sana."

"Kenapa begitu, Kak?" Feng Qian makin penasaran.

Senyum tersungging di wajah Feng Liu. Wajahnya bersemu merah. "Aku juga mengajak Zi Xiang. Sebelum ke Qing Qiu, aku mau menjemputnya lebih dulu." Zi Xiang adalah gadis cantik yang berasal dari klan Kupu-Kupu. Gadis yang sangat disukai Feng Liu.

Feng Qian hanya tersenyum. Ia memakluminya. "Baiklah. Aku akan pergi sendiri. Nanti aku akan minta mutiara murni dari klan Kerang di dasar Laut Barat sebagai hadiah." Mutiara murni adalah benda yang sangat indah di dasar Laut Barat. Sangat bagus untuk kesehatan dan kecantikan.

Feng Liu mengangguk.

Dasar Laut Barat tidak terlalu jauh dari permukaan. Ia pergi ke sana, dengan menunggangi paus ajaibnya. Dengan sihir, Feng Liu bisa menyelam tanpa kesulitan bernapas.

"Yang Mulia, pas sekali anda pergi ke tempat klan Kerang. Mereka memang sedang panen mutiara murni. Aku melihatnya sangat berkilau." Paus bernama Lao Lao itu memang setia pada Feng Qian. Ini adalah peliharaan ajaib yang dihadiahkan oleh Yue Yuan, untuk menemaninya jalan-jalan ke dasar Laut Barat.

"Benarkah? Semoga nanti Min Hua mau menolongku mengambilkan mutiaranya. Karena kau tahu sendiri Paman Kepiting suka jahil dengan capitnya itu."

"Tentu saja Tuan Putri Min Hua mau menolongmu. Dia adalah sahabat baikmu selama di Laut Barat ini, bukan?"

Feng Qian tersenyum dan mengangguk.

Min Hua adalah salah satu putri dari Raja Kerang, yang selalu setia pada klan Langit. Kebetulan Feng Qian latihan dan tinggal di Laut Barat. Min Hua menjadi satu-satunya sahabat sesama gadis di sini.

Tepat, ketika Lao Lao mendarat di sebuah lahan karang yang luas, tempat masuk ke kerajaan kerang, ternyata Min Hua ada di dekat sana, sedang memetik rumput laut.

"Min Hua!" Feng Qian langsung melompat turun dari punggung Lao Lao.

Min Hua juga dengan antusias menyambut kedatangan Feng Qian. Hampir sebulan mereka tidak bertemu, karena putri Langit itu sedang sibuk latihan di dalam Pagoda Awan Merah.

"Tidak biasanya kau ke sini sendiri, tanpa memberi kabar," ujar Min Hua.

"Benar. Karena ini mendadak. Aku butuh bantuan kecil darimu." Feng Qian menjelaskan, kalau dirinya butuh mutiara murni sebagai hadiah ulang tahun untuk Raja Rubah. "Tapi kau tahu sendiri, paman kepitingmu itu sangat jahil."

Min Hua tersenyum. "Iya, iya. Nanti akan kuambilkan. Kau butuh berapa banyak memangnya?" tanyanya.

"Tidak banyak," jawab Feng Qian. "Seikhlasmu saja."

"Kau ini, selalu memberikan jawaban mengambang. Seikhlasku? Aku ikhlas saja memberikan semua mutiara murni untukmu." Min Hua mengakhiri kelakarnya dengan tawa.

Feng Qian juga ikut tertawa. "Berikan tiga butir saja. Nanti yang satu butir, aku ingin bawakan untuk ibundaku."

"Baiklah. Kau tunggu di sini." Min Hua kemudian meninggalkan Feng Qian di halaman Istana Kerang Laut Barat.

Sambil menunggu, Feng Qian menikmati pemandangan bahari bawah laut yang sungguh memukau. Banyak sekali jenis ikan yang berenang. Ada yang sendirian, juga ada yang berkelompok. Seekor ikan pari yang sangat besar, berenang perlahan. Uniknya, di atas badannya yang lebar itu terdapat ikan-ikan dan makhluk laut kecil yang seolah sedang digendongnya. Ternyata, ikan pari tersebut mendarat di halaman Istana Kerang Laut Barat, menurunkan salah satu makhluk dari punggungnya. Seekor kerang yang kemudian berubah wujud menjadi anak perempuan.

"Sampai besok!" Anak itu melambaikan tangan pada si ikan pari dan teman-teman kecilnya.

Karena anak itu sangat lucu, Feng Qian langsung menghadangnya. "Aku baru pertama kali melihatmu."

Dengan suara khas anak-anak, anak tersebut menyapa Feng Qian dengan sopan. "Namaku Ying Ying. Aku baru lahir dua ratus tahun yang lalu. Juga baru diperbolehkan pergi ke sekolah bersama Paman Ikan Pari."

"Oh, begitu. Hebat! Namaku Feng Qian. Apa yang kau pelajari di sekolah tadi?" tanya Feng Qian. Sengaja menahannya lebih lama, karena suka dengan gayanya yang menggemaskan itu.

"Paman Ikan Pari mengajarkan, bahwa sebagai sesama makhluk hidup, kita harus saling menyayangi. Sekali pun awalnya kita saling membenci." Cara Ying Ying menjelaskan begitu menggemaskan.

Wah, dalam sekali makna ilmu ini, batin Feng Qian.

Kemudian, datanglah Min Hua. "Wah, Feng Qian, kau sudah bertemu dengan keponakanku, ya?"

"Ini keponakanmu?" Feng Qian masih suka bicara dengan Ying Ying.

"Benar. Dia putra bungsu kakak termudaku. Baru beberapa hari ini keluar rumah untuk bersekolah." Min Hua menceritakannya. "Ying er, cepat masuk dan makan sesuatu."

"Baik, Bibi Min Hua. Sampai jumpa, Kakak Feng Qian!" Anak itu pun berlari masuk ke dalam istana.

Min Hua tercengang. Lalu ia mengungkapkan sesuatu. "Dia memanggilku bibi, tapi memanggilmu kakak?" Tentu saja dia tidak serius menolak hal ini. Usia mereka sama.

"Anggap saja kau salah dengar," kata Feng Qian sembari tertawa.

Min Hua memberikan tiga butir mutiara murni pada Feng Qian. Sebagai balasannya, Feng Qian mengucapkan terima kasih.

*

Jika di klan Langit tercipta seorang putri Langit yang cantik, pintar, dan hebat, maka di klan berlawanan tercipta para makhluk yang memiliki segala sesuatu yang hampir menjadi kebalikannya.

Klan Iblis saat ini dipimpin oleh Raja Iblis Li Hei An yang sangat jahat, kejam, bengis, dan kabarnya dia tidak punya hati. Leluhurnya terkurung di dalam Diagram Yin Yang selama ratusan ribu tahun lamanya, belum juga menemukan cara untuk membebaskannya. Hal itu membuat dirinya yang merupakan generasi ketiga pemimpin Klan Iblis menjadi dendam terhadap Klan Langit.

Li Hei An memiliki beberapa anak yang juga mewarisi sifat-sifat buruknya. Putra pertamanya Li Yuan, putra mahkota Klan Iblis. Seorang pria tampan, gagah, dan sadis. Dia tidak punya rasa belas kasihan. Terlahir dari ibu yang merupakan keturunan Duyung Selatan yang ganas, menambah sangar segala sifat dan sikap buruknya. Seluruh hidupnya lebih banyak diisi dengan latihan, perang, dan membuat kehancuran di mana-mana. Terutama jika itu berhubungan dengan Klan Langit atau aliran yang berlawanan dengan Klan Iblis.

Adiknya, Li Jing sedikit lebih jinak. Dia memang pandai di beberapa bidang, namun lebih bersifat duniawi. Dikelilingi wanita-wanita cantik, bermalas-malasan, dan tidak suka keributan adalah dirinya. Ia suka mabuk arak, ketimbang mabuk perang seperti kakaknya. Dia bersyukur karena tidak harus jadi putra mahkota yang sibuk. Dia tidak tertarik dengan kekuasaan.

Sementara itu anak perempuan Hei An, yaitu Li Lian memiliki sifat campuran dari ayah dan kedua kakaknya. Dirinya cantik dan tegas. Ia terampil ilmu bela diri dan sihir. Kejam, tapi tidak haus kekuasaan. Lebih suka berkelahi dari pada berperang. Meski tergolong hebat, dirinya bisa dibilang kurang percaya diri dengan semua bakatnya.

Wilayah kekuasaan Klan Iblis berbatasan langsung dengan Qing Qiu, tempat tinggal Klan Rubah yang merupakan anggota aliran putih dan bersahabat baik dengan Klan Langit.

Hari itu, Raja Iblis menugaskan Li Lian pergi ke Mata Air Darah Iblis. Mengambil beberapa tetes untuk latihan sang ayahanda. Tugas yang mudah, pasti diserahkan pada si bungsu yang jika dibandingkan dengan kedua kakaknya kemampuan ilmunya masih jauh.

Li Lian pergi didampingi oleh ajudan setianya, Ming Hei.

Tidak disangka, sang kakak kedua menyusul.

"Li Lian! Tunggu aku!" panggil Li Jing sambil berlari.

"Ada apa, Kak?" tanya Li Lian.

"Kau mau ke Mata Air Darah Iblis, kan? Aku ikut." Li Jing menjawabnya.

"Untuk apa?" Li Lian bertanya lagi.

"Di dekat sana ada salah satu tempat yang indah. Bukan wilayah Klan Iblis, juga bukan wilayah Klan Langit. Siapapun bisa masuk ke sana. Ada banyak peri-peri cantik sedang mandi di bawah air terjunnya. Aku mau ke sana melihat mereka mandi."

"Ya ampun! Kakak! Kau sudah benar-benar gila! Matamu sudah mirip dengan keranjang buah di dapurku. Kau juga punya adik perempuan. Bagaimana kalau yang diintip mandi itu aku?" Li Lian hampir kesal dengan sikap Li Jing yang genit dan tidak menghargai wanita.

"Kalau begitu mulai sekarang, mandilah di tempat yang benar-benar tertutup. Jangan merusak hobiku. Adil, kan?" Dengan entengnya Li Yuan bicara.

"Dasar, hidung belang!" umpat Li Lian.

Tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa menasihati Li Jing agar berubah lebih menghargai wanita. Raja Iblis mana mungkin mau repot-repot menasihati anak bebal seperti dia? Apalagi Li Yuan, dia juga sama sekali tidak peduli. Hanya Li Lian yang mau sibuk menasihati kakak keduanya itu.

Li Jing tetap mengikuti adiknya pergi ke Mata Air Darah Iblis. Genangan darah abadi yang ada di mata air ini terbuat dari darah para iblis yang telah berevolusi dan mati. Dipercaya, darah tersebut dapat menambah kekuatan hinggal beberapa persen setiap tetesnya. Bahkan pernah ada rumor yang mengatakan, apabila mengambil bagian terdasarnya, bisa menghidupkan orang mati. Belum pernah ada yang mencoba.

Hanya Raja Iblis yang boleh mengkonsumsinya. Bahkan jika putra mahkota yang meminumnya akan menemui hukuman berat.

Tiba di persimpangan jalan, Li Jing dan Li Lian berpisah. Karena tujuan mereka berbeda.

"Kak, kau yakin mau ke sana?" Li Lian meyakinkan Li Jing. Berharap tujuan gilanya dibatalkan.

"Tentu. Pemandangan indah tidak boleh dilewatkan begitu saja." Percuma. Sifat mata keranjang Li Jing sudah parah.

"Ya sudahlah. Terserah kau saja. Yang akan dapat masalah juga kau sendiri." Li Lian hanya bisa mendesah. Sudah kehabisan kata-kata untuk membujuk kakaknya.

Li Jing langsung melambaikan tangan dan meninggalkan Li Lian di persimpangan itu.

*

Sementara itu, Putri Feng Qian sudah mendapatkan mutiara murni berwarna lautan biru yang sangat indah dari Laut Barat. Mutiara ini dipercaya dapat meningkatkan kekuatan, membuat awet muda, juga umur panjang. Pas sekali sebagai hadiah ulang tahun. Gadis itu menunggang burung Bangau Langit yang sangat indah bernama Bing Bing. Jika sudah mendarat, ia akan berubah menjadi seorang gadis cilik. Tapi jangan salah! Meski tubuhnya kecil dan tidak akan meninggi apalagi menua, dia adalah tunggangan ajaib yang telah berusia lebih dari sepuluh ribu tahun. Ia merupakan hadiah dari Feng Yun, kakak pertama Feng Qian, setelah sang putri berhasil menerima bencana langit pertamanya.

"Bing, karena sudah lewat sini, aku ingin mampir ke Telaga Bulan. Berendam sebentar sambil menikmati bunga dan keindahan alamnya, bisa mengobati lelahku setelah begitu lama latihan kemarin. Nanti kita bisa makan ubi bakar juga. Bagaimana?" Feng Qian mengungkapkan idenya.

"Sepertinya itu menarik, Yang Mulia. Baiklah, kita ke sana." Bing Bing pun menukik dan berbelok arah sedikit.

Semburat jingga mengurat pada langit yang telah senja. Memantul di atas air sungai yang jernih dan sebening kaca. Burung-burung berkicau merdu, bernyanyian di dahan pohon bunga persik yang juga berguguran. Semilir angin bertiup menerbangkan kelopak-kelopak bunga hingga jatuh pelan di atas badan sungai. Suara gemericik dari air terjun di atas telaga juga menambah suasana menyenangkan ini, jadi lebih harmonis.

Letak Telaga Bulan berada persis di antara wilayah Suku Iblis dan Qing Qiu, yang merupakan tempat tinggal para Klan Rubah.

Sepertinya Li Jing datang di jam yang salah. Ia tidak melihat satu pun gadis yang mandi. Namun, suasana nyaman ini membuatnya tidak ingin pulang ke rumah dulu. Ia akan menikmati semuanya sambil menikmati arak teratai bulan, dan duduk di atas dahan salah satu pohon persik yang besar.

Tidak lama kemudian ...

Krrk! Krrk!

Suara seekor burung bangau terdengar mendekat. Benar saja. Burung berukuran besar, dengan warna biru muda dan ungu di tubuhnya itu mendarat di tepi telaga. Dari atas punggungnya turunlah seseorang.

Mereka tidak jauh dari tempat Li Jing bersantai. Sehingga wajah orang itu terlihat sangat jelas. Li Jing membatin. Ia yakin itu bidadari. Begitu cantik dan anggun. Dirinya harus pandai-pandai membawa diri agar tidak menimbulkan suara.

Tentu saja gadis itu adalah Putri Feng Qian. Gadis berjubah putih tersebut mulai duduk di tepi telaga. Melepas sepatu dan kaus kakinya. Memasukkan kakinya ke dalam air. Wah airnya sejuk, juga tidak terlalu dingin. Suasana seindah dan senyaman ini membuatnya tersenyum riang. "Bing, carilah ubinya. Nanti kubuatkan api. Aku mau berendam dulu."

Dengan senang pula, Bing Bing yang telah berubah wujud menjadi seorang anak perempuan berjubah biru itu segera berlarian ke belakang pepohonan, mencari tanaman ubi.

Feng Qian bersiap hendak berendam. Ia mulai melepas jubah terluarnya. Meletakkannya di atas papan batu. Namun, ketika baru melepas ikat pinggangnya, terdengar suara tawa dari belakang bukit. Suara tawa yang sangat keras. Membuat gadis itu terkejut.

Muncul seekor monster harimau dengan lorengnya yang menyala-nyala. Sambil tertawa dengan mulutnya yang mengeluarkan asap.

Li Jing juga terkejut. Di tempat seperti ini bisa muncul anggota klan Harimau Api Merah.

Harimau itu melompat dan menuju ke hadapan Feng Qian. "Kau terlihat lezat, Nona Manis."

"Kau mau apa?" tanya Feng Qian.

"Aku butuh daging segar untuk menambah kekuatanku," jawab harimau itu, enteng.

Feng Qian berkata, "Sayangnya aku bukan makanan yang tepat untukmu."

"Itu menurutmu. Bagaimana kalau kucicipi dulu?" Harimau itu pun mulai bersiap hendak menerkam Feng Qian.

Secepat kilat si gadis menghindar. Dengan sihir, ia segera mengambil jubahnya, dan langsung memakainya ke badan. "Aku memberimu kesempatan untuk enyah dari sini. Atau ..."

"Atau apa, Nona Lezat?" Harimau itu menyeringai. Sudah merasa jadi makhluk yang paling hebat.

"Atau kuubah kau menjadi kucing imut yang menggemaskan!" Ancaman yang sama sekali tidak menakutkan, namun cukup membuat si harimau kesal.

Dari jauh, Li Jing masih menonton. Suara percakapan kedua makhluk itu terdengar jelas. Ia hanya tersenyum. Lucu juga gadis itu, batinnya. Tidak disangkanya, harimau tersebut hilang kesabaran dan kembali menerkam.

Feng Qian hanya mengerahkan jurus dengan tangan kosong. Ia menganggap ini latihan. Sama sekali tidak berniat melukai si harimau. Memang pada dasarnya Feng Qian adalah seorang dewi yang penyayang dan penuh welas asih.

Ternyata harimau itu lebih kuat dari yang dibayangkan. Jurus andalan pun keluar. Si harimau menyemburkan sihir api, menyerang dengan hawa membunuh pada Feng Qian. Mungkin hendak menjadikan gadis itu dewi panggang atau apa. Entah bagaimana, gadis itu mulai terdesak. Tapi masih tidak tega juga menyerang balik dengan jurus yang lebih baik. Ia semakin tersudut.

Li Jing melihat pertarungan mulai tidak seimbang. Ia hendak menolong, namun tiba-tiba muncul seberkas sihir hitam menyerang si harimau. Hingga binatang buas itu terlempar dan mencapai ke seberang sungai. Li Jing tahu, ini sihir milik siapa. Kakaknya, Li Yuan.

Harimau itu terkapar sebentar. Ia tidak peduli siapa yang baru saja menyerangnya. Ia hendak membalas. Seketika, Li Yuan menghunuskan Pedang Naga Petir. Apa yang akan dia lakukan?

Feng Qian tidak tinggal diam. "Eh, hentikan! Kau mau membunuhnya?"

"Minggir!" Li Yuan berkata tanpa ekspresi. Wajahnya datar. Hawa membunuhnya kuat.

Feng Qian segera bertindak. Ia mengerahkan sihir. Merubah harimau liar tadi itu benar-benar jadi seekor kucing yang sangat menggemaskan. Ia segera mengambil kucing tersebut. "Aku tahu ilmumu hebat. Tapi jangan membunuh sembarangan. Tuan harimau ini mungkin hanya kelaparan, makanya berbuat jahat. Hanya karena begitu lantas mau kau bunuh? Bukankah malah kau yang keterlaluan. Tidak perlu mengeluarkan pedang. Ini ..." Terlalu banyak bicara, Feng Qian sampai tidak sadar, Li Yuan sudah pergi.

Li Jing tertawa pelan. Lalu melompat turun dari dahan pohon, menghampiri Feng Qian. "Dia memang orang yang dingin dan tidak berperasaan. Maklumi saja."

Feng Qian kaget. "Kau siapa? Datang dari mana?"

Li Jing tersenyum, dan menjawab, "Aku penunggu Telaga Bulan."

"Oh, begitu. Maafkan aku tidak sopan. Aku dan tungganganku masuk tanpa izin." Feng Qian memberi hormat.

"Eh, tidak perlu sungkan. Aku membiarkan orang-orang datang dan mampir ke sini, menikmati air dan semua pemandangan di sini. Jadi, tidak perlu izin lagi." Li Jing sengaja tidak mengatakan berasal dari Suku Iblis. Ia tidak mau nantinya gadis di depannya ini merasa lebih sungkan, apalagi ketakutan. "Boleh tahu identitas Nona?"

Feng Qian pun memiliki alasan, kenapa tidak memberi tahu yang sebenarnya. "Namaku Feng Qian. Aku berasal dari tempat yang jauh."

Li Jing masih penasaran. "Tempat jauh itu di mana tepatnya?"

Feng Qian tidak mungkin menunjukkan identitas yang sesungguhnya. "Aku adalah anggota klan ikan di Laut Barat."

"Ikan?" Li Jing memastikan dirinya tidak salah dengar. "Kau ikan apa?"

Tiba-tiba teringat ikan pari di Laut Barat, Feng Qian menyebut jenis ikan tersebut.

Li Jing agak heran. Bagaimana bisa ada ikan pari yang begitu cantik, anggun, dan tangguh?

Feng Qian tidak ingin pria ini kebanyakan bertanya soal identitas. Ia pun segera mengalihkan  topik pembicaraan. "Kau kenal orang tadi?"

"Dia orang sekitar sini. Tidak usah dipedulikan." Li Jing tidak mau gadis ini takut saat tahu identitas kakaknya itu.

Kemudian, datang Bing Bing membawa ubi dalam gendongan mungilnya. "Kakak, ini ubinya." Bing Bing dan Feng Qian selalu sepakat akan beberapa hal. Salah satunya cara menyembunyikan identitas. Di depan orang, mereka akan seperti kakak dan adik.

"Wah, banyak sekali. Kau dapat di mana?" Feng Qian membantu Bing Bing meletakkan ubi di tanah.

"Di belakang gunung sana." Bing Bing menunjuk perbukitan.

Feng Qian menoleh pada Li Jing. "Kau mau makan ubi bakar?"

"Ubi bakar?" Li Jing belum pernah memakan makanan seperti itu.

"Biar aku bakarkan." Feng Qian hendak membuat api dengan sihir.

Li Jing menahannya. "Aku saja." Dengan sihir dari tangan kanannya, muncullah api kecil yang pas untuk membakar ubi.

Mereka sama-sama membakar ubi. Sampai matang, lalu juga makan bersama. Ubi yang lezat, senja yang memikat. Suasana seindah itu memang sangat disayangkan, harus dibaluri dengan kebohongan.

Bagi Li Jing, ini pertama kalinya bertemu seorang gadis manis yang sikapnya juga manis.

Sedang menikmati ubi, tiba-tiba terdengar suara ngeong kucing. Astaga! Feng Qian hampir melupakan harimau yang ia sihir menjadi kucing itu. "Oh, kau lapar juga?" Ia mengupaskan ubi dan mencuilkan sedikit buahnya. Memberikan pada si kucing. Ternyata mau juga.

"Apakah dia akan selamanya jadi kucing?" tanya Li Jing.

"Tergantung," jawab Feng Qian. Ia membelai kucing itu di pangkuannya. "Kalau dia berjanji akan lebih jinak, dan selalu melakukan kebaikan, aku akan mengembalikan wujud aslinya."

"Kalau begitu, aku akan memberikan sesuatu padanya." Li Jing menyihirkan seuntai kalung batu hitam di tangannya. "Lakukanlah hal-hal yang baik. Tapi juga harus tulus. Setiap  satu ketulusanmu, akan menghancurkan satu batu di kalungmu. Jika batunya habis, kau bisa kembali ke wujud aslimu."

Pintar juga pria ini, puji Feng Qian dalam hati.

Karena hari sudah hampir gelap, Feng Qian pun pamit hendak meninggalkan Telaga Bulan ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status