Share

第 3 集

Puncak Gunung Iblis

Udara yang panas berasal dari kawah berisikan lahar mendidih. Menguap tiada henti. Seorang pria berdiri di sana, menatap ke tengah kawah tersebut. Ada sebilah pedang yang tengah ditempa oleh seorang pandai besi ghaib. Pedang Pembunuh Dewa. Siapapun dewa yang kena tebas pedang itu, akan menemui ajal dengan raga hancur, dan jiwa yang tidak akan pernah bisa reinkarnasi selamanya.

Li Yuan berdiri di salah satu sisi kawah. Ia memiliki dendam besar, sehingga nekat menciptakan pedang itu. Ia mendendam kepada Kaisar Langit, yang telah membunuh ibunya, juga menghabisi Klan Duyung, yang merupakan klan asal sang ibunda. Klan Duyung merupakan salah satu sesama aliran hitam dengan Suku Iblis.

"Aku tidak akan pernah mengampuni peristiwa itu." Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Digenggamnya sebongkah dendam terbesar dalam sejarah puluhan ribu tahun hidupnya. Amarah yang berkobar, telah memperkuat tekadnya berperang. Ia tidak peduli bila nyawa menjadi taruhannya. "Dendam ibunda dan Klan Duyung harus dibalas!"

*

Ulang tahun Raja Rubah dihadiri oleh banyak dewa dan dewi. Putri Rubah, Bai Jiu yang terkenal jago masak, didapuk menyajikan aneka makanan khas Qing Qiu. Tentunya dibantu oleh para pelayan yang berasal dari klan Pohon dan akar-akaran.

Tampak di salah satu sudut meja tersusun kue bunga asoka dalam sebuah wadah. Bunga asoka adalah jenis bunga yang unik. Bunga ini mengeluarkan aroma wangi di malam hari, terutama pada bulan April hingga Mei. Bagian nektarnya yang manis sangat disukai oleh anak-anak. Mereka akan memetik kelopak bunga, kemudian akan ditekan-tekan hingga keluar cairan bening, kemudian mereka menghisap cairan manis mirip madu yang keluar dari bunga soka. Cairan manis tersebut bukan air biasa, tetapi cairan bunga yang bercampur dengan nektar dan menghasilkan rasa manis seperti madu. Rasa manis itulah yang menjadi campuran rasa kue bunga asoka buatan Bai Jiu, dan disukai semua orang.

Tangan seseorang dengan cepat menyambar, mengambil beberapa, dan menyimpannya dalam kantong. Sebenarnya bukan mencuri. Bukankah makanan-makanan disajikan untuk tamu? Makhluk satu ini hanya ingin membawa pulang sedikit untuk dimakan di rumah. Namun, aksinya ketahuan oleh seseorang yang baru datang.

"Kelakuanmu itu, sudah ribuan tahun, tidak berubah, ya, Wang Su." Feng Qian baru saja datang, dan melihat temannya, yang berasal dari Klan Kancil itu, mengambil kue seperti mencuri. Terbesit niat untuk menggodanya. "Kau kan tahu sendiri, bagaimana sikap Qing Qiu terhadap pencu...."

Wang Su segera membekap mulut Feng Qian agar tidak ribut. "Jangan bilang begitu! Kau seperti tidak kenal aku saja, Putri Feng Qian. Kue asoka buatan Putri Bai Jiu terkenal lezat. Kalau hanya makan satu atau dua, aku akan merasa kurang. Oleh karena itu, aku membawa sedikit lagi untuk dimakan di rumah." Ia menjelaskannya sambil tergagap-gagap. Takut dikira mencuri sungguhan.

Cara Wang Su menjelaskan itu, membuat Feng Qian tertawa pelan. "Bukankah kau bisa minta Bai Jiu membuatkan khusus untukmu?"

"Aku malu," kata Wang Su pelan.

Feng Qian tahu, sifat Wang Su. Meski suka makan, dia tidak jahat. Malah, kelakuan nyelenehnya bisa menghibur orang lain. "Oh ya, apa kau melihat kakakku, Feng Liu?"

"Pangeran Langit Keenam, aku belum melihatnya," jawab Wang Su sembari menggelengkan kepala.

Pasti Feng Liu sedang bersama Zi Xiang, Putri Kupu-Kupu yang disukainya itu. Feng Qian menebak demikian. "Ya sudah. Kalau begitu, aku mau menyapa Raja Rubah dulu."

"Baik." Wang Su mengangguk, sambil menggigit kue bunga asoka kesukaannya.

Raja Rubah duduk di sebuah kursi batu, sedang bercengkrama dengan para tamunya. Antara lain, Raja Klan Kucing, Klan Bunga Matahari, Klan Kelinci, dan banyak lagi. Feng Qian hendak menghampirinya, ketika kemudian lebih dulu bertemu dengan Bai Jiu, rubah merah berekor sembilan, yang juga merupakan ratu rubah di Qing Qiu. Dia cucu perempuan satu-satunya bagi Raja Rubah.

"Feng Qian, kau datang juga?" sapa Bai Jiu.

"Tentu saja. Tidak diundang pun, aku pasti datang. Raja Rubah adalah salah satu dewa yang menginspirasiku soal ketegasan dan kewibawaan." Feng Qian memang dikenal sangat bisa menghormati orang yang lebih tua dari dirinya. Meski posisi dan status mungkin tidak lebih tinggi dari Klan Langit.

"Ayo, kutemani bertemu Kakek." Bai Jiu menarik tangan Feng Qian.

"Baiklah." Mereka berjalan bersama menuju tempat Raja Rubah menerima tamu.

"Kakek, lihat siapa yang datang ini!" Bai Jiu memanggil sang kakek.

Raja Rubah segera memberi hormat pada Feng Qian, begitu melihat gadis itu datang. "Ah, Tuan Putri Feng Qian, selamat datang di Qing Qiu."

"Kakek Rubah," begitulah Feng Qian selalu memanggilnya. "Anda jauh lebih senior daripada aku. Tidak perlu sungkan. Harusnya akulah yang memberi hormat kepada Anda."

"Benar-benar anak baik yang tahu sopan santun. Entah, harus memuji gurumu atau Yang Mulia Ratu Langit atas sifat dan sikap muliamu, Tuan Putri."

"Puji saja semuanya, Kakek. Mereka mengajariku banyak hal dalam hidup ini." Feng Qian berkata dengan bijak. Membuat semua orang yang mendengarnya jadi tersenyum kagum. Mereka bangga, di generasi muda masih ada yang seorang yang berbudi pekerti baik seperti Feng Qian. "Oh ya, aku bawa sesuatu sebagai hadiah ulang tahun Kakek Rubah." Dengan sihir, dua butir mutiara murni keluar dari lengan pakaiannya. Lalu ia meletakkan mutiara murni yang berkilauan di meja. "Aku mengambilnya sendiri di Laut Barat."

"Wah, ini merupakan hadiah yang sangat indah. Terima kasih, Putri Feng Qian."

"Sama-sama, Kakek Rubah," ucap Feng Qian.

"Bai Jiu, ajak Putri Feng Qian menikmati pesta. Buat dia senang," kata Raja Rubah.

"Baik, Kakek." Bai Jiu pun mengajak Feng Qian berbaur dengan pesta malam ini.

Menjauh dari kerumunan para senior, Bai Jiu membawa Feng Qian ke tempat makanan. Masih ada Wang Su di sana.

"Berapa lama kau akan di sini, Feng Qian?" tanya Bai Jiu.

"Tidak bisa lama juga," jawab Feng Qian. "Karena aku masih punya jadwal latihan dengan Guru."

"Kau terlalu sering berlatih, apa mau memimpin suatu perang besar?" sindir Bai Jiu.

"Tidak begitu juga. Aku sangat kagum dengan ilmu-ilmu yang diajarkan Guru. Aku ingin bisa semuanya. Juga, kita wanita, jangan sampai dianggap remeh oleh lelaki." Feng Qian menjelaskan.

"Bicaramu tinggi sekali," umpat Bai Jiu. Walau ia seorang Ratu di Qing Qiu ini, dia sama sekali tidak suka berbaur dengan keributan. "Aku lebih suka melihat Wang Su. Lihat, hidupnya santai. Hanya makan dan makan. Ya kan, Wang Su?!" Bai Jiu ganti menggoda Wang Su yang sedang makan kue bunga asoka. Remahan kue itu belepotan di sudut-sudut mulutnya.

Pria dari Klan Kancil itu hanya nyengir. "Aku memang tidak suka dengan hidup rumit. Tuan Putri Bai Jiu, aku sudah makan tiga kue bunga asoka." Akhirnya Wang Su bilang, kalau dirinya sangat suka kue itu. Bai Jiu malah membungkuskan beberapa kue asoka ke dalam kantong untuk dibawa pulang oleh Wang Su.

Feng Qian tersenyum menyaksikan itu.

Tak lama kemudian, beberapa orang yang berdiri di dekat jalan masuk, memberikan hormat pada seseorang yang baru datang. Sedangkan yang duduk, sama-sama berdiri. "Salam hormat, Yang Mulia Pangeran Langit Keenam Feng Liu."

Ternyata sang kakak datang. Tapi sendirian. Feng Qian kira, dia akan mengajak Putri Zi Xiang. Ia segera menemui kakaknya. "Kakak, kau terlambat sekali."

Tidak disangka, Feng Liu langsung menarik adiknya menjauhi orang-orang. "Kau tidak bilang siapa-siapa kalau aku mampir ke Klan Kupu-Kupu, kan?"

Feng Qian menggelengkan kepala. "Memangnya ada apa? Bukankah kau mau mengajak Zi Xiang ke sini?"

Feng Liu tampak panik. "Gawat. Aku memang menyukai Zi Xiang. Tetapi, Ratu Kupu-Kupu sudah menjodohkan Zi Xiang dengan Pangeran Kumbang. Apa yang harus kulakukan sekarang?"

Feng Qian juga tidak tahu harus berbuat apa. "Memangnya, Kakak tahu dari mana?"

Feng Liu pun mengatakan, saat mampir ke Klan Kupu-Kupu tadi, ia mendengar langsung dari mulut Zi Xiang. Karena sedang dilarang keluar rumah itulah, sang putri tidak bisa ikut datang ke pesta Raja Rubah ini.

Feng Qian pun ikut merasa kasihan pada sang kakak. Ia tahu betul, kalau Feng Liu sangat menyukai Zi Xiang. "Kak, kau jangan sedih dulu. Akan kubantu pikirkan caranya. Tapi aku juga takut buat masalah dengan Klan Kupu-Kupu apalagi Klan Kumbang. Kalau terjadi keributan, Ayahanda pasti lebih memihak mereka."

"Itulah kenapa kubilang, ini gawat. Mereka akan menikah dalam beberapa minggu ini. Saat aku datang ke sana, Zi Xiang menangis. Dia tidak mau menikah dengan Pangeran Kumbang yang gemar sekali merayu dan mata keranjang. Aku juga tidak rela jika dia nantinya tidak bahagia."

Melihat sang kakak terpuruk karena masalah asmara, membuat Feng Qian tidak tega. "Kak, apa kau rela berkorban sesuatu untuk Putri Zi Xiang?"

"Apapun akan kulakukan," jawab Feng Liu. "Aku tidak takut berurusan dengan Klan Kupu-Kupu atau pun Klan Kumbang. Tapi aku hanya takut hal ini bisa memicu masalah antar klan. Kau tahu kan, kedua klan serangga itu adalah sekutu lama bagi Klan Langit."

Feng Qian tahu. Sangat tahu. Tapi, kebahagiaan saudara adalah segalanya. "Kalian harus kabur. Bawa Putri Zi Xiang pergi dari alam keabadian. Bersembunyi di dunia fana lebih aman. Keributan pasti terjadi. Nanti, jika masalah sudah mereda, bukankah kalian bisa kembali?"

Ide adiknya memang brilian, tapi juga bisa menuai resiko tinggi. "Jika mereka menyelidiki, menemukan kita di belakang rencana ini, bagaimana?"

"Sudah, tidak usah dipikirkan. Kalau pun aku ditemukan sebagai salah satu yang merencanakan ini, hukuman juga tidak akan berat. Sudah, sekarang, kau temui Zi Xiang. Lakukan rencana ini dengan hati-hati. Ya? Jangan lupa menyegel sihir kalian kalau sudah di dunia fana."

Feng Liu mengangguk. Jika rencana ini berhasil, seumur hidup, dirinya tidak akan melupakan kebaikan sang adik. Kemudian ia pergi, sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

*

Sebelum kembali ke Laut Barat, Feng Qian lebih dulu pulang ke Istana Langit. Saat baru mendarat di Gerbang Selatan, sang putri lebih dulu bertemu dengan Dewa Bintang Selatan Nan Xing.

"Salam hormat, Tuan Putri Langit Feng Qian," sapa sang dewa sambil membungkukkan badan.

"Paman Nan Xing kau tidak perlu memberi hormat sampai begitu," kata Feng Qian. "Ayo, tegakkan lagi badanmu."

Nan Xing tersenyum. "Tuan Putri satu ini memang berbudi pekerti baik dan tahu sopan santun terhadap yang lebih tua."

"Memang harus begitu. Agar semua orang menyayangiku." Feng Qian tersenyum manja seperti anak perempuan pada umumnya.

"Ya. Sifat Anda memang berhasil membuat orang sayang, kagum, juga hormat pada Anda. Semuanya bahagia bisa akrab dengan Anda. Tetapi ..." Raut wajah Nan Xing yang tadinya berseri, begitu cepat berubah jadi sendu.

"Ada apa, Paman?" tanya Feng Qian yang segera ikutan serius.

"Saya diberi tugas menjemput Anda, karena Paduka Raja Langit memanggil," jawab Nan Xing.

"Oh, Ayahanda memanggilku?" Feng Qian tidak tahu ada apa. Tapi karena sudah lama tidak bertemu dengan ayahandanya, ia tidak memikirkan hal lain. Ia hanya tersenyum dan rindu. "Ya sudah, ayo kita ke sana! Ayahanda ada di mana?"

"Beliau menunggu Anda di Istana Utama." Cara Nan Xing menjawab semakin serius.

Feng Qian tidak peduli. Ia segera pergi ke Istana Utama tanpa menunggu Nan Xing memandunya.

Istana Utama adalah pusat kerajaan Langit. Di mana bangunannya adalah yang paling megah dan letaknya paling tinggi di antara istana-istana lain di Langit ini. Tempat singgasana utama Raja Langit berada. Semua hal penting mengenai birokrasi kehidupan alam keabadian dibahas di sana.

Memang tidak biasanya Raja Langit meminta Feng Qian ke sana. Tapi gadis itu tak mau ambil pusing. Di belakangnya, Nan Xing mengikuti langkah sang putri.

Sesampainya di Istana Utama, suasana memang sedikit canggung. Terlebih lagi, ada beberapa orang yang sama sekali tidak Feng Qian sangka. Ada Ratu Kupu-Kupu dan... Raja Kumbang. Lalu ada Feng Yun, sang putra mahkota yang merupakan kakak tertua Feng Qian. Juga ada Ratu Langit, ibunda mereka. Sepertinya, sekarang Feng Qian sudah bisa menebak, apa yang akan dibahas. Tenang... tenang... pasti ini hanya pertemuan biasa. Tidak akan terjadi apa-apa. Feng Qian terus menenangkan dirinya. Ia melangkah masuk ke dalam aula Istana Utama yang didominasi berwarna putih dan emas. "Salam hormat kepada Ayahanda dan Ibunda, juga Kakak Putra Mahkota. Salam hormat juga untuk Ratu Kupu-Kupu dan Raja Kumbang."

Tiba-tiba ... "Berlutut!" perintah Feng Yun.

"Ada apa, Kak?" tanya Feng Qian.

"Cepat berlutut!" perintah Feng Yun sekali lagi.

Maka, Feng Qian segera berlutut.

Tidak tampak wajah sambutan pada ayah, ibu, dan kakaknya. Apalagi Ratu Kupu-Kupu dan Raja Kumbang. Jangan-jangan mereka sudah tahu. Cepat sekali!

"Ratu Kupu-Kupu, katakan pada anak ini apa yang telah terjadi," pinta Raja Langit dengan tegas.

"Baik, Yang Mulia," turut sang ratu yang memiliki sepasang sayap emas di punggungnya. "Semalam, putri hamba, Zi Xiang menghilang dari Istana. Padahal dia harus melakukan serangkaian ritual khusus sebelum menikah dengan Pangeran Kumbang. Kami memiliki cermin Miao San, dan menyelidiki yang terjadi. Ternyata, dia dibawa kabur oleh Pangeran Langit Keenam Feng Liu. Penyelidikan tidak sampai di situ. Cermin Miao San menunjukkan, Pangeran Feng Liu tidak merencanakan ini sendirian. Putri Langit Feng Qian juga terlibat."

Aduh, gawat! Cepat sekali ketahuannya, batin Feng Qian. Bagaimana ini?

Raja Langit menatap Feng Qian lekat-lekat. "Apakah itu benar, Feng Qian?" Sang raja masih belum menunjukkan kemarahan.

Feng Qian agak takut menjawabnya. Seperti yang telah ia perkirakan, pasti ayahandanya akan lebih membela kedua klan serangga itu. "Kalau Cermin Miao San sudah menunjukkan demikian, ananda tidak bisa mengelaknya."

Bagaikan menelan pil pahit, Ratu Langit menguatkan rahangnya. Ia tahu, putrinya memang suka membuat masalah. Tapi kali ini, anak perempuan ini sudah terlalu berani.

Giliran Raja Kumbang yang bicara. "Pernikahan antara kupu-kupu dan kumbang bukan sembarang ikatan. Kami harus melakukannya untuk menambah kekuatan Diagram Yin Yang di dasar Sungai Roshui. Dewa Bumi sempat memberi tahu kami, bahwa dia mendengar keretakan di sana. Dan kekuatan serangga hanya bisa berguna apabila ada ikatan darah. Yaitu melalui pernikahan."

Hah? Segawat itu? Feng Qian juga tahu cerita tentang Diagram Yin Yang di dasar Sungai Roshui. Tapi ia tidak menyangka bahwa masalahnya akan jadi seberat ini.

"Sekarang katakan di mana Feng Liu dan Putri Zi Xiang?" tanya Raja Langit.

Bagaimana ini? Apa yang harus Feng Qian katakan? "Kakak Keenam ... ananda tidak tahu dia di mana."

"Bohong!" teriak Ratu Kupu-Kupu. "Jelas-jelas, dalam Cermin Miao San, Tuan Putri menyarankan Pangeran Langit Keenam membawa Putri Zi Xiang ke dunia fana. Kenapa sekarang Anda tidak jujur?"

Feng Qian mulai kesal juga dengan sikap sang ratu serangga. "Yang Mulia Ratu, saya memang bersalah karena memberi saran pada Kakak Keenam. Tapi ... tapi juga semuanya bukan semua salah saya. Kakakku mencintai putri Anda. Mereka saling mencintai. Memangnya putri Anda hanya Putri Zi Xiang seorang?"

"Kurang ajar! Jaga cara bicaramu, Qian er!" hardik Ratu Langit pada putrinya.

"Ayahanda, Ibunda, Kakak Putra Mahkota, kalian tidak melihat bagaimana putus asanya Kak Feng Liu saat tahu, kalau Putri Zi Xiang yang sudah ratusan tahun dipujanya itu akan menikah dengan orang lain dalam hitungan hari. Putri Zi Xiang juga menolak pernikahan itu. Ananda ... ananda sebagai adiknya jadi tidak tega. Bukannya ananda tidak menyadari akibat dari rencana itu. Ananda hanya tidak tega. Tidak tega ...." Feng Qian tidak bisa tahan lagi. Ia menangis. "Lagi pula, Ratu Kupu-Kupu sudah tahu aku menyarankan Kakak Keenam pergi ke dunia fana, kenapa masih terus menanyai ananda?"

Feng Yun selalu juga tidak bisa melihat adik perempuan satu-satunya ini menangis. Mereka sangat jarang bertemu, sekalinya bertemu malah dalam situasi segenting ini. Kemudian, ia ikut berlutut di hadapan semua orang. "Ayahanda, Ibunda, Ratu Kupu-Kupu, dan Raja Kumbang. Feng Qian masihlah muda dan belum banyak pengalaman. Cara berpikirnya pun masih kekanak-kanakan. Ananda tahu, tidak ada niat jahat sama sekali dalam hatinya. Terhadap Feng Liu pun, ananda yakin, juga tidak ada rencana jahat. Ini hanya masalah para generasi muda. Mohon Yang Mulia sekalian memaafkan kesalahan Feng Qian dan Feng Liu kali ini. Ananda berjanji akan menemukan mereka berdua."

Ratu Langit sebagai ibunda mereka juga tidak bisa tinggal diam. Jangan sampai kejadian ini menurunkan reputasi Klan Langit di hadapan dua klan serangga ini. "Yang Mulia, perbuatan Feng Qian dan Feng Liu jangan dibiarkan berlalu. Keduanya harus dihukum agar bisa belajar jadi lebih dewasa dalam bersikap."

Menyaksikan keluarga Langit jadi sedikit panas, sebetulnya Raja Kumbang merasa tidak enak hati. "Izinkan saya bicara, Yang Mulia. Menurut saya, yang dikatakan Putra Mahkota ada benarnya. Ini hanya masalah generasi muda. Tidak perlu dihukum berat. Mengenai keretakan Diagram Yin Yang, sebenarnya bisa diatasi dengan menikahkan Pangeran Kumbang dengan klan serangga yang lain. Tidak harus Putri Kupu-Kupu. Saya juga dapat memahami perasaan Ratu Kupu-Kupu. Beliau emosi karena yang hilang adalah putrinya. Mohon, Yang Mulia dengan bijak pula mengatasi masalah ini."

Ratu Kupu-Kupu tidak lagi berkomentar, karena merasa pendapat Raja Kumbang, juga Putra Mahkota ada benarnya.

Raja Langit kemudian memerintahkan kedua anaknya berdiri. "Feng Qian, sejak kecil kau memang diajarkan sopan santun dan berbudi pekerti yang luhur. Tapi kau juga hidup dimanja oleh keluargamu, sehingga kau juga punya sikap semaumu. Sekarang sikap itu mendatangkan masalah untuk dirimu sendiri dan orang lain. Cepat minta maaf kepada Ratu Kupu-Kupu dan Raja Kumbang!"

Feng Qian pun patuh. "Maafkan saya, kedua Yang Mulia."

Tidakk ada reaksi apapun dari Ratu Kupu-Kupu. Raja Kumbang hanya tersenyum maklum.

"Kau juga harus dihukum!" Raja Langit pun bertitah. "Kau harus menjalani kehidupan dunia fana selama 30 tahun! Nan Xing!"

Dewa Bintang yang sedari tadi berdiri di sisi Ratu Langit bergerak, dan membungkuk di hadapan Raja Langit. "Hamba, Yang Mulia."

Kemudian, Raja Langit menginstruksikan, "Catat di Buku Nasib. Putri Feng Qian akan mengalami bencana perasaan ketika menginjak usia dewasa. Selama hidupnya dia hanya akan sendirian. Tidak punya orang tua dan sanak keluarga. Dia harus bertahan hidup dengan cara apapun."

"Baik, Yang Mulia." Nan Xing tidak mungkin menolak perintah atasan. Tapi bencana perasaan seperti apa yang harus ia tulis untuk sang putri?

Tidak ada lagi yang membela Feng Qian. Hukuman yang dijatuhkan padanya juga tergolong ringan. Sementara itu, Feng Yun ditugaskan mencari Feng Liu dan Zi Xiang.

*

Kota Wu Han.

Li Yuan menyusuri sebuah kota di dunia fana, guna mencari sebuah pusaka berharga, yaitu Giok Kematian. Benda itu bisa menambah kekuatan untuk Pedang Pembunuh Dewa yang tengah ia buat. Menurut legenda, Giok Kematian disembunyikan di Dunia Fana oleh seorang Dewa jahat dari Klan Hitam. Belum tahu, seperti apa bentuknya. Hanya menurut legenda, benda itu berwarna merah darah kehitaman, dan dapat mengeluarkan cahaya berwarna api.

Ketika menelusuri kota tersebut, tibalah sang pangeran di sebuah hutan yang sepi. Tiba-tiba, muncul seekor beruang liar yang sedang kelaparan. Beruang tersebut melihat Li Yuan laksana mangsa lezat yang hendak dimakannya. Ia pun melompat dan hendak menerkam Li Yuan.

"Aku akan mengirimmu ke tempat yang tidak ada rasa lapar di dalamnya! Kematian!" Li Yuan sudah menghunus pedang. Menurut aturan alam keabadian, para makhluk immortal dilarang menggunakan sihir. Jika melanggar, hukumannya akan mendapat serangan sebesar tenaga yang ia keluarkan. Dengan kata lain, seperti bumerang. Peraturan ini berlaku bagi Klan Hitam dan Putih. Maka, ia pun mengerahkan jurus tanpa sihir, dan menggunakan pedangnya.

Meski beruang itu gendut, tapi gerakannya cepat dan berat. Hebatnya lagi, bisa menghindari serangan Li Yuan, bahkan berhasil mendaratkan cakarnya, merobek bahu lawannya. Darah merembes di pakaian Li Yuan. Perih tidak tertahankan.

Sampai di terkaman terakhirnya, sang beruang menemui kesialan. Ia menimpa tubuh Li Yuan, dengan perutnya yang tertembus pedang. Beruang itu tewas seketika.

Li Yuan menyingkirkan si beruang dari tubuhnya. Ia berusaha duduk, lalu berdiri. Darah semakin banyak keluar dari luka. Entah kenapa, di dunia fana ini, daya tahan tubuhnya melemah. Sampai dirinya pun jatuh pingsan.

*

Aroma rebusan tanaman herbal begitu tajam menyeruak, menusuk indera penciuman. Mengembalikan kesadaran Li Yuan. Ia mendapati dirinya tidak lagi berada di hutan. Melainkan di sebuah gubuk bambu. Luka di bahunya juga sudah dibalut kain. Memang masih terasa perih. Tapi tidak sesakit sebelumnya. Ia mencoba duduk. Barulah terasa sedikit perih menusuk sampai ke tulang. "Ah!" rintihnya.

Kemudian, masuklah seorang gadis sambil membawa semangkuk obat. "Kau sudah sadar!" Ia meletakkan obat di meja. "Jangan duduk dulu! Lukamu masih basah."

Li Yuan menatap gadis itu. "Kau siapa? Bagaimana aku bisa sampai di sini?"

"Namaku Shen Hua. Aku menemukanmu setengah pingsan di tengah hutan. Aku memapahmu jalan ke sini. Untung rumahku tidak terlalu jauh."

Gadis baik hati ini menolongnya. Ia merasa, kekuatannya memang melemah. Li Yuan berusaha duduk kembali. Shen Hua membantunya. "Ee ... minum obat dulu." Shen Hua mengambilkan obatnya.

Li Yuan hendak meminum sendiri obatnya. Namun karena bahunya masih perih, ia tidak bisa memegang mangkuk obat dengan benar.

Gadis itu sigap. "Kubantu." Ia mengambil alih mangkuk obat. Meniup-niupnya supaya tidak terlalu panas. Lalu menyuapkan sesendok demi sesendok. "Aku melihat bangkai beruang tidak jauh dari tempat aku menemukanmu terluka. Kau bertarung dengannya? Akhirnya beruang itu mati juga. Dia sering memangsa ayam-ayamku. Juga menjadi sesuatu yang kutakuti saat harus mencari kayu di hutan."

Li Yuan tidak mengatakan apapun. Ia hanya memandangi wajah gadis di depannya. Sebenarnya sangat cantik. Tapi kenapa dia hidup di hutan ini sendirian? "Namamu ... Shen Hua?"

Shen Hua mengangguk. "Kau? Kau belum mengatakan namamu."

"Namaku Li Yuan." Entah kenapa, dirinya tidak bisa bersikap dingin seperti biasanya.

"Hm, nama yang terdengar hebat. Tapi aku yakin, kau memang orang hebat." Shen Hua tersenyum. "Baiklah. Hari sudah senja. Aku akan menyiapkan makan malam. Kau istirahat saja." Ia membantu Li Yuan berbaring.

Saat gadis itu hendak meninggalkannya, Li Yuan menarik tangannya, pelan.

Shen Hua berbalik dan bertanya, "Ada apa?"

"Terima kasih sudah menolongku," kata Li Yuan.

Shen Hua tersenyum, seraya berkata, "Istirahatlah ..."

Shen Hua hanya menemukan sayuran di kebun kecilnya. Ada juga sisa beras. Ia memasak sedikit. Masih cukup untuk berdua. Tapi besok pagi makan apa?

Makanan sudah siap. Ketika ia masuk ke dalam rumah, Li Yuan sudah tidur. Kasihan juga kalau dibangunkan. Ia meletakkan makanan di meja, menutupnya dengan kain agar tidak kotor. Sepertinya besok pagi masih bisa disantap untuk sarapan.

Hari pun telah malam. Shen Hua menghampar tikar di sudut kamar. Ia mengambil selimut di lemari. Ia berbaring di atas tikar itu.

Tengah malam, Li Yuan terjaga karena rasa perih pada lukanya kembali menusuk. Ia juga merasa kehausan. Ia hendak minum, ketika melihat Shen Hua tidur di lantai hanya beralaskan tikar begitu. Udara malam juga terasa dingin. Sambil menahan rasa perih pada lukanya, ia mendekati Shen Hua. Membetulkan selimutnya.

Beberapa hari tinggal di gubuk itu, sampai luka di tubuhnya membaik, Li Yuan memperhatikan gaya hidup Shen Hua. Setiap pagi, gadis itu akan pergi ke hutan untuk berburu. Gadis itu cukup pandai memanah. Kembali lagi menjelang siang dengan membawa apa saja yang ia dapat. Ubi, kayu, tanaman obat, apa saja. Sebagian disimpan, dan sebagian lagi ia tukarkan dengan beberapa bahan dari alam itu dengan beras.

Li Yuan tidak bisa berdiam diri. Ia merasa sudah lebih baik. Ia harus melakukan sesuatu untuk penolongnya itu. Ia melihat Shen Hua agak kesusahan saat mengangkat air dari sumur. "Biar aku yang melakukannya."

"Tapi lukamu?" Shen Hua tampak cemas.

"Tidak apa. Sudah sembuh." Li Yuan menarik ember air dari dalam sumur. Membawanya ke dapur.

"Aku jadi merepotkanmu," kata Shen Hua dengan rasa tidak enak hatinya.

"Repot? Tentu tidak. Kau sudah melakukan banyak hal untukku dalam beberapa hari ini. Sebelum aku pergi, izinkan aku membalas budi. Lagi pula, ini semua pekerjaan laki-laki."

Li Yuan mengatakan akan pergi, kenapa Shen Hua merasa tidak rela? "Kau akan pergi?" tanyanya, guna memastikan.

"Aku tidak ingin semakin merepotkanmu," jawab Li Yuan.

"Aku ... aku sama sekali tidak merasa direpotkan," jelas Shen Hua, dengan polosnya, bahkan tanpa malu-malu. "Malah, aku senang kau ada. Aku jadi tidak sendirian lagi."

"Benarkah begitu?" Li Yuan menatap wajah Shen Hua yang berharap tidak lagi merasa kesepian.

Shen Hua mengangguk. Agak malu mengatakannya. Dirinya memang terbiasa sendiri sejak kecil. "Sejak kecil, aku sudah sendirian di hutan ini. Orang tuaku meninggal bersamaan, karena sakit, dan kami tidak punya biaya untuk memanggil tabib dan membeli obat. Aku hanya anak mereka satu-satunya. Sejak kecil, aku harus bertahan hidup sendirian. Kau adalah manusia pertama yang muncul di hutan ini, setelah sekian lama hanya ada diriku." Rupanya kehadiran Li Yuan memberikan nuansa yang berbeda. Meskipun isinya hanya merawat orang sakit, tapi, Shen Hua suka. "Jadi, jangan pergi," ucap Shen Hua lirih.

"Tapi di sini bukan rumahku," kata Li Yuan.

Shen Hua benar-benar tidak ingin dia pergi. "Anggaplah sebagai balas budi, dengan mengusir kesepianku selama ini."

"Tapi..." Li Yuan merasa tidak mungkin menetap di sini dalam waktu yang lama. Dirinya tidak ingin tiba-tiba harus pergi mendadak, dan Shen Hua belum siap merasakan kesepian lagi.

Tiba-tiba Shen Hua menutup mulut Li Yuan dengan tangannya. "Jangan bicara lagi! Aku tidak mau dengar kau bilang akan pergi." Rasa canggung seketika menyergap. "Maaf." Ia menjauhkan tangannya. "Tadi itu ..."

Li Yuan paham. Ia melingkarkan tangannya di pinggang gadis itu. Mendekatkan wajahnya. "Aku mengerti. Sesuai keinginanmu. Aku tidak akan ke mana-mana."

Barulah Shen Hua tersenyum.

Mulai saat itu, Shen Hua tidak lagi tidur di lantai. Ia bersedia berbaring di ranjang bersama Li Yuan. Tidur sambil memeluk pria itu, memastikan ia tidak pergi ke mana-mana.

Bagi Li Yuan, selama puluhan ribu tahun hidupnya, belum pernah merasakan kehangatan seperti ini. Sejenak, ia akan melupakan misi balas dendamnya. Membiarkan dirinya dikuasai Shen Hua juga tidak apa-apa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status