Share

Kutukan Untuk Si Playboy

Glek … glek … glek …. 

Seorang pria menenggak minuman keras dengan bernafsu. Duda anak satu ini tak henti-hentinya bersenang-senang. Dia sudah dua kali menikah dan sekarang sering gonta ganti pacar.

"Tambah lagunya, DJ!" Teriak pria yang bernama Ethan itu, sambil memegang gelas kaca yang berisi minuman berwarna cokelat. Ada tiga orang gadis yang mengelilinginya, satu mengenakan pakaian warna merah, satu lagi hitam dan putih, semuanya kurang bahan alias kependekan.

"Ayo, Tuan!" Gadis-gadis ini seakan haus dengan uang. Mereka mengambil ancang-ancang untuk meraih uang yang akan diterbangkan sang bos. Lumayan untuk tambah-tambah jajan, kapan lagi ada bos yang royal seperti pria ini.

Beberapa lembar uang kertas berwarna biru dan merah dilemparkan ke udara, lalu para gadis itu menangkap dan memperebutkannya. Malam ini malam yang ramai dan menyenangkan bagi Ethan. Dia telah memenangkan tender dan perusahaannya semakin maju. Tentu ini prestasi yang besar untuk seseorang yang masih muda, minus duda.

Cara bersenang-senang ala Ethan adalah seperti ini, melepas penat dan membuang uang. Saking banyaknya uang, ia bingung akan menggunakannya untuk apa. Dikirim mantan istrinya juga lebihannya masih banyak, paling tidak mantan istrinya dia berikan uang saku masing-masing satu atau dua digit. Sultan itu bebas. Di tangannya, uang mau dihamburkan, dibelikan hal yang tidak berguna juga tidak apa-apa. Uang begitu mudah dicari. Bila perlu, makanan yang akan dibuang lewat usus juga terbuat dari emas saking bingungnya menghabiskan uang.

Harta, tahta, dan wanita. Tiga faktor pokok untuk kaum pria. Harta sudah berlimpah, tahta sudah di atas langit, wanita cantik banyak yang ingin mendapatkan hati Ethan dan bersanding dengannya. Dari wanita terhormat sampai wanita kupu-kupu malam, semuanya memperebutkan duda berbuntut ini.

Ethan Reynaldi, anak semata wayang keluarga Reynaldi ini pandai mencari uang, pandai mencari kawan, pandai berbisnis, pandai memikat hati wanita dan pandai juga mencampakkannya. Hampir setiap malam Ethan bersenang-senang. Sering juga dia menyakiti hati wanita termasuk para mantan istrinya.

Plak …! Seorang gadis menampar Ethan yang tengah duduk di tengah-tengah para wanita penghibur. Gadis itu menampar tanpa keraguan sedikit pun dan bahkan tidak takut jika pengawal di tempat ini mengusirnya.

"Hei Nita!" panggil Ethan sambil mengedipkan mata yang tidak fokus, efek dari minuman yang ia tenggak. Alih-alih emosi, Ethan malah menggoda anak tu.

"Kamu nakal, kamu kan pacarku, malah senang-senang dengan gadis di sini!" protes Nita, gadis yang baru satu bulan menjadi pacar Ethan.

"Hei! Kenapa marah? Ini risiko pacaran dengan orang tampan sepertiku!" Ethan berdiri sambil menepuk-nepuk dada, walau sempoyongan.

"Hahaha! Sombong sekali! Mentang- mentang kaya dan tampan, kamu boleh bebas menyakiti hati perempuan begitu?" Nita tidak terima diperlakukan seperti ini. Ethan sudah merendahkan harga dirinya. Tapi Nita sendiri tidak sadar kalau ia terlalu murahan, mau berbuat apa saja demi Ethan yang jelas-jelas playboy.

"Hei, kita berpacaran juga untuk bersenang-senang. Kenapa kamu seperti berharap lebih?" Dia sudah punya anak, sudah pernah juga menikah, jadi pacaran untuk apa selain untuk senang-senang. Tujuan hubungan serius kan untuk ke jenjang pernikahan dan punya keturunan, sekarang dia sudah punya anak jadi keturunan pun sudah ada yang bakal meneruskan.

Nita emosi, padahal dia ingin lebih serius dan mengubah Ethan menjadi lebih baik. Sayang, caranya terlalu posesif. "Dasar laki-laki dingin, arogan, dan sombong! Kita putus!"

Byurrr! Tiba-tiba, satu gelas minuman dituangkan Nita ke kepala Ethan. Pria tampan ini menjadi basah kuyup. Rambut yang ditata rapi dengan pomade menjadi rusak dan lepek.

"Astaga …!" Gadis-gadis di sebelah Ethan tidak menyangka perlakuan gadis itu begitu berani.

"Rasakan itu duda playboy cap kadal!" cibir Nita.

Ethan yang mabuk malah tidak terpancing emosi. Pria itu malah tertawa. "Hahahaha!”

Ethan berjalan terseok sambil membawa satu gelas minuman. Dia berusaha menyusul Nita yang bergegas keluar, namun tetap tertinggal. Paling besok Nita akan datang lagi mengejarnya, seperti halnya gadis lain, marah sebentar besoknya sudah nempel lagi.

Biasanya selesai minum, ia membawa beberapa gadis ke hotel. Malam ini sepertinya tidak. Ia harus keluar menyusul Nita. Ia menerobos kerumunan orang yang tengah berjoget.

Suara musik yang dimainkan DJ membuat Ethan berjalan limbung sambil berjoget. Mirip orang gila, tapi berpenampilan kaya raya. Dari ujung rambut sampai ujung kaki, mahal semuanya. Ethan akhirnya mencapai pintu depan klub malam yang terletak di kawasan Jakarta yang elit ini. Ia celingukan ke sana kemari, tapi Nita sudah tidak ada. 

Ada satu orang yang mendekatinya. Seorang nenek yang umurnya mungkin sudah sembilan puluh tahun. Nenek ini berjalan dengan membungkuk, menggunakan lusuh.

“Nita? Kamu jadi tua?” tanya Ethan sambil terkekeh, dia berhalusinasi jika yang mendekat ini adalah Nita.

"Bukan. Saya bukan Nita, Nak. Saya mau minta sumbangannya." 

Ethan keheranan. Saat tengah malam seperti ini ada pengemis paruh baya di kawasan elit pula. Kenapa orang ini bisa berkeliaran bebas di sini? Penjagaan wilayah ini mungkin cukup ketat.

Ethan sejenak memperhatikan pengemis itu dari atas sampai bawah. Ia mengedipkan matanya beberapa kali. Mula-mula, yang ia lihat adalah sosok Nita. Eh, saat sudah mengedipkan mata, yang tampak adalah seorang nenek. Pandangannya kabur dan berubah-ubah. Jadi nenek dan jadi Nita. Entah yang mana yang benar. Namanya juga orang mabuk, bagaimana bisa fokus? Tadi saja dimarahi malah tidak terpancing emosi.

"Nak …. Nenek belum makan. Minta sumbangannya sedikit saja!" Nenek itu menjulurkan tangan. Ia berharap Ethan memberikan lembaran uang atau makanan untuk mengganjal perut yang lapar. Dia sudah beberapa hari ini tak memakan apapun, hanya minuman itu juga sisa yang ditemukan dari tong sampah.

"Tadi ngambek, sekarang minta uang dan makan, kamu gitu deh! Mau makan di dalem, Sayang? Ayok, kita bersenang-senang!" Ethan mengedipkan sebelah matanya sambil merangkul sang nenek yang dia anggap Nita.

"Bukan. Nenek tidak mau masuk ke tempat haram seperti itu. Nenek hanya ingin uang atau makanan!" Nenek ini, biarpun terlihat bungkuk dan tua, bicaranya masih lancar dan tetap lantang. Ia menolak untuk diajak masuk ke tempat anak muda berbuat maksiat.

Botol dari bahan kaca Ethan sandarkan di tangan sang nenek. Ia melipat jemari tangan sang nenek agar kuat menggenggam botol minuman kerasnya.

"Minum ini aja!" ajak Ethan sambil tersenyum penuh kepolosan. 

Sang nenek emosi melihat tingkah laku Ethan yang malah seperti ini. Ia menggelengkan kepala. Anak zaman sekarang memang banyak yang kurang ajar. Terlebih lagi dia bisa melihat banyak dosa yang Ethan perbuat di masa muda ini.

"Dasar anak yang tahunya hanya senang-senang, menghamburkan uang untuk hal yang tidak halal dan negatif saja. Kerjanya mabuk dan menyakiti wanita." Nenek ini berbicara dengan emosi tinggi. Dia juga manusia yang bakal geram pada kelakuan anak zaman sekarang yang keterlaluan.

Ethan semakin keheranan. Katanya belum makan dua hari. Tapi kenapa berteriak saja masih kuat dan berenergi? Mungkin dia bohong agar dikasihani saja.

"Hei …. Kok kamu gitu sih, Shay!" Ethan terkekeh.

"Kamu harus diberi pelajaran!" Nenek itu menggenggam tangan Ethan, lalu meremas aset Ethan yang paling berharga. Ini termasuk tindakan pelecehan seksual kalau ada yang lihat. Nenek-nenek nanti dianggap doyan batang anak muda.

"Kamu tidak akan bisa bersenang-senang lagi! Milikmu akan tertidur dan sulit untuk bangun. Untuk mematahkannya, kelak kamu akan tau sendiri bagaimana caranya.” Nenek itu mengutuk Ethan agar dia belajar dari kejadian ini. 

Ethan hanya melihatnya sambil mengangkat satu alis. Ia kemudian terkekeh dengan semua ucapan dari mulut yang ia anggap seorang Nita. Boro-boro percaya sedang dikutuk.

Kebetulan sekali setelah kejadian itu ada seorang penjaga klub yang melihat interaksi mereka berdua, dia pun mengusir sang nenek. Ethan akhirnya diantar pulang oleh supirnya karena hampir pingsan di depan klub. Sampai di rumah, ia langsung tertidur pulas hingga pagi.

"Emmmm …." Ethan meregangkan tubuh saat terbangun karena terik matahari sudah memasuki kamarnya.

Yang terjadi semalam bagaikan sebuah mimpi. Tanpa berprasangka apa pun, ia menjalani aktivitas hari itu seperti biasa. Pagi hari dia menyapa putranya dulu dan pergi sarapan, setelah itu baru pergi ke kantor. Saat di kantor dia baru ingat kalau semalam dimarahi Nita setelah melihat banyak telepon dan pesan masuk dari gadis itu.

***

Pria tampan menangis begitu kencang di kamarnya sambil memeluk lututnya erat-erat. Hatinya hancur berkeping-keping bagaikan gelas kaca yang pecah berhamburan ke lantai dan melukai kaki hingga berdarah-darah. Bagaimana bisa nasib buruk menimpanya saat ini?

Pria ini tidak peduli jika ada orang yang mendengar suara tangisannya. Mau orang beranggapan dirinya aneh pun, ia akan membiarkan saja. Pria macho, berdada bidang, berperut six pack, tinggi, bersikap dingin, galak pada bawahan, berwajah  tampan dan menawan juga bisa menangis karena sama-sama manusia yang punya air mata. Menangis itu manusiawi, bukan? Semua cowok juga bisa menangis. Bedanya ada yang malu, ada juga yang urat malunya sudah putus. Di mana-mana jika perasaan sedih, pasti orang akan menitikkan air mata.

Gara-gara alkohol sialan, ia telah mengalami nasib sial. Entah dia salah apa? Kenapa bisa terjadi seperti ini? 

Halo … ini zaman modern, Shay. Masih ada kutuk mengutuk?

Nyatanya masih. Ini buktinya Ethan, pria yang hidupnya serba enak, serba beruntung, kaya raya, sukses, dari keluarga terpandang dan digandrungi banyak gadis ini menangis karena kemarin adalah hari yang paling sial dalam hidupnya. Sampai-sampai Ethan enggan untuk keluar rumah dan berinteraksi dengan orang. Ia sampai cuti dan tidak mau pergi ke kantor. Bertemu dengan anaknya saja tidak mau.

Bagaimana tidak sial, Ethan bukan sakit, bukan juga diguna-guna. Ju-niornya tidak mau bangun gara-gara sebuah kutukan dari nenek misterius yang ia temui semalam. Ia im-po-ten!

Ethan menyeka air matanya yang berharga ini. Ia bangun untuk memandang kaca. Ethan hanya melihat wajah saja. Enggan melihat ke bagian bawah tubuh.

"Sial!" Ethan menggebrak kaca.

Ethan tahu dan sadar akan kutukan ini saat sore tadi ia pergi untuk main golf, biasanya banyak gadis cantik yang akan menemani para bos bertanding. Ada satu gadis anak baru yang menarik perhatian Ethan, selesai main, dia ingin mengajak gadis itu cek in. Sayangnya saat dia sudah ajak gadis itu cek in di hotel bintang lima dan siap bergenjot, adik kecilnya tidak bisa berdiri sama sekali. Ia malu semalu-malunya. Masa iya, melihat bodi aduhai gadis pegawai golf, belum lagi pemanasan-pemanasan asoy geboy yang sudah mereka berdua lakukan tidak bisa membangunkan aset burung elangnya yang biasa tinggi menantang. Bisa turun pamornya nanti. Kepala Ethan bagaikan tersambar petir. Ia baru ingat wajah si nenek meski samar-samar. Nenek yang ia kira Nita ternyata mengucapkan sebuah kutukan untuknya. Ethan tak tahu harus mematahkan kutukan dengan apa. Dia bukan seseorang yang agamis juga percaya dengan hal yang berbau-bau tahayul.

Tok, tok, tok! Suara ketukan pintu mengagetkan Ethan. Ia sampai menoleh dan memandang bengong ke arah pintu. Apa benar pintunya diketuk dari luar, atau hanya perasaannya saja.

"Daddy ….. Daddy!" Suara seorang anak kecil memanggil Ethan.

"Kayak ada yang manggil." Ethan diam dan menunggu suara lagi. Ia takut bisa saja si nenek sihir yang datang.

"Daddy!" Suara itu terdengar tidak asing.

"Waduh, anak gue kenapa ya?" Mungkin pengasuh anaknya sedang sibuk, jadi Bryn pergi ingin bermain bersama ayahnya. Saat bercerai, hak asuh Bryan jatuh pada Ethan, padahal lebih baik pada istrinya saja, Bryn jarang diperhatikan karena ayahnya sibuk kerja dan bersenang-senang. Ethan masih ragu untuk membukakan pintu.

"Iya, anak daddy!" jawab Ethan sambil berteriak.

"Gimana nih mata? Tolong … sembab nggak, ya?" Buru-buru Ethan mendekat ke arah kaca. Ia mengusap sisa air mata dengan tisu, melihat dengan saksama apakah matanya sembab atau tidak. Ia bisa malu jika terciduk menangis.

"Oh enggak. Aman." Ethan bisa bernapas lega.

"Daddy!" teriak Bryn lagi. Anak itu tampak tidak sabar.

"Sabar anak daddy!" Ethan berlari lagi menuju pintu kamar. Ia pun membukanya perlahan.

"Daddy kok lama banget, sih?” Bryn mengintip-ngintip ke dalam kamar.

"Biasa, pulang ngantor kan mandi dulu daddynya. Ada apa ke kamar Daddy?" tanyanya. 

"Bryn denger kayak ada suara setan nangis Daddy!” Anak ini memang penakut, dia mungkin sempat mendengar suara ayahnya yang tengah menangis.

"Setan? Nangis?” Dia menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Otaknya mencerna dulu suara yang anaknya maksud itu yang mana.

"Masa sih, Bryn?" Oh, ia baru ingat, suara tangisan itu adalah suaranya sendiri. Waduh dikira setan.

“Iya, Daddy.” Bocah umur enam tahun ini kan takut oleh makhluk halus, sesekali anak kecil bisa melihat keberadaan mereka.

Rumah ini sepi, yang ada hanya Bryn dan Ethan. 

"Iya setan kali Bryn." Setan yang tidak punya salah apa-apa Ethan bawa-bawa, kasihan mereka!

"Iiii …. Takut." Bryn memeluk tangan Ethan. Dia takut di belakangnya ada setan, mana bik Iin sedang pergi boker.

“Kalau gitu Bryn ikut bobok di kamar Daddy aja, ya!” Bryn jadi takut untuk kembali ke kamarnya dan tidur sendiri. Bi Iin pengasuhnya tidak tidur sekamar dengannya, hanya mengurus dan menemani dari pagi hingga petang saja.

"Eh, eh, jangan!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status