Share

5. Pesta Debutante

Mikhail berjalan dengan gontai menuju istananya. Bukan karena ia malas mengikuti segala kegiatan yang banyak menguras tenaga dan pikirannya, tapi karena sepenggal pertanyaan Helio. Pertanyaan yang masih terpatri dalam ingatannya.

"Suka? Aku?"

Sembari berjalan, Mikhail terus melontarkan tanya atas apa yang ada di pikirannya. Langkah kakinya terhenti. Kepalanya menatap sisi kanan, dan pemandangan taman istana putra mahkota terpampang indah seluas mata memandang.

Mikhail tidak pernah lupa, bahwa tempat itu adalah pertemuan pertamanya bersama Althea. Lelaki itu tanpa sadar tersenyum ketika memori itu terputar dalam kepalanya.

"MIHAEEEL!!" Teriak Althea dengan keras, mata anak perempuan kecil itu sudah berkaca-kaca, bibirnya melengkung ke bawah, dan kedua tangannya terkepal, serta kaki yang menghentakkan tanah berkali-kali.

Anak lelaki yang ada di hadapannya malah tertawa, bukannya menenangkan orang yang ada di hadapannya, Mikhail justru semakin mendekat ke arah anak itu sambil menakut-nakutinya.

"Sudah kubilang jangan berteriak. Aku belum selesai cerita. Kau tidak tahu bahwa di sana setiap tengah malam ada arwah yang meminta tumbal anak-anak. Beberapa tahun lalu ada yang meninggal karena tidak kuat menahan gangguan arwah itu, siapa yang tahu target selanjutnya itu malah kau, Hera." Setelah mengucapkan kalimat itu, Mikhail mundur beberapa langkah, lalu tersenyum puas melihat wajah ketakutan Althea. Namun, senyumnya seketika hilang saat anak perempuan itu menangis dengan kencang.

Sungguh, Mikhail tidak menyangka bahwa ia sampai menangis seperti ini. Seminggu yang lalu, Althea datang ke istana dan menginap di sana. Karena umur Althea dan Mikhail hanya terpaut satu tahun, mereka dipertemukan oleh ratu untuk bisa bermain bersama sekaligus mengusir kejenuhan Althea. Mikhail tidak senang bermain dengan Althea karena anak itu terlalu menurut pada aturan, tidak mau kabur diam-diam ke pasar, tidak mau main pedang, tidak mau bermain lari-larian, dan hanya ingin duduk diam, membaca buku, atau menggambar. Mikhail yang bosan akan hal itu mulai mendapatkan ide dan bercerita hal-hal yang menyeramkan, tapi Althea masih tetap tenang akan perkataannya, sampai akhirnya Mikhail menceritakan rumor mistis yang ada di istana tempat Althea tinggal, dan ia tidak menyangka anak itu akan menangis histeris seperti sekarang ini.

"Hey! Jangan menangis, aku bercanda tahu! Itu semua bohong! Tidak adaa, Hera!" Mikhail mengulurkan tangan untuk menepuk bahu Althea pelan, tapi gadis itu malah menepisnya.

"Tidak mau! Aku tidak mau bermain denganmu lagi! Aku benci padamu!" Althea berlari meninggalkan Mikhail, dan sejak saat itu anak perempuan itu tidak pernah menginjakkan kakinya di istana putra mahkota sampai ia dijemput oleh orang tuanya.

Saat hendak menaiki kereta kuda untuk pulang ke rumah, seorang pelayan menghampiri Althea dan memberi sebuah lukisan taman istana tempat ia dan Mikhail sering bersama. Pelayan itu tidak mengatakan apapun, hanya tersenyum dan memberikan lukisan ini. Althea menerimanya, lalu menatap lukisan itu dengan mata yang berbinar. Walaupun lukisannya terkesan kaku, tapi tetap saja indah di mata Althea. Lalu, gadis itu membalikkan lukisan tersebut, dan ada sepenggal kata di sana. 'Maaf'.

Althea terdiam, lalu memandang kaca istana tempat pangeran Mikhail tinggal. Walaupun ia tidak melihat Mikhail, tapi entah kenapa Althea tersenyum, menandakan bahwa ia sudah memaafkan anak lelaki itu.

Tanpa Althea sadari, Mikhail sedari tadi mengamati anak itu. Mikhail terlalu takut untuk menghampiri Althea yang mau pulang ke kediamannya, makanya ia mengutus seorang pelayan untuk memberikan hasil lukisannya sebagai permintaan maafnya pada anak itu. Mikhail mencoba untuk melukis setelah sekian lama tidak melukis, terakhir kali ia melukis bersana Helio, makanya ia berulang kali melukis dan melihat mana hasil lukisan yang paling bagus untuk diberikan pada Althea.

Dan saat gadis itu melihat ke arah jendelanya, Mikhail tanpa sadar bersembunyi di balik gorden, lalu mulai mengintip kembali. Anak lelaki itu terdiam saat melihat senyuman Althea. Selama berada di istana, Althea tidak pernah tersenyum padanya, hanya menatap dengan wajah yang datar atau diam saja. Melihat Althea yang tersenyum manis seperti itu mau tak mau membuat Mikhail ikut tersenyum dan tanpa sadar telinganya memerah.

"Saya memberi hormat pada putra mahkota kerajaan ini, Pangeran Mikhail," seorang kesatria menghampiri Mikhail dengan segulung kertas yang ada di tangannya.

Mikhail yang tersadar dari lamunannya menatap kesatria tersebut, "ada apa?"

"Kami sudah menemukan petunjuk yang Pangeran perintahkan pada kami. Pada hari itu, Putri Althea menerima surat undangan tak dikenal, tapi berstempel Putra Mahkota, dan besoknya bersiap menuju ke istana. Disaat yang bersamaan, ditemukan jejak kaki dan ukuran kaki yang asing di balkon jendela kamar Putri, selebihnya Pangeran bisa melihat laporan yang ada di kertas ini," ucap kesatria tersebut memberikan gulungan kertas itu pada Mikhail.

"Surat undangan dariku?" Tanya Mikhail bingung. Ia tidak mengundang Althea saat itu, tapi kenapa di surat itu tertera stempel darinya?

Mikhail langsung membuka gulungan kertas itu, lalu meremukkan kertasnya saat sudah selesai membaca. Rahang lelaki itu mengeras, sorot matanya berubah tajam, sangat jauh berbeda dengan saat ia berhadapan dengan Helio tadi, tangannya terkepal kuat. Ia menatap kesatria tadi, "kau boleh pergi, laporkan secepatnya kalau ada petunjuk lagi."

"Baik, Yang Mulia."

Mikhail berjalan dengan cepat menuju istananya, lalu menyuruh para pelayan pergi dari kamarnya. Mikhail membakar kertas itu di perapian kamarnya. Sembari melihat kertas itu hangus, ia bergumam, "seharusnya dari awal aku tidak meremehkan mereka. Aku telah lalai," Mikhail berjalan menuju kursi tempat ia membaca dokumen-dokumen penting, "kini akan kubuat mereka membayar perbuatan mereka selama ini.

Akan kutunjukkan kekuatan Putra Mahkota yang sesungguhnya."

***

Para pelayan istana utama sangat sibuk mempersiapkan pesta debutante yang akan diadakan beberapa jam lagi. Sampai saat ini mulai dari dekorasi, makanan, dan konsep pesta sudah sangat pas dan indah, hanya perlu sedikit tambahan saja untuk membuat pesta nanti menjadi sempurna. Begitu pula yang dirasakan pelayan di ruangan Helio. Saat ini lelaki itu mengikuti serangkaian perawatan menyambut pesta nanti. Helio sudah beberapa kali menguap saat dirinya tengah didandani.

"Pangeran, tolong tahan sebentar kantuk Anda. Ini pesta debutante Anda yang sudah banyak dinanti orang-orang, Pangeran harus lebih semangat untuk itu," hibur kepala pelayan yang sedari tadi mengamati tingkah Helio seperti orang yang tidak tidur semalaman.

Helio kembali menguap, "baiklah, aku tidak mengantuk," ucap Helio, lalu ia menguap lagi. Para pelayan yang ada di sana hanya menggeleng maklum melihatnya.

Tak terasa, beberapa jam kemudian pesta debutante dimulai. Banyak tamu, khususnya Anak-anak yang seusia Pangeran Helio datang ke istana untuk memeriahkan acara debutante ini.

Tentunya, Helio sang tokoh utama pesta ini membuat banyak orang mengalihkan perhatian mereka padanya. Helio mengusap leher belakangnya, "aku tidak nyaman," gumamnya. Bagaimana tidak, sedari tadi seluruh tatapan mengarah padanya secara terang-terangan. Walaupun bukan tatapan buruk seperti beberapa tahun lalu, tapi tetap saja lelaki itu merasa tidak nyaman. Ia tidak terbiasa menjadi pusat perhatian begini, berbeda dengan kakaknya, Mikhail yang memiliki banyak kenalan di mana-mana.

Seperti saat ini, Mikhail tengah tertawa dan berbincang-bincang seru dengan anak bangsawan lain, bahkan dengan anak yang lebih tua darinya sekalipun ia tetap ramah dan menyenangkan.

"Lihatlah dia, sepertinya dia memang pantas untuk jadi putra mahkota," ucap Pangeran kedua, William menghampiri Helio.

Helio tersentak, lalu memberi salam pada William. "Kau tidak perku terlalu formal padaku, Helio. Sejauh ini bagaimana istana menurutmu?" Tanya William, ia tersenyum lembut sambil mengambil minuman yang ditawarkan oleh pelayan yang lewat.

Helio mengangkat bahunya, "tidak ada yang istimewa. Kapan Anda datang ke istana, Pangeran?"

"Aku datang dua minggu sebelum kedatanganmu, jujur aku terkejut mendengar kabarmu waktu itu, aku juga tidak bisa berbuat apa-apa, maafkan aku."

Helio mengangguk, wajar saja jika William tidak tahu akan hal ini. Sebelum pengusiaran Helio, William sudah lebih dulu ditugaskan ke kuil yang ada dibagian selatan istana. Walaupun ujung-ujungnya Helio tahu bahwa itu bentuk pengusiran secara halus oleh raja. Mungkin ia dan Willian bernasib sama, yang membedakannya hanyalah kepergian William bisa dikatakan terhormat, dan Helio membawa ketakutan bagi orang-orang istana.

"Oh, aku ingin berterima kasih pada Anda karena sudah memberikan berbagai macam obat yang membantu selama ini," ucap Helio. Obat yang diberikannya pada Althea juga termasuk obat pemberian William yang khasiatnya sangat manjur.

William mengangguk mengiyakan, "syukurlah itu dapat membantumu, aku akan membuatkannya lagi untukmu," ucap William senang.

Helio membungkuk hormat, "dengan senang hati, Pangeran." William mendengus, lalu menepuk pundak Helio, "saat kita sedang berdua, kau harus memanggilku kakak saja ya." Helio terkekeh lalu menganggukkan kepalanya.

Tak lama kemudian, Mikhail menghampiri William dan Helio. "Bagaimana perasaanmu, adikku?" sapa Mikhail sambil meletakkan tangannya di di bahu Helio.

Helio hanya mendengus melihatnya, kakaknya ini tergolong sangat santai untuk dibilang sebagai Putra Mahkota. "Apanya? Tidak ada yang istimewa selain aku bertambah umur."

"Kalau pestanya?"

"Biasa saja."

Mikhail mengangguk. "Iya, memang biasa saja, sih. Aku tidak bersemangat malam ini," celetuk Mikhail.

Helio melirik Mikhail, lalu menyikutnya pelan, "bukan karena sekarang tidak ada anak dari Duke Foster itu?" Ejeknya.

Mikhail langsung menegapkan tebaknya sambil terbatuk-batuk pelan, kentara sekali ia sedang salah tingkah untuk itu, "tidak, kau ini kenapa selalu menyudutkanku dengan Althea," dengus Mikhail.

Helio memiringkan senyumnya, "tapi kau suka, kan?" Mikhail tidak menjawabnya, ia malah mengalihkan pandangannya ke arah William, berusaha untuk mencari topik baru.

"Oh, Will, apa kabar, adikku? Bagaimana kabarmu di sana?" Tanya Mikhail beralih menghampiri William. Helio yang melihat itu hanya mendecih melihat akting mulus kakaknya berjalan lancar.

Sementara William dan Mikhail bercakap-cakap, Helio berjalan mengamati sekitar. Jika ia ingin memperkuat posisinya, maka ia hadus mencari orang yang bisa diajak kerja sama. Helio tahu bahwa ia tidak boleh lemah seoerti dulu, yang dengan sukarelanya pergi dari istana, dan membuat para musuh senang akan hal itu. Kali ini, lelaki itu harus membangun kekuatannya sendiri, walaupun ia memiliki Mikhail, tapi Helio tidak mau banyak memberikan beban lagi pada Mikhail, cukup dengan berkorban sebagai putra mahkota saja, ia tahu kakaknya itu tidak menyukai posisi itu.

Saat sedang mencari-cari bangsawan yang sekiranya cocok untuk diajak bicara, pandangan Helio tertuju pada pintu aula utama yang terbuka menampilkan seorang putri yang wajahnya sudah tidak asing baginya. Helio mengerutkan dahinya, lalu berjalan dengan pelan untuk memastikan orang tersebut, "Putri tunggal Duke Foster?"

Berbeda dengan kemarin, kini penampilan Althea lebih rapi dan memukau dengan gaun berwarna emas selutut lalu disambung kain yang memanjang dibelakangnya, beserta rambut keemasan yang dibiarkan tergerai, dan hiasan berlian di rambut yang juga berwarna emas. Gadis itu seperti terjatuh dari dunia dongeng, membuat perhatian tamu beralih dari Helio menuju Althea.

Helio langsung mengalihkan pandangan ke arah Mikhail dan mendapati kakaknya masih menatap gadis itu dengan mata yang tidak berkedip. Helio menahan tawa melihatnya, sangat jarang ia melihat pemandangan itu.

Tak lama kemudian, Mikhail menatapnya, tapi Helio tahu tatapan itu bukan untuknya. Helio mengangkat salah satu alisnya bingung, lalu ia membalikkan badan dan menemukan Althea yang kini telah berada di hadapannya.

"Salam saya kepada Pangeran Ketiga, saya Althea Hera Foster memberi salam kepada Pangeran," salam Althea sambil membungkukkan tubuhnya.

Helio yang bingung hanya menganggukkan kepalanya, setelah menyambut salam Althea, barulah ia bertanya, "ada apa, Putri?"

"Saya ingin mengucapkan terima kasih pada pangeran karena telah menyelamatkan saya tempo hari. Di surat sebelumnya saya juga sudah menuliskan kata terima kasih, tapi jika bertemu Pangeran di sini, mungkin lebih baik saya mengucapkannya secara langsung."

Helio menganggukkan kepalanya, "sama-sama Putri, aku tidak menyangka kau datang ke pesta ini, apa tahun ini kau juga akan menginjak usia dewasa?"

Althea menganggukkam kepalanya, "iya pangeran, tapi karena insiden kemarin, saya tidak bisa berlama-lama ada di pesta ini, saya mohon pengertian untuk itu." Helio mengangguk paham, ia pun memaklumi hal itu.

Lagu yang ada di aula terputar, sudah saatnya dansa pertama dimulai. Para tamu kini mulai mengambil posisi untuk berdansa dengan pasangannya masing-masing, dan mulai berdansa sesuai tempo lagu yang diputar.

Helio yang melihat situasi ini menghembuskan napas lelah, ia akan bersiap menuju balkon istana sampai lagu selesai diputar, tapi panggilan dari Althea membuat lelaki itu terdiam.

"Pangeran, apakah ingin berdansa dengan saya satu lagu?"

Helio menatap Althea yang sedang menatapnya, lalu melirik Mikhail yang sudah tidak ada di tempatnya. Tidak etis juga jika menolak ajakan orang untuk berdansa, apalagi di dansa pertama ini.

"Baiklah, Putri, dengan senang hati."

.

.

.

To be continued.

Baiklah, di part ini sepertinya aku akan bagi dua karena terlalu panjang, teman. Terima kasih udah baca sejauh ini, see you next time!!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status