Share

4. Pasca Kecelakaan

Althea membuka matanya. Perlahan, sinar mentari masuk melewati jendela kamarnya, suara-suara burung mulai terdengar di indra pendengaran. Setelah pandangannya jelas, ia langsung mengetahui tempat ini di mana. Ya, sekarang gadis itu sedang berada di kamarnya sendiri.

Althea meringis ketika ia mengangkat sebelah tangannya untuk mengambil air minum di nakas sebelah tempat tidur. Gadis itu melirik perban yang telah melekat di lengannya.

Tak butuh waktu lama, ingatannya kembali pada waktu itu saat ia berusaha melawan seseorang yang ingin menculiknya, tapi diselamatkan oleh pria bertudung coklat yang disangkanya Pangeran Helio yang tengah diperbincangkan oleh orang-orang akhir-akhir ini karena ketampanannya. Althea menghela napas pelan, kejadian itu masih terasa nyata baginya.

"Nona Althea, syukurlah Anda telah bangun, apa masih ada bagian yang sakit?" Tanya seorang pelayan muda yang baru memasuki kamarnya yang dijawab gelengan oleh Althea. Gadis itu membawa baskom untuk majikannya mencuci muka di pagi hari.

Althea membasuh wajahnya, lalu tiba-tiba teringat hal yang menurutnya ganjal, "siapa yang membawaku ke sini?"

Pelayan muda itu tampak mengingat, "kemarin ada seorang pria bertudung coklat, bermata biru gelap, dan berambut hitam keunguan yang membawa nona menggunakan kuda miliknya. Ia juga mengatakan kalau kereta kuda nona diserang dan seluruh pengawal beserta kusir yang ada di sana telah tewas," jawab pelayan itu sembari mengingat ciri-ciri dan perkataan pria tempo hari.

Althea terdiam. Sebelumnya, tidak banyak yang mengetahui ciri dari keturunan ratu dan raja, yakni rambut biru keunguan dan mata berwarna biru gelap. Makanya, saat ini gadis itu tak heran jika pelayannya tidak mengenali bahwa itu adalah pangeran. Lelaki itu lagi-lagi kembali menolongnya, padahal ia bisa saja bersikap cuek dan tidak peduli. "Tapi, nona.." perkataan pelayan muda itu kembali menginterupsi atensinya.

"Kemarin pria itu benar-benar seperti pangeran berkuda putih pada nona," ucapnya dengan semangat, mata pelayan muda itu berbinar-binar membuat Althea menarik senyum kecil.

"Ternyata kamu memikirkan hal-hal yang luar biasa ya," decak Althea yang dibalas ringisan pelan oleh pelayan tersebut.

Satu jam kemudian, Althea telah membersihkan diri dan duduk di meja belajarnya untuk menulis beberapa surat. Tadi pagi sempat ada cekcok diantaranya dan para pelayan yang menemaninya. Ia berulang kali bilang bahwa dirinya sudah tidak merasa sakit lagi, tapi para pelayan terus menyuruhnya untuk kembali istirahat dan memulihkan diri terlebih dahulu.

"Marie, siapkan kereta kuda, aku akan ikut menghadiri upacara pemakaman para kesatria pengawal yang kemarin meninggal," pinta Althea, ia melipat kertas yang sudah ditulisnya lalu mengirim beberapa surat ke istana.

"Nyonya sudah datang untuk mewakili nona, jadi Anda tidak perlu khawatir," jawab Marie, ia membawakan teh beserta camilan untuk Althea, dan tak lupa obat herbal yang semalam diberikan oleh Helio yang mengantarkan Althea semalam.

Tenang saja, sebelumnya obat itu sudah diteliti oleh dokter kediaman duke dan dia berkata bahwa obat ini sangat manjur untuk orang yang banyak kehilangan darah.

"Ibu? Baiklah kalau begitu. Marie tolong antar ini ke istana," ucap Althea menyerahkan tiga surat.

Marie mengangguk, lalu berpamitan pada Althea untuk mengantarkan surat ini. "Tunggu, Marie. Semalam apa kau yakin ciri-ciri lelaki itu memakai jubah coklat, mata biru gelap, dan rambut hitam keunguan?"

Marie menganggukkan kepalanya, "ada satu tambahan lagi, nona."

Althea mengerutkan dahinya, "apa itu?"

"Dia tampan."

Althea hanya mendengus.

***

Helio menutup kepalanya menggunakan selimut saat cahaya matahari terus menerus memasuki kamarnya melewati celah-celah jendela.

Lelaki itu baru sampai ke istana dini hari tadi, lalu membersihkan tubuhnya dan memasukkan baju-baju yang dipakainya ke dalam satu tempat. Ia bahkan belum lama tertidur, dan pagi telah datang dengan cepat.

"Pangeran, ini sudah siang, Anda sudah melewatkan sarapan, setidaknya Anda harus makan siang," ucap pelayan yang masih berada di depan pintu kamarnya. Sejauh ini tidak ada yang berani langsung masuk ke kamar Helio lantaran lelaki itu sendiri yang bilang bahwa dirinya merasa tidak nyaman.

Karena ada banyak gangguan membuat lelaki itu kesal, dan bangun dari tidurnya. Lelaki itu terduduk di tempat tidur sembari menguap lebar. 'Aku bahkan belum bisa benar-benar tertidur,' batinnya gusar.

Setengah jam kemudian, Helio mengizinkan para pelayan masuk dan meletakkan makanannya di atas meja kecil di dekat jendela. Sembari memakan makanannya, Helio melirik pohon yang menjadi jalur tempat dia keluar masuk istana. "Omong-omong, apa putri itu sudah sadar? Yah, seharusnya dia sudah sadar kalau sudah diberi obat itu." Helio mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mencelupkan potongan roti ke dalam sup kesukaannya.

Saat lelaki itu sedang memakan dessert, pintu kamarnya dibuka dan terlihat Mikhail sedang berjalan ke arahnya. "Apa bisa kau mengetuk pintunya lebih dulu?"

Mikhail neringis pelan, "maaf, adikku. Aku tidak terbiasa dengan hal yang seperti itu," tuturnya lalu duduk di hadapan Helio dan mengambil sepotong kue yang ada di meja.

Helio berdecak pelan melihat kelakuan kakaknya. Walaupun mereka hanya bertemu waktu kecil, tapi mereka tidak canggung dikarenakan sifat Mikhail yang sangat supel dan mudah bergaul dan Helio yang tidak mau ambil pusing dalam hal apapun.

"Ada urusan apa kau ke sini? Bukannya kau kemari jika hanya ingin memerlukan sesuatu saja?"

Mikhail terkekeh, "kau bicara begitu seakan-akan aku ini benar-benar orang yang seperti itu, tap---," ucapan Mikhail terputus ketika melihat tatapan Helio seakan-akan mengatakan bahwa perkataannya memang benar adanya.

"Baiklah-baiklah, aku ke sini ingin berterima kasih kepadamu," ucap Mikhail, ia mengembuskan napas ketika tatapan Helio sudah tidak menatapnya seperti tadi dan malah mengerutkan dahinya.

"Buat apa kau berterima kasih padaku?"

Mikhail berdeham sebentar, "kau sudah menyelamatkan Hera, maksudku Putri Althea dari Duke Foster."

"Tuan putri yang semalam terluka? Kau tau dari mana kalau orang itu aku?"

"Tadi pagi aku datang ke kediaman Duke Foster. Para pelayan yang ada di sana bilang kalau Hera diselamatkan oleh pemuda yang memakai jubah coklat, mata biru gelap, dan rambut hitam keunguan. Memangnya siapa lagi disini yang punya mata dan rambut itu selain keturunan raja dan ratu?" jelas Mikhail membuat Helio bergumam.

"Wah, jadi kau datang ke rumah seorang putri yang belum dewasa pagi-pagi buta begini, ckckck," ucap Helio memandang Mikhail dari bawah sampai atas dengan kedua tangan yang terlipat.

Mikhail melotot mendengarnya, "hey! Memangnya aku lelaki mesum apa, ini tidak sesuai dengan yang kau duga, aku sudah sering datang ke sana, jadi tidak ada yang berpikiran macam-macam sepertimu!"

Helio bertepuk tangan sekali, "nah justru itu! Kau sangat sering ke sana sehingga kewaspadaan mereka menurun, tapi siapa yang tau kan, tidak ada yang bisa menduganya kau akan melakukan hal yang macam-macam," ejek Helio. Sebenarnya ia tidak ada niatan untuk meladeni Mikhail dengan seperti ini, tapi melihat reaksi kakaknya yang salah tingkah dengan telinga yang memerah membuat Helio semakin senang menjahilinya.

Mikhail sungguh tak habis pikir dengan orang yang ada dihadapannya. Apakah ia benar-benar adik kandungnya? 'Oh Tuhan ini sungguh berat', batinnya terus mengatakan hal itu berulang kali.

"Terserah kau saja, pokoknya aku ke sini untuk berterima kasih padamu," ucap Mikhail yang telah lelah meladeni Helio.

"Baiklah, tapi kenapa kau yang berterima kasih? Karena kau temannya putri tadi? Apa itu bisa dijadikan alasan?" kata Helio sambil menaik-turunkan alisnya.

Mikhail kembali menepuk jidatnya, "hey, kau jangan mulai lagi ya!" Diakhir kalimatnya ia berdiri dan ingin menggelitiki Helio. Helio yang sadar akan hal itu segera berdiri dan berlari keluar kamar agar tidak tertangkap kakaknya.

Para pelayan yang sedang membersihkan lantai di dekat kamar Helio menoleh melihat kedua pangeran yang saling mengejar sambil tertawa dengan riang. Mereka tersenyum kecil melihatnya, "sudah lama aku tidak melihat pemandangan seperti ini," ucap kepala pelayan yang baru datang ke lantai ini sambil membawa amplop untuk diberikan kepada Helio.

"Terakhir sekitar belasan tahun lalu, aku melihat Pangeran Helio dan Putra Mahkota bisa bermain sebebas ini, sekarang biarkan mereka bebas bermain dulu sebelum mereka banyak diberikan kewajiban dan tekanan oleh banyak pihak," kata kepala pelayan membuat para pelayan tersebut menunduk untuk mematuhi ucapannya.

"Sudahlah, aku capek!" Dengus Helio, lalu ia membaringkan badannya di taman belakang istana. Mikhail juga ikut membaringkan badannya.

"Gara-gara kau aku kembali seperti anak kecil," rutuk Mikhail, tapi ia tetap terenyum tipis, sudah lama ia tidak merasakan ini di istana. Kehidupan di sini selalu membuatnya tertekan dan tak jarang ia kabur pergi ke kediaman Duke Foster.

Helio tidak meladeni Mikhail, ia sibuk memandangi langit yang berwarna biru muda disertai awan yang perlahan bergerak. "Mikhail," panggil Helio.

"Hm."

"Jika kau terlahir kembali, kau mau menjadi apa?"

Mikhail mengerutkan keningnya, ia merasa pertanyaan yang dilontarkan Helio sangat random. "Tumben kau menanyakan pertanyaan yang aneh."

Helio berdecak, "jawab saja."

Mikhail mengangkat bahunya, "aku tidak tau, aku tidak pernah memikirkannya. Tapi kalau memang ada kesempatan seperti itu, aku ingin terlahir di keluarga yang biasa saja tanpa ada banyak tuntutan dan kewajiban," jawabnya pelan.

Keduanya terdiam.

"Apa ini? Tumben kau merasa mellow, aku merinding," ucap Helio mencairkan suasana, ia mengusap-usap tangannya yang merinding.

Mikhail yang melihat itu mendelikkan matanya, "masih untung yah aku menjawab pertanyaanmu, bocah. Kalau kau? Kau mau menjadi apa?"

Helio kembali menatap langit, kedua tangannya bertumpu di belakang kepala sebagai bantal, "aku ingin jadi langit."

"Diatas sana bisa melihat semua hal dari berbagai sudut pandang. Dengan itu, pasti tidak akan ada kesalahpahaman yang terjadi," lanjutnya.

"Yah, menjadi langit juga tidak terlalu buruk," komentar Mikhail.

"Kau bisa melihat orang-orang yang kau sayangi tanpa perlu khawatir akan hal apapun." Ucapan Mikhail membuat Helio melirik.

"Kau," tunjuk Helio.

Mikhail mengangkat salah satu alis, "apa?"

"Apa kau sedang menyukai seseorang?"

"..."

"Tidak, aku ubah pertanyaanku, apa kau menyukai putri dari Duke Foster itu?"

.

.

.

To be continued.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status