Meisya terdiam. Ia tahu Fathi belum sepenuhnya percaya padanya, tapi satu celah sudah terbuka. Ia berdiri perlahan, merapikan tasnya.
“Aku hanya ingin memastikan kau tidak terjebak dalam permainan yang menyakitkan. Itu saja.” Ia melangkah pergi, tapi sebelum mencapai pintu, ia berkata tanpa menoleh, “Kau orang baik, Fathi. Jangan sampai hatimu hancur oleh wanita yang bahkan tak tahu siapa yang benar-benar mencintainya.”
"Dea sangat pintar memanfaatkan kelembutannya dan menghipnotis semua orang untuk berempati lalu jatuh cinta padanya tanpa sadar."
Setelah Meisya pergi, Fathi membuka tirai jendela di belakangnya lalu duduk di kursi mewah mahoni yang bisa berputar ke jendela. Kedua matanya menatap jendela besar yang menghadap taman belakang mansionnya.
"Tidak terjebak permainan?"
"Menghipnotis?"
Di kejauhan, tampak Dea sedang duduk di ayunan, mengenakan dress hangat, tangannya m
Meisya bergegas keluar, mempersiapkan rencananya.Siang itu, mansion keluarga Fathi tampak megah dan menenangkan, dikelilingi taman bunga yang tertata rapi. Beberapa penjaga berdiri di depan gerbang, dan ketika Yama tiba, mereka memberi hormat dengan kaku—mengakui siapa dia, meski tak tunduk sepenuhnya.Yama melangkah masuk, dadanya bergemuruh. Ia mengenakan jas hitam yang rapi, tapi bayangan Dea jauh lebih kacau di benaknya.Fathi menyambutnya di ruang tengah dengan senyum tipis dan sikap yang nyaris dingin. “Terima kasih telah menepati waktu.”“Aku selalu menepati janji,” jawab Yama datar. “Di mana dia?”Fathi melipat tangan di depan dada. “Sebelum itu, aku perlu menegaskan satu hal. Pertemuan ini bukan untuk merebut Dea dari tempat ini. Dia tetap dalam perlindungan kami sampai dia sendiri yang memutuskan untuk pergi.”Yama menatapnya tajam. “Kau bicara seolah aku akan menculiknya.”“Setelah semua yang terjadi, kau tidak bisa menyalahkan kehati-hatian kami,” ujar Fathi santai. “Lagi
Fathi mendekati Dea lalu memeluknya lembut, mengelus rambutnya lalu mencium keningnya dengan penuh kasih."Silvia, pergilah beristirahat. Mari kita bicara lagi nanti malam."Dea merasa sedikit kesal karena Fathi masih juga memanggilnya sebagai Silvia, tapi di amengangguk dengan patuh lalu melangkah kembali ke kamarnya.***Udara malam terasa lembut, berembus pelan dari jendela yang terbuka di balkon mansion Fathi. Cahaya lampu taman menyinari samar wajah Dea yang berdiri di balik tirai, memandangi bulan yang menggantung penuh di langit. Perutnya yang mulai membuncit sedikit bergerak, dan ia otomatis mengusapnya dengan sayang."Sudah lima bulan. Kamu ingin melihat Ayahmu, Sayang? Kita sudah berada di negaranya. Tapi Paman Fathi mengatakan lebih baik Mama mempersiapkan diri dulu satu minggu sebelum benar-benar bisa bertemu dengan Ayahmu."Fathi berdiri beberapa langkah di belakangnya, diam, memandangi sosok yang sej
Meisya terdiam. Ia tahu Fathi belum sepenuhnya percaya padanya, tapi satu celah sudah terbuka. Ia berdiri perlahan, merapikan tasnya.“Aku hanya ingin memastikan kau tidak terjebak dalam permainan yang menyakitkan. Itu saja.” Ia melangkah pergi, tapi sebelum mencapai pintu, ia berkata tanpa menoleh, “Kau orang baik, Fathi. Jangan sampai hatimu hancur oleh wanita yang bahkan tak tahu siapa yang benar-benar mencintainya.”"Dea sangat pintar memanfaatkan kelembutannya dan menghipnotis semua orang untuk berempati lalu jatuh cinta padanya tanpa sadar."Setelah Meisya pergi, Fathi membuka tirai jendela di belakangnya lalu duduk di kursi mewah mahoni yang bisa berputar ke jendela. Kedua matanya menatap jendela besar yang menghadap taman belakang mansionnya."Tidak terjebak permainan?""Menghipnotis?"Di kejauhan, tampak Dea sedang duduk di ayunan, mengenakan dress hangat, tangannya m
Sang nenek menghela napas berat. “Kalau begitu… jangan gegabah. Jika benar dia di bawah perlindungan keluarga Al-Fareez, maka satu langkah salah bisa menjadi perang antar pengaruh.”"Kamu mengerti hal ini, Yama?"“Aku tak akan menyerang,” ucap Yama. “Tapi aku juga tak akan tinggal diam.”Sang nenek diam beberapa saat, lalu akhirnya berkata, “Pastikan Dea tidak terprovokasi untuk bicara ke media. Kalau publik tahu dia kabur dari istana, apalagi dalam keadaan hamil… citra kerajaan bisa hancur. Dan itu akan jadi akhir bagimu juga.”Yama menatap lurus ke depan, pikirannya berkecamuk antara strategi dan rasa. "Bagaimana aku bisa memastikan semua itu, sementara aku sendiri tidak tahu bagaimana berkomunikasi dengannya, Nek."“Tapi... Aku tak peduli kalau aku harus kehilangan semuanya,” katanya akhirnya. “Selama aku tidak
“Aku akan menjaga janji itu, Dea,” bisiknya lembut. “Aku tidak akan biarkan siapa pun menyakitimu lagi… bahkan jika itu Yama sekalipun.”Dan di luar jendela, malam makin larut. Dunia menjadi sunyi. Tapi badai… baru saja dimulai.***Di kamar rawat VIP rumah sakit swasta paling mewah di kota, aroma bunga lili menguar dari vas kristal di meja sudut ruangan. Meisya berbaring di ranjang putih, tampak pucat tapi tetap berdandan rapi. Rambutnya yang biasanya tergerai kini dikepang manis, dan selimut tebal menutupi tubuh mungilnya. Ia tampak lemah, tapi matanya tak berhenti melirik ke arah pintu, menunggu kedatangan seseorang yang telah ia tunggu sejak pagi.Begitu pintu terbuka dan Yama masuk, Meisya langsung memasang ekspresi paling menyedihkan yang bisa ia tampilkan."Yama…" panggilnya lirih, serak-serak dibuat-buat.Y
Bob yang duduk di kursi depan menoleh, wajahnya masih terlihat tegang. “Tuan… Anda yakin?”Bob khawatir tindakan Yama yang mungkin akan berlebihan, memandang masih banyak kerjasama yang mereka jalani bersama keluarga Al-Fareez."Fathi Al-Fareez," ujar Yama pelan. "Putra satu-satunya dari konglomerat terbesar di negara ini. Pemilik jaringan pelabuhan, penguasa media, dan donatur utama sektor perbankan. Dan dia yang membawa kabur Dea."Yama mengepalkan kedua tangannya erat-erat dengan mata memerah. Mengapa semua pria yang berada di sisinya adalah penguasa?Wanita itu semakin ingin dia perjuangkan dan tidak ada yang tahu hal itu.Bob tak menjawab. Dia tahu, bahkan pengaruh Yama sebagai pewaris takhta Negara Matahari tak bisa sepenuhnya menyentuh keluarga itu tanpa risiko politik dan ekonomi yang besar."Tuan, keluarga Al-Fareez..."Yama melemparkan tatapan tajam kepada Bob lalu menyela denga