(Cerita untuk dewasa) Dea adalah wanita yang kuat walau dari kalangan berstatus rendah. Suatu malam yang naas bagi Dea setelah menyaksikan bagaimana kekasihnya berlutut di hadapan teman sekerjanya dengan menyodorkan sebuah cincin pertunangan. Dea patah hati lalu memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama sahabatnya yang sudah menyewa beberapa penghibur pria untuk mereka bersenang-senang. Namun, saat Dea tiba di bar, sahabatnya tidak muncul. Dea memesan beberapa wine dan hanya setengah botol anggur sudah berhasil membuat dirinya sempoyongan. Ia segera meninggalkan kafe tersebut sebelum benar-benar mabuk dan tidak mengenal jalan pulang, namun dia malah diculik oleh beberapa pria berwajah sangar dan hampir dilecehkan karena mereka terlanjur memberikan obat perangsang baginya. Mereka adalah bawahan yang diperintahkan oleh Kouruyama, seorang penguasa dan merupakan bangsawan di negara Matahari. Tuan Kourayama tidak tahu bahwa mereka salah tangkap orang karena dari foto yang diberikan di awal, gaun yang dipakai Dea dengan gadis yang ingin mereka culik secara kebetulan adalah sama karena mereka membelinya secara online. Kesalahpahaman ini menggiring Dea mengalami malam penuh gairah yang sulit dilupakan. Siapakah gadis yang sebenarnya ingin disiksa Tuan Kourayama, apa yang membuat Kouruyama sangat mendendam? Dan apa yang akan dialami Dea selanjutnya saat tahu dirinya hamil? Yok baca, akan penuh dengan misteri dan plot twist yang memancing emosimu naik turun. Jangan lupa tinggalkan komentar agar Penulis tahu reaksi Anda.
View More“Bagaimana kalau kita bersenang-senang sedikit sebelum Tuan Yama tiba?” Suara seorang pria membuat Dea berusaha sadar dari pengaruh wine yang diminumnya setengah jam yang lalu.
“Iya, Tuan hanya menginginkan nyawanya. Toh, dia akan dibuang ke jurang sesudah itu.” Seorang pria lain menyahut sambil tertawa.
"Tuan Y-yama? J-jurang?" Perkataannya membuat kedua mata Dea membulat seketika dan panik. Melihat beberapa pria yang sedang mengelilinginya saat ini. Dea menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali, berusaha sadar dari pengaruh alkohol yang sudah semakin kuat menjalar di tubuhnya. Sebuah kamar mewah! Dia sadar harus segera melarikan diri walau kepalanya terasa sangat berat. Dia setengah mabuk.
“Kalian siapa? Pergi!”
Dea masih tidak mengerti bagaimana dia bisa terbangun di ranjang dengan beberapa pria berwajah sangar menatapnya seolah-olah mereka sangat lapar.
Satu jam sebelumnya, dia menyaksikan bagaimana kekasihnya berlutut di hadapan salah seorang teman kerjanya. Sebuah cincin membuat kedua insan itu bertunangan secara resmi. Dia merasa dikhianati dan terpuruk.
Jean-Sahabatnya menelepon, berusaha menghibur hatinya dan mengatakan bahwa dia sudah mempersiapkan sebuah hiburan untuk menghibur Dea yang terluka. Sahabatnya malah mengatakan bahwa dia sudah menyiapkan beberapa pria penghibur yang ketampanannya ribuan kali dari mantan pacarnya.
Akan tetapi, saat sampai di Bar tempat mereka janji untuk bertemu, malah tidak terlihat bayangan sahabatnya—Jean.
Alhasil, Dea memesan sejumlah wine dan setengah botol minuman itu sudah berhasil membuat dirinya sempoyongan. Dea memilih pulang untuk mencegah terjadinya hal yang tidak dia inginkan. Namun, saat keluar dari cafe itu, dia malah diculik oleh beberapa pria asing dan tidak mampu melawan.
Dea berakhir di ranjang saat ini. Ada enam pria berwajah sangar sedang mengelilinginya. Salah satu mereka sudah memaksanya minum obat perangsang sehingga Dea sudah hampir kehilangan kesadarannya, ditambah efek minuman yang sudah dihabiskannya setengah botol tadi juga sudah mulai menguasai dirinya.
Tiba-tiba, salah seorang dari pria itu melangkah maju, berusaha meraih tangan Dea dan mulai mencoba menarik gaun yang dipakai Dea, membuat lamunan Dea buyar seketika.
"J-jangan!" pekik Dea berusaha meronta di antara cahaya minim yang membuatnya tidak bisa melihat dengan jelas.
Tanpa bisa dicegah, gaunnya sudah berhasil dikoyak oleh beberapa pria yang tertawa terus sepanjang aksinya.
"Sret! Sret!"
Bagian atas gaun yang dipakainya ikut terkoyak dan dalam hitungan detik sudah menyisakan dalaman yang membuat mata mereka yang lapar semakin lapar.
"Wow! Jalang kecil ini masih mulus." Ejekan menjijikkan keluar dari mulut mereka disertai siulan nakal beberapa pria.
"Lepaskan!" pekik Dea histeris dengan suara penuh keputusasaan.
"Plak!"
Sebuah tamparan mengenai pipi Dea dan membuat pelipisnya sobek, darah mengalir membasahi sudut matanya sehingga matanya basah bercampur air mata.
"J-jangan..." Suara Dea bergetar dan tanpa daya berada dalam kukungan beberapa pria yang siap mengerogoti tubuhnya dengan kejam. Tetapi sebelum para pria itu sempat melakukan aksi bejatnya lebih lanjut, sebuah suara berat memerintah dari belakang mereka.
“Kalian pergi. Dia pasti sudah mendapat pelajaran kali ini."
Dea bisa menebak, suara itu berasal dari Tuan yang mereka panggil Yama. Siluet sosok pria itu berjalan mendekat dengan langkah mantap. Sorot matanya tajam dan penuh otoritas. Dea segera menutupi dirinya dengan selimut kamar berwarna putih.
Dea tidak bisa melihat lebih jelas karena darah yang membasahi sebelah matanya membuatnya terasa perih. Dia hanya tahu, pria itu memiliki sosok rahang tegas dan berperawakan tinggi dengan suara bariton. Kepalanya berat dan pandangannya tidak jelas.
"T-tuan..."
Pria-pria itu segera mundur dengan patuh, meskipun salah satu dari mereka tampak enggan sambil memegang sudut celananya yang sudah terasa ketat. Beberapa dari mereka sudah sempat membuka kemeja dan hanya menyisakan celana pendek.
“Kalian dengar apa yang kukatakan? Pergi!” ulang Yama, kali ini dengan nada yang lebih tegas.
Akhirnya, mereka pergi, meninggalkan Dea sendirian dengan pria itu.
Dea yang masih terisak menggenggam pakaian koyaknya dengan erat. “Kalian sebenarnya siapa? Dan mengapa menangkapku?” tanyanya dengan suara bergetar. "Permainan kalian kasar. Aku tidak suka ini! Panggil Jean!"
"Siapa Jean? Kau menganggap ini permainan?" Yama merapat dan mengungkung Dea dengan cepat. Kedua tangan Dea ditekan ke atas kepalanya dan menempel di sandaran tempat tidur.
"Lepaskan, aku tidak akan membayar kalian!" geram Dea.
Pria itu menatapnya beberapa saat dan merasa bingung, sebelum akhirnya berkata, “Aku yang seharusnya bertanya, mengapa Ibumu mencelakakan Ibuku?"
"I-ibuku?"
Kondisi Dea membuat kedua mata Yama tertuju pada belahan depan gadis itu yang sudah tidak tertutup pakaian lagi.
“Siapa Ibumu?” Dea menatapnya bingung dengan mata nanar. Kepalanya tidak bisa mencerna dengan baik akibat efek mabuk yang mulai menguasainya sehingga dia juga tidak bisa membedakan apakah dia sedang bermimpi atau sedang dalam kondisi naas.
Kedua mata indah milik Dea berkedip-kedip terus dan berusaha melihat pria di depannya lebih jelas. Yama mengernyitkan keningnya lalu melepaskan tangan Dea.
“Errgh…” Suara Dea terdengar manja.
Pria yang dipanggil Yama itu menjepit dagu Dea dengan kedua jarinya sehingga wajah mereka bertemu. Saat itu, di antar cahaya remang lampu kamar, akhirnya Dea bisa melihat wajah Yama yang terlihat garang. Kumis tipis mengelilingi wajah tampan itu di antara cahaya samar-samar yang memantul di antara mereka.
"Ternyata kamu pria tampan," puji Dea tanpa sadar. Tenaganya untuk melawan sudah habis dan dia pasrah terhadap keadaan akibat obat perangsang yang didapatnya tadi.
Pria itu mengeryitkan alisnya sekali lagi dan melepaskan dagu Dea, tetapi masih tetap mengukung gadis itu di bawahnya.
Di luar dugaan, bukannya melarikan diri, Dea malah mengelus pipi Yama dengan lembut dan tidak menyadari bahaya yang dibawa pria itu.
"Kau mabuk?" Tanpa sadar, tatapan Yama menelusuri tubuh yang terkulai tak berdaya di bawah kukungannya. Seolah-olah sedang mengagumi kecantikan dari gadis yang sudah kehilangan tenaganya untuk meronta itu.
Kulit mulus Dea dengan beberapa tetesan keringat sebesar butiran jagung menghiasi tengkuk leher dan lekuk tubuhnya yang hanya tertutup kain dengan jumlah sangat minim, menimbulkan sebuah hasrat yang tidak mampu ditahan oleh pria normal seperti dirinya.
Bau alkohol menyeruak dari bibir tipis yang mungil miliknya, membuat dada Yama berdesir seakan-akan ingin ikut menikmati rasa manis yang mungkin disuguhkan.
"Pria Tampan, aku ingat sekarang. Jean memesanmu untuk melayaniku, bukan? Lakukanlah tugasmu sekarang!" bisik Dea dengan mata penuh manja.
Yama menelan salivanya sebelum berkata, "Baiklah, kalau kau masih tidak mau mengakuinya. Sepertinya aku harus mengambil sedikit keuntungan darimu sebagai bayaran atas apa yang sudah kalian perbuat!"
Sret!
Dalaman sebagai penutup bagian atas yang dipakai Dea koyak seketika dan dilempar ke belakang oleh pria itu secara asal. Membuat tubuh gadis itu polos seutuhnya.
Dengan satu koper berisi uang, Meisya menyuap mereka.“Berikan koordinat palsu pada sistem Yama. Alihkan dia ke jalur selatan. Kapalnya menuju timur laut, bukan selatan. Kita hanya butuh waktu dua hari. Aku akan temui Dea lebih dulu. Sisanya... akan aku urus sendiri.”Farrel dan Jace saling pandang, lalu menyeringai. “Ini cukup sulit karena Tuan Yama yang menyuruh kami... ""Koper kedua menyusul setelah saya menemukan Dea terlebih dahulu," sela Meisya."Anggap saja sudah beres, Nona Meisya.”Jace tersenyum dan segera mengambil alih koper dengan senang hati.Di sisi lain, Yama yang tak tahu dirinya sedang dibelokkan informasi palsu, memacu jet pribadinya menuju pulau di jalur selatan.“Hari ini atau tidak sama sekali,” gumamnya sambil menatap jendela pesawat. Angin di luar menderu, tapi di dalam dadanya lebih riuh. Penuh kecemasan. Penuh harap. "Dea, tunggulah aku…"Namun dia tak tahu bahwa Meisya sedang berlari lebih cepat dengan mobilnya. Menyiapkan langkahnya sendiri untuk menjadi o
“Namamu siapa?” Dea bertanya lirih, setelah berhasil meneguk air.“Fathi,” jawab pria itu, tersenyum. “Aku dari Libanon. Kau?”“Dea…” jawabnya pelan. Dea tidak ingin menyebutkan informasi tentang dirinya lebih lanjut.Fathi mengangguk kecil. “Aku tahu kamu bukan orang sini. Bahkan bukan dari jalur kami. Ceritamu berbeda. Tapi aku tidak akan bertanya, kecuali kamu ingin menceritakannya sendiri.”Dea menggeleng lemah. “Aku hanya ingin... hidup. Untuk anakku.”Fathi menatap perut Dea yang membuncit samar. “Kamu akan hidup. Dan anakmu akan lahir dengan selamat. Tapi mulai sekarang, kamu tidak boleh menyerah.”"Makan saja apa yang ada, tidak mungkin enak, tapi untuk sekedar bertahan, kamu mengerti?"Dea mengangguk perlahan."Jangan sia-siakan perjalananmu ini."Malam itu, saat langit mulai menurunkan gerimis di tengah samudera, Fathi duduk di sampingnya, membisikkan lagu dalam bahasa yang tidak dia mengerti. Namun entah mengapa, lagu-lagu itu terasa menenangkan.Untuk pertama kalinya dalam
Frans menunduk, dadanya terasa sesak. Untuk pertama kalinya, dia benar-benar kehilangan kendali atas semuanya. Dea hilang. Elsa ditarik paksa. Dan sang Ratu... kini memandangnya seolah dia bukan lagi bagian dari keluarga kerajaan.Ratu duduk kembali ke kursi mewahnya, tenang namun mematikan. “Siapkan armada pencarian. Dan jika Dea ditemukan lebih dulu daripada kehormatanku dipulihkan... maka yang akan kuhukum bukan hanya wanita jalang itu, tapi juga kamu, Frans.”Frans jatuh berlutut, akhirnya menyadari betapa fatal kesalahan yang telah ia buat."Tidak adil!"Tiba-tiba sebuah suara wanita muncul di tengah pintu.Elsa berdiri dengan kedua mata memerah, dia berhasil melarikan diri dari dua pengawal yang menariknya tadi.Ratu memicingkan kedua matanya, "siapa yang tidak adil?""Yang Mulia!" sahut Elsa. Namun, dua pengawal itu sudah berhasil menarik tanganny
Waktu seakan membeku. Elsa yang berbaring dengan wajah pucat, menundukkan kepala. Matanya bersinar, tapi bukan karena sedih—melainkan puas. Tapi dia menutupinya dengan gerakan menggenggam perut sambil meringis.“Aku... aku khawatir dengan Dea... tolong cari dia, Frans... dia mungkin terluka,” ucap Elsa dengan suara pilu yang dibuat-buat.Frans sudah tidak mendengarnya. Ia sudah keluar dari kamar, berteriak ke koridor, memanggil semua kepala pengawalnya.“Kerahkan semua tim pencari! Cek semua rumah sakit, hutan, jalur kereta, terminal! Blokir semua bandara! Jangan ada yang keluar dari negara ini tanpa izin dariku!”Namun, perintahnya sudah terlalu lambat. Dea sudah jauh dari sana.Beberapa pengawal langsung bergerak. Frans mencabut ponsel, menghubungi Ratu.“Ratu, Yang Mulia, ini darurat.”Frans melaporkan semuanya dengan sin
Bu Ranti menghela napas panjang sekali lalu bangkit berdiri, masuk ke kamarnya, dan tak lama kemudian kembali sambil membawa ponsel kecil dan sobekan kertas lusuh. Ia menekan nomor dengan jari gemetar, lalu berbicara dalam bahasa samar yang tidak dipahami Dea.Bahasa lokal yang mungkin dari salah satu suku tersembunyi di Inggris atau bahasa lokal negara lain, Dea tidak mengerti.“Dia setuju,” kata Bu Ranti setelah menutup telepon. “Orang itu akan menjemput kita jam dua malam, di gang dekat rel kereta lama. Kita harus menyamar. Aku akan ambilkan pakaian buruh pabrik—kau harus terlihat seperti pekerja harian yang tak menarik perhatian.”"Namun, aku hanya mengantarkan dirimu kepadanya, aku tidak mungkin ikut.""Baik, Bu. Sudah cukup, ini baik sekali."Dea mengangguk cepat. Ia tak peduli lagi dengan penampilan. Dia tidak peduli siapa yang akan ikut dengannya. Dia bahkan tidak peduli resiko yang
Dea mengangkat wajahnya. Matanya merah dan tubuhnya dipenuhi luka."Tolong aku..."“Aku... baru saja dirampok,” ucapnya lemah. “Mereka ambil semuanya... aku sedang hamil... suamiku sedang di luar negeri…”Wanita itu mendesah, antara bingung dan iba. “Ya Tuhan... ayo ikut saya ke kantor polisi, biar mereka bantu—”“Jangan,” Dea memotong cepat, suaranya pelan namun tegas. “Aku takut... aku cuma ingin istirahat... tolong... bawa aku ke rumah Ibu saja. Hanya untuk malam ini. Aku akan memanggil suamiku untuk menjemputku.”Wanita itu menatapnya ragu, namun ada keibuan yang menang atas logikanya. Ia menggandeng Dea dengan lembut.“Namaku Bu Ranti. Ayo, Nak... kita ke rumah. Rumah saya tidak jauh dari sini.”Dea hanya mengangguk. Matanya mulai kabur, langkahnya melemah. Saat i
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments