FAZER LOGIN"Dia sudah mati, tak ada gunanya menangisinya."
Gregor mendekat dan memaksa Rachel berdiri, tapi dia malah mendapat tamparan keras. Tak terima karena dipermalukan di depan anggota The Myth, Gregor lantas membalas tamparan itu hingga Rachel kembali terjatuh. "Perempuan sial. Kamu mau mati juga, ha?" ancam Gregor dengan menodongkan pistolnya. Akan tetapi August mencegah karena Rachel masih berguna. Karena menurutnya, mereka pun tidak mampu memecahkan manuscript tanpa bantuan kurator yang mereka tawan. Itulah alasan mengapa orang tua Rachel masih dibiarkan hidup dan memaksa mereka memecahkan bahasa serta kode kuno dengan jaminan nyawa putri mereka, Rachel. "Hentikan tindakan bodohmu itu. Bawa dia kemari," perintahnya sembari memantau situasi. Bukan tanpa alasan karena tempat ini merupakan cagar alam, banyak pegiat tracking melintasi jalur ini. Dia tidak mau jika nantinya ada saksi mata yang bukan tidak mungkin akan menyudutkan posisi organisasi di pemerintahan. "Bagaimana sekarang?" tanya Gregor setelah menggiring Rachel ke hadapan August. "Kita kembali ke markas," jawab August singkat. Dua Jeep hitam segera meninggalkan Cliff of Moher menuju kota Dublin. Mereka menuju markas The Myth, terletak di pinggiran kota yang jauh dari keramaian. Gregor bersama Rachel berada di kendaraan yang berbeda dengan August, karena nantinya masing-masing kendaraan punya tujuan berbeda juga. "Apa rencana anda dengan gadis itu, Bos?" tanya salah seorang anggota yang duduk di belakang kemudi. August yang mengenakan syal hitam panjang selutut itu tak langsung menjawab. Dia penasaran dengan kode, simbol dan bahasa dalam file kuno yang sedari tadi dilihatnya. File tersebut berupa buku setebal satu setengah centimeter, sampul kulit coklat dengan banyak noda air, warna kertas berubah seiring bertambahnya usia, satu dari lima benang penjilidan telah putus, dan baunya khas perpaduan antara kayu dengan debu. Terdapat banyak lipatan sebagai penanda bahwa halaman tersebut sepertinya sangat penting, sebagian hurufnya juga nampak pudar. "Kita biarkan saja dia hidup, jika tahu putri mereka telah terbunuh, mereka akan menolak memecahkan rahasia ini dan semuanya akan hilang bersama mereka." Masih menjadi tanda tanya besar, mengapa manuscript ini ada pada Adam. Dari mana dia mendapatkannya, bukankah lebih masuk akal jika kurator itu yang memiliki karena mereka lah yang punya akses lebih luas daripada mahasiswa semester 10 yang minggu depan diangkat menjadi asisten peneliti. "Lalu kemana kita akan membawa dua orang itu. Bukankah terlalu riskan jika mereka tahu lokasi markas." "Benar. Untuk itulah mereka akan diturunkan di pusat kota. Katakan pada Gregor bahwa tugasnya adalah membuntuti gadis itu, segera laporkan jika ada informasi terkini." "Baik, Bos," kata sopir tersebut. Kemudian sopir itu mengontak rekan yang berada satu kendaraan dengan Gregor dan Rachel lalu menyampaikan perintah August. Memasuki Dublin, kendaraan berpencar di persimpangan jalan. Mobil yang ditumpangi August berbelok ke kiri, sedangkan satunya lagi lurus menuju pusat kota. "Hei, ke mana kalian membawaku. Kenapa kita tidak searah?" tanya Rachel gusar setelah mengetahui mobil di depan berbelok dan mobil yang membawanya lurus. Dia ingin memastikan bahwa pemimpin mereka menepati janji untuk membebaskan orang tuanya. "Diamlah, Nona. Nanti kau tahu sendiri." Rachel menghafal lokasi di mana mobil di depan berbelok, itu bisa dijadikan petunjuk ke mana mereka bergerak. Dengan begitu dia bisa tahu apa ada sesuatu di jalan tersebut. Dia bisa mencari tahu melalui teman-temannya. Meski terlihat seperti kutu buku, tapi koneksinya cukup luas setidaknya di kota Dublin. "Lalu kita akan ke mana?" "Sudah kubilang kau diam saja. Duduk yang tenang dan jangan banyak bertanya. Dan kau..." tunjuknya pada Gregor, "buat temanmu itu diam, kepalaku sakit dengan ocehannya." Gregor mengangguk dan meminta Rachel agar diam supaya nyawanya tidak terancam. Namun Rachel malah mencibirnya karena dia seperti anjing pesuruh yang tunduk pada tuannya. "Bicara seperti itu lagi dan akan kurobek mulutmu," ancamnya. Rachel menanggapinya dengan sinis. Dia membuang muka ke arah jendela dan melihat pantulan wajahnya sendiri. Wajah seorang pengkhianat dan dia jijik dengan kelakuannya. Bisa-bisanya menjebak Adam hingga membuatnya kehilangan nyawa. Memasuki tengah kota, mobil itu berhenti di depan halaman sebuah museum. Museum tersebut adalah tempat di mana orang tua Rachel bekerja, tapi sekarang mereka telah disekap di markas The Myth. "Ingat, Nona. Jangan lapor polisi dan jangan bertindak macam-macam atau kau tahu sendiri akibatnya. Sekarang kamu turun, bersikaplah seperti tidak terjadi apa-apa." Rachel tidak menjawab, dia langsung turun lalu membanting pintu dengan keras. Gadis dengan rambut merah bergelombang khas Skotlandia itu lalu meninggalkan tempat tersebut dan berjalan ke rumah yang jaraknya dua blok dari museum. "Gadis sialan," gerutu pria yang tadi berbicara dengan Rachel. "Kamu tetap awasi gadis itu. Biarkan ponselmu dalam posisi standby untuk berjaga-jaga jika ada perintah dari August. Mengerti?' "Baiklah," sahut Gregor. Tak lama dia juga turun tanpa sepatah kata pun lalu menyeberangi jalan dan menghilang di antara mobil.Kedatangan August yang muncul tiba-tiba seperti hantu, membuat raksasa penjaga kembali bangkit. Rupanya roh tersebut merasakan kekuatan gelap dan besar hadir, kekuatan yang bisa saja mengundang bencana di kemudian hari.Sihir Geovani hanya membuat raksasa itu jatuh untuk sementara. Sekarang roh itu kembali berdiri dengan mata merah menyala. Hanya bagian dada yang terlihat di permukaan air, sedangkan sisanya berada di dalam."Dia bangkit lagi." Geovani menatap makhluk itu dengan kecewa, lantaran sihirnya ternyata tidak berpengaruh.Krul lantas mengeluarkan bayangan rantai. Kedua tangannya dijulurkan ke depan, lalu sekitar sembilan buah rantai hitam meluncur deras mengikat kaki, tangan, dan leher raksasa itu hingga tidak bisa bergerak.Tak berhenti sampai di situ, rantai itu melilit kencang. Rantai sihir yang dilengkapi duri itu menancap kuat hingga tubuh raksasa itu terkoyak dan mengeluarkan cahaya merah.Dengan tetap menapakkan kedua tangan di permukaan tanah, Krul tersenyum miring. "
“Triskele ini bukan hanya kunci. Ia juga penentu siapa yang layak mengakses altar Cumhail. Jika kita bisa mengaktifkan sisi pelindungnya, mungkin kita bisa mengunci kembali segel itu bahkan sebelum August sampai di sana.”Sam bersandar ke kursinya. “Dan untuk itu, kita butuh waktu. Sementara mereka menggali Calais, kita harus mendahului mereka dengan memahami cara kerja artefak itu sepenuhnya.”Rachel berdiri, menatap peta besar di dinding yang menandai lokasi-lokasi Celtic kuno. “Kalau lokasi altar Cumhail benar-benar ditemukan di Calais, itu berarti jalur energi ley line dari Irlandia melewati titik itu. Artinya, semua energi spiritual akan berpusat di sana saat ritual dilakukan.”Adam berjalan ke sisinya, mengangguk. “Dan jika Triskele ditempatkan di titik pusat ley line, mungkin bisa memutus arus itu.”Sam menatap mereka berdua. “Lalu siapa yang akan pergi ke Calais?”Keheningan memenuhi ruangan sejenak.Akhirnya, Adam menjawab tanpa ragu, “Aku dan Rachel. Kau tetap di Dublin, Pam
Rachel menatap Adam. “Artinya… August tidak akan bisa membangkitkan segel itu meski ketiga syarat sudah dipenuhi?”Adam diam beberapa saat sebelum menjawab, “Tidak semudah itu. Triskele hanya mencegah kekuatan segel bangkit dengan sempurna. Tapi jika seseorang menemukan cara untuk memutar spiralnya ke arah sebaliknya… keseimbangan itu bisa hancur.”Rachel terdiam. Dalam hatinya muncul rasa takut yang tak bisa dijelaskan. “Dan kau yakin August akan mencoba?”Adam mengangguk mantap. “Dia tidak akan berhenti sampai segel itu terbuka. Karena di balik segel Cumhail bukan hanya kekuatan sihir kuno—tapi sesuatu yang jauh lebih besar. Sebuah entitas yang bahkan Oishin sendiri takutkan. Tapi aku tidak tahu siapa entitas tersebut yang sanggup mencegah segel Cumhail terbebas."Suara jam berdetak pelan. Di luar, hujan turun semakin deras.Rachel menatap Triskele dengan wajah tegang. “Kalau begitu… apa yang harus kita lakukan sekarang?”Sebelum Adam menjawab, pintu kamar mereka diketuk tiga kali.
Kabut tipis menyelimuti jalanan Calais di pagi hari. Angin laut yang asin bertiup dari arah pelabuhan, membawa aroma besi karat dan air laut yang menguap. Di kejauhan, deru ombak menghantam dinding beton dermaga tua yang sudah berlumut. Di antara suara camar dan kapal kargo yang merapat, sebuah mobil hitam berhenti di depan reruntuhan gereja tua, tak jauh dari tebing batu cadas abu-abu yang menjulang menghadap Selat Inggris.Dari dalam mobil itu keluar tiga orang: Geovani, Elber, dan Krul, tiga petinggi The Myth yang dipercaya langsung oleh August. Wajah mereka menyimpan keheningan yang berat, seolah menyadari bahwa langkah mereka kali ini bukan sekadar misi biasa.Geovani menatap reruntuhan di depan mereka, berupa tebing batuan cadas abu-abu menjulang tinggi.“Di sinilah,” katanya lirih. “Tempat sumpah gencatan senjata pernah diucapkan.”Elber membuka catatan tua di tangannya. Di antara lembaran kertas rapuh itu, tertera aksara kuno dengan tinta yang hampir pudar. “Menurut catatan da
Asap tipis masih mengepul dari kap mobil sedan hitam yang ringsek di tepi jalan Prague. Sopirnya meringis, mencoba keluar dengan tubuh penuh luka. Namun Krul tetap duduk tenang di kursi belakang. Tatapannya tajam menembus gelap, menatap jauh ke arah jalan yang telah ditinggalkan Adam.Tangan Krul meremas kursi kulit hingga robek. Ia tahu ini bukan kecelakaan biasa. Ada trik yang dimainkan. Namun tanpa bukti, ia tidak bisa langsung memastikan.Krul menarik napas panjang, lalu mengambil ponsel hitam berukiran lambang The Myth. Jemarinya menekan nomor cepat.Sambungan tersambung hanya dalam dua dering. Suara berat, penuh wibawa, terdengar dari seberang.“Krul.”Krul menundukkan kepala, seolah August bisa melihatnya melalui ponsel.“Bos… aku gagal membawa artefak dari Prague. Lelang itu dimenangkan oleh seorang investor muda dari Paris. Namanya Adrien Gilbert Lloris.”Suara di seberang hening sejenak. Lalu August berkata datar, “Artefak itu tidak sepenting yang kau kira. Jangan risau.”Kr
Sopir menoleh sebentar, lalu mengangguk. “Baik, Tuan.”Mobil melaju lebih kencang. Roda melibas genangan air, menyipratkan air kotor ke trotoar kosong. Kota Prague setelah hujan seperti labirin basah, dengan jalan sempit yang mudah menjerat siapa saja yang tidak tahu jalur.Di belakang, sedan hitam itu tetap mengikuti, menjaga jarak."Adam menghela napas. Aku tidak bisa melawan dia di sini. Jika aku menggunakan sihirku secara terang-terangan, Krul pasti akan mengenalinya," kata Adam seorang diri.Tiba-tiba, sebuah kilasan ide muncul di benaknya. Orion—entitas yang bisa ia bentuk sesuai kebutuhan. Dia tidak perlu menyerang langsung. Hanya butuh trik kecil, samar, tapi efektif.Adam menutup matanya sejenak, menyatukan pikirannya dengan Orion. Suara deras tetesan air dari atap gedung dan sisa rintik hujan menambah fokusnya. Orion muncul dalam imajinasinya, berwujud cahaya putih kebiruan yang berdenyut.Itu pilihannya. Jalanan Prague yang basah bisa menjadi senjata alami tanpa meninggalka







