Home / Fantasi / Lahirnya Pengendali Orion / Bab 3. Kembali ke markas

Share

Bab 3. Kembali ke markas

Author: Ady Farista
last update Huling Na-update: 2025-08-28 21:13:10

"Dia sudah mati, tak ada gunanya menangisinya."

Gregor mendekat dan memaksa Rachel berdiri, tapi dia malah mendapat tamparan keras. Tak terima karena dipermalukan di depan anggota The Myth, Gregor lantas membalas tamparan itu hingga Rachel kembali terjatuh.

"Perempuan sial. Kamu mau mati juga, ha?" ancam Gregor dengan menodongkan pistolnya.

Akan tetapi August mencegah karena Rachel masih berguna. Karena menurutnya, mereka pun tidak mampu memecahkan manuscript tanpa bantuan kurator yang mereka tawan. Itulah alasan mengapa orang tua Rachel masih dibiarkan hidup dan memaksa mereka memecahkan bahasa serta kode kuno dengan jaminan nyawa putri mereka, Rachel.

"Hentikan tindakan bodohmu itu. Bawa dia kemari," perintahnya sembari memantau situasi. Bukan tanpa alasan karena tempat ini merupakan cagar alam, banyak pegiat tracking melintasi jalur ini. Dia tidak mau jika nantinya ada saksi mata yang bukan tidak mungkin akan menyudutkan posisi organisasi di pemerintahan.

"Bagaimana sekarang?" tanya Gregor setelah menggiring Rachel ke hadapan August.

"Kita kembali ke markas," jawab August singkat.

Dua Jeep hitam segera meninggalkan Cliff of Moher menuju kota Dublin. Mereka menuju markas The Myth, terletak di pinggiran kota yang jauh dari keramaian. Gregor bersama Rachel berada di kendaraan yang berbeda dengan August, karena nantinya masing-masing kendaraan punya tujuan berbeda juga.

"Apa rencana anda dengan gadis itu, Bos?" tanya salah seorang anggota yang duduk di belakang kemudi.

August yang mengenakan syal hitam panjang selutut itu tak langsung menjawab. Dia penasaran dengan kode, simbol dan bahasa dalam file kuno yang sedari tadi dilihatnya.

File tersebut berupa buku setebal satu setengah centimeter, sampul kulit coklat dengan banyak noda air, warna kertas berubah seiring bertambahnya usia, satu dari lima benang penjilidan telah putus, dan baunya khas perpaduan antara kayu dengan debu. Terdapat banyak lipatan sebagai penanda bahwa halaman tersebut sepertinya sangat penting, sebagian hurufnya juga nampak pudar.

"Kita biarkan saja dia hidup, jika tahu putri mereka telah terbunuh, mereka akan menolak memecahkan rahasia ini dan semuanya akan hilang bersama mereka."

Masih menjadi tanda tanya besar, mengapa manuscript ini ada pada Adam. Dari mana dia mendapatkannya, bukankah lebih masuk akal jika kurator itu yang memiliki karena mereka lah yang punya akses lebih luas daripada mahasiswa semester 10 yang minggu depan diangkat menjadi asisten peneliti.

"Lalu kemana kita akan membawa dua orang itu. Bukankah terlalu riskan jika mereka tahu lokasi markas."

"Benar. Untuk itulah mereka akan diturunkan di pusat kota. Katakan pada Gregor bahwa tugasnya adalah membuntuti gadis itu, segera laporkan jika ada informasi terkini."

"Baik, Bos," kata sopir tersebut. Kemudian sopir itu mengontak rekan yang berada satu kendaraan dengan Gregor dan Rachel lalu menyampaikan perintah August.

Memasuki Dublin, kendaraan berpencar di persimpangan jalan. Mobil yang ditumpangi August berbelok ke kiri, sedangkan satunya lagi lurus menuju pusat kota.

"Hei, ke mana kalian membawaku. Kenapa kita tidak searah?" tanya Rachel gusar setelah mengetahui mobil di depan berbelok dan mobil yang membawanya lurus. Dia ingin memastikan bahwa pemimpin mereka menepati janji untuk membebaskan orang tuanya.

"Diamlah, Nona. Nanti kau tahu sendiri."

Rachel menghafal lokasi di mana mobil di depan berbelok, itu bisa dijadikan petunjuk ke mana mereka bergerak. Dengan begitu dia bisa tahu apa ada sesuatu di jalan tersebut. Dia bisa mencari tahu melalui teman-temannya. Meski terlihat seperti kutu buku, tapi koneksinya cukup luas setidaknya di kota Dublin.

"Lalu kita akan ke mana?"

"Sudah kubilang kau diam saja. Duduk yang tenang dan jangan banyak bertanya. Dan kau..." tunjuknya pada Gregor, "buat temanmu itu diam, kepalaku sakit dengan ocehannya."

Gregor mengangguk dan meminta Rachel agar diam supaya nyawanya tidak terancam. Namun Rachel malah mencibirnya karena dia seperti anjing pesuruh yang tunduk pada tuannya.

"Bicara seperti itu lagi dan akan kurobek mulutmu," ancamnya.

Rachel menanggapinya dengan sinis. Dia membuang muka ke arah jendela dan melihat pantulan wajahnya sendiri. Wajah seorang pengkhianat dan dia jijik dengan kelakuannya. Bisa-bisanya menjebak Adam hingga membuatnya kehilangan nyawa.

Memasuki tengah kota, mobil itu berhenti di depan halaman sebuah museum. Museum tersebut adalah tempat di mana orang tua Rachel bekerja, tapi sekarang mereka telah disekap di markas The Myth.

"Ingat, Nona. Jangan lapor polisi dan jangan bertindak macam-macam atau kau tahu sendiri akibatnya. Sekarang kamu turun, bersikaplah seperti tidak terjadi apa-apa."

Rachel tidak menjawab, dia langsung turun lalu membanting pintu dengan keras. Gadis dengan rambut merah bergelombang khas Skotlandia itu lalu meninggalkan tempat tersebut dan berjalan ke rumah yang jaraknya dua blok dari museum.

"Gadis sialan," gerutu pria yang tadi berbicara dengan Rachel.

"Kamu tetap awasi gadis itu. Biarkan ponselmu dalam posisi standby untuk berjaga-jaga jika ada perintah dari August. Mengerti?'

"Baiklah," sahut Gregor.

Tak lama dia juga turun tanpa sepatah kata pun lalu menyeberangi jalan dan menghilang di antara mobil.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 46. Keluar sarang

    Dua setengah tahun Adam menahan diri di dalam hutan Arkhivum. Hutan itu bukan sekadar tempat pelatihan, melainkan juga penjara yang mengurungnya dari dunia luar. Ia belajar mengendalikan Orion—daya kuno yang bersemayam dalam dirinya—tanpa campur tangan sihir. Nuada pernah berpesan: *“Hanya dengan menguasai dirimu di tempat di mana sihir tidak berlaku, kau akan benar-benar memahami arti kekuatan.”*Hari-hari Adam dipenuhi keringat, luka, dan kesunyian. Ia melawan kelelahannya sendiri, mengasah ketajaman indra, membiasakan tubuhnya dengan ritme alam. Tidak ada lawan selain dirinya sendiri. Tidak ada suara selain bisikan dedaunan dan tarikan napas yang berat. Namun dari situ, Adam lahir kembali.Ketika akhirnya ia keluar dari hutan, tubuhnya berbeda—lebih berisi, gerakannya lebih terkendali. Mata yang dulu penuh keraguan kini memancarkan tekad dingin. Dunia di luar menantinya, dan di sanalah hutang lama belum terbayar.Salah satu yang pertama ada di benaknya: Rachel.Adam menelusuri kota

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 45. Kemunculan murid Nuada

    Di tempat lain, di dasar jurang tempat Adam dulu terjatuh, Nuada duduk bersila dengan mata terpejam. Posisinya menghadap ke arah pintu masuk gua seperti tengah menunggu kedatangan seseorang.Suasana di luar goa diguyur hujan badai, kilat menyambar, ombak berdebur keras menghantam karang menjadi pertanda akan hadirnya seseorang dengan kekuatan jahat.Di saat petir melintas, mulut gua yang tadinya gelap dalam sekejap menjadi terang. Menampilkan bayangan hitam seseorang berdiri di ambang pintu dengan pongah, tatapan matanya tajam menusuk seseorang hingga membuat nyalinya menciut."Kau sudah datang rupanya, wahai muridku," sapa Nuada kepada sosok pria yang baru saja datang entah dari mana. Kedatangannya seolah beriringan dengan petir. Cepat, dan muncul dalam sekejap.Dia bukanlah Adam, melainkan seseorang yang pernah dilatih Nuada. Sosok pria yang diceritakan kepada Adam, tentang seorang penjaga yang lalai hingga menyebabkan David Lloris tewas.Pria misterius yang mengenakan jubah dengan

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 44. Ciarán

    Sementara itu saat Adam melakukan perjalanan menuju Hutan Arkhivum tidak mudah. Jalannya berliku, melewati tebing dan lembah yang dipenuhi kabut. Namun semakin dekat ia berjalan, semakin terasa suasana asing di sekelilingnya. Pepohonan seperti memiliki mata yang mengawasinya setiap saat, ranting-ranting seperti tangan yang sigap menyergap kapan mereka mau.Udara di sana berat, seolah-olah setiap langkah menurunkan daya magis yang melekat pada tubuh. Cahaya Orion yang biasanya berkilau di balik kulitnya, kini terasa meredup. Adam merasakan kejanggalan: setiap kali ia mencoba mengeluarkan energi, kekuatannya lenyap begitu saja, seakan diserap oleh tanah.“Aneh… jadi begini maksudnya,” pikir Adam. “Tidak ada sihir yang bekerja di sini. Tapi… mengapa aku merasa ada sesuatu yang lain?”Sesampainya di tengah hutan, Adam duduk bersila di sebuah batu besar. Ia memejamkan mata, mencoba masuk ke dalam meditasi. Lalu sesuatu terjadi. Kabut tipis muncul, bukan dari luar, melainkan dari dalam dir

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 43. Tiga tahun lagi

    Adam duduk termenung di tepi sungai kecil yang alirannya tenang, namun dalam hatinya tidak ada ketenangan sedikit pun. Bayangan wajah August menghantui pikirannya. Tatapan dingin pria itu, gerakan tangannya yang cepat, serta kekuatan yang seakan melampaui batas manusia biasa, semuanya berulang kali muncul dalam benaknya seperti lukisan kelam yang tidak bisa dihapus.Kekalahan itu bukan sekadar luka fisik, melainkan pukulan pada harga dirinya. Adam yang selama ini berlatih keras di bawah bimbingan Nuada merasa runtuh karena kenyataan pahit: ketika benar-benar menghadapi pertempuran nyata, ia tak mampu berbuat banyak.“Aku gagal…,” gumamnya lirih.Nuada, yang memperhatikan muridnya dari kejauhan, menghela napas panjang. Ia tahu Adam tidak kekurangan semangat, namun pengalaman bertarungnya masih mentah. Pertemuan dengan August—yang seharusnya baru terjadi ketika Adam matang—datang terlalu cepat.“Adam,” panggil Nuada sambil berjalan mendekat. “Menyesal itu manusiawi. Tetapi jangan biarka

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 42. Kalung bulan sabit jatuh ke tangan August

    August tertawa, suara dingin yang menggema. “Kau masih sama saja. Terjebak pada murid, pada harapan yang sia-sia. Apa kau pikir dia mampu menahan badai yang akan datang? Kau salah, Nuada. Sangat salah.”Pertarungan berlangsung sengit. Adam berusaha menyerang August, tapi setiap tebasannya hanya mengenai bayangan. Sekali dorongan dari August, tubuh Adam terpental menghantam pohon besar. Nafasnya hampir putus, tulang rusuknya nyeri. Ia tahu dirinya tidak sebanding.Nuada pun terdesak. Walau sihir tingkat tinggi dikuasainya, kekuatan August terlalu mengerikan. Seakan waktu sendiri tunduk pada lelaki itu. Tongkat Nuada patah sebagian, darah mengalir di sudut bibirnya. Namun ia tidak menyerah. Ia menyalurkan seluruh kekuatan ke tanah, menciptakan gempa kecil yang membuka celah untuk melarikan diri.“Adam! Sekarang!” teriak Nuada sambil menarik muridnya bangkit.Mereka berlari, tubuh limbung dan penuh luka. Hutan terasa tak berujung, tapi Nuada tahu jalur rahasia yang hanya ia pahami. Di be

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 41. Pertarungan dimulai

    Malam itu bulan hanya terlihat separuh, cahayanya redup dan terhalang kabut tipis. Adam kehabisan napas setelah berlari sekuat tenaga, sementara di belakangnya Nuada mengayunkan tongkat kayu yang sesekali memancarkan cahaya biru sebagai perisai untuk berjaga-jaga. Mereka sudah menempuh perjalanan panjang, dan malam ini bukanlah pengecualian. Nafas Adam memburu, tubuhnya masih terasa gemetar setelah sihir Nuada membuka jalan keluar dari hutan berliku yang dipenuhi jebakan gaib.Namun semua itu buyar saat suara berat dan penuh wibawa terdengar dari balik kegelapan.“Jadi akhirnya aku bertemu kalian.”Adam mematung, jantungnya berdentum keras. Nuada menoleh, matanya melebar seakan melihat hantu dari masa lalu. Dari balik kabut, muncul seorang pria berpakaian hitam dengan mantel panjang menjuntai hingga tanah. Rambutnya hitam pekat, wajahnya tegas, dan sorot matanya menusuk. Di belakangnya, tiga orang lain berjalan dengan tenang, membawa aura mencekam: Geovani, Elber, dan Krul, para petin

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status