Beranda / Fantasi / Lahirnya Pengendali Orion / Bab 4. Mencari bantuan

Share

Bab 4. Mencari bantuan

Penulis: Ady Farista
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-28 21:38:18

Dublin, meski tidak sepenuhnya dijuluki kota yang tidak tidur, tapi masih terdapat kehidupan malam. Beberapa sudut-sudut kota masih ada tempat yang masih buka, tentunya tidak seperti kehidupan malam kota besar di dunia.

Meski terlihat satu dua kendaraan melintas, tapi lebih banyak jalanan sepi daripada aktivitasnya. Itu menyulitkan Rachel untuk menyelinap dan kabur dari intaian Gregor. Dia mengetahuinya dari pantulan kaca kantor yang dilaluinya sesaat setelah turun dari mobil.

"Rupanya kau ditugaskan untuk memata-mataiku. Apa lagi sekarang yang mereka inginkan, mengapa aku tidak bisa dibiarkan hidup tenang," keluh Rachel.

Rachel terus berjalan bersikap seolah-olah tidak mengetahui bahwa dirinya dibuntuti. Agar tidak menimbulkan kecurigaan, dia berjalan dengan tenang. Tidak ada gunanya juga untuk kabur, karena dia yakin organisasi itu tidak diisi oleh sekumpulan orang-orang bodoh. Tentu mereka punya banyak jaringan yang tersebar di mana-mana yang bisa dengan mudah menemukannya di mana saja.

Sesampainya di rumah, Rachel mengunci pintu masuk. Untuk saat ini dia mencoba menangkan fikiran, tentu tidak mudah setelah apa yang terjadi pada Adam petang tadi, ditambah orang tuanya yang saat ini dalam tawanan.

"Apa yang harus kulakukan?" gumamnya sambil bersandar di daun pintu.

Sejenak dia memutar kembali ingatannya saat kendaraan yang ditumpanginya berpencar. Mobil satunya menuju ke Jalan Rosewood, nama jalan pertama ketika memasuki Dublin. Namun dia menelan kekecewaan karena tidak punya kenalan di sana.

"Ah, sial. Aku tidak punya kenalan di sana."

Kemudian dia membuka laptop dan melalui mesin pencari, disusurinya sepanjang jalan dan persimpangan yang sekiranya terdapat kemungkinan. Namun, tak satupun mendapatkan hasil, karena hanya menampilkan bangunan publik yang tidak nampak mencurigakan.

Nyaris putus asa, di gulir terakhir dia menemukan wajah yang nampak tidak asing di halaman gedung pemerintahan. Dia adalah pengemudi mobil yang ditumpanginya dalam perjalanan ke Dublin.

"Ketemu, Kau. Apa yang dia lakukan di sana?"

Meskipun cuma foto, tapi bisa saja menyampaikan informasi yang diperlukan. Pria itu berada di halaman gedung yang mengelola tata kota lama, sedangkan saat ini departemen tersebut pindah di pusat kota bersebelahan dengan departemen keuangan. Praktis, bangunan itu kosong tanpa aktifitas. Namun, kenyataannya di sana masih terdapat kegiatan.

"Sampai jumpa besok pagi. Akan kucari tahu ada apa di sana."

Di luar, Gregor berdiri bersandar pada sebuah pohon. Matanya awas memantau dari luar. Meskipun saat ini rintik hujan mulai turun, dia tetap berada di sana hanya berbekal jaket tebal dengan penutup kepala.

"Cih, sampai kapan saya harus berdiri di sini. Bisa-bisa saya mati berdiri kedinginan. Lagipula kemana lagi Rachel mau kabur, setahu saya dia tidak punya sanak saudara di Dublin."

Dengan berbagai asumsi tak mendasar, lantas dia meninggalkan tempat tersebut dan berjalan pulang yang jaraknya hanya sepuluh menit perjalanan.

Keesokan harinya, Rachel sengaja tidak masuk kuliah. Pagi-pagi sekali dia pergi menemui salah seorang teman yang sebelumnya sudah membuat janji. Mereka akan berkeliling di Dublin terutama bagian selatan, tempat di mana Jalan Rosewood berada.

"Mau apa kamu ke sana?" tanya teman Rachel yang bernama Judy. Saat ini mereka ada di depan apartemen, berdiri di samping mobil terparkir di depan pos penjaga.

"Nanti kujelaskan di jalan."

Dengan mengendarai mobil sedan hitam, mereka meluncur ke Rosewood. Gregor tidak mengetahui Rachel pergi ke sana, dia hanya tahu bahwa Rachel tidak masuk hari itu. Dia tidak mau ambil pusing karena beranggapan bahwa Rachel masih shock dengan kejadian yang merenggut nyawa Adam.

"Sepengetahuanku, di sana tidak ada situs budaya. Lagipula saat ini tidak ada penelitian atau kegiatan yang mengharuskan terjun ke lapangan," kata Judy sambil terus memperhatikan lalu lintas.

"Benar, tapi bukan itu tujuanku ke sana."

"Lantas?"

"Aku ingin mencari tahu ada apa di Rosewood."

Judy yang tidak mengerti maksud pembicaraan Rachel mengernyitkan dahi, lalu melihat sekilas dan kembali fokus ke jalan raya.

"Aku ingin tahu apakah gedung tata kelola perkotaan beralih fungsi atau tidak."

Judy semakin heran karena Rachel dengan tempat itu dirasa tidak ada hubungannya. Tidak biasanya Rachel penasaran dengan hal di luar minat. Yang dia tahu, gadis ini tertarik dengan arkeolog dan sains, bukan tata kelola perkotaan.

"Memangnya ada apa, apa yang membuatmu sangat tertarik dengan departemen itu?"

"Aku curiga jika markas The Myth ada di sana," jawab Rachel.

"Untuk apa kau berurusan dengan mereka, bahaya," protesnya saat mendengar nama The Myth.

"Aku tahu, tapi aku terpaksa melakukannya karena orang tuaku disandera. Dan aku yakin jika orang tuaku ada di sana."

"Astaga."

Judy mengurangi kecepatan lalu menepikan kendaraan. Bagaimana bisa orang tua Rachel disekap oleh mereka. Namun, jika diingat-ingat, museum pernah didatangi oleh sekelompok pria. Beberapa artefak bangsa Celtic serta harta nasional hilang dan sempat masuk berita nasional. Jadi apakah peristiwa beberapa waktu silam ada kaitannya dengan orang tua Rachel.

"Benarkah itu, Rachel? Lalu mengapa kau tidak lapor polisi?"

"Sudah pernah, tapi reaksi mereka seperti lepas tangan begitu mendengar organisasi itu. Maaf jika sudah melibatkanmu, jika kau keberatan aku tidak memaksa."

Judy terdiam sejenak. Apa yang bisa dilakukan dua gadis kuliahan untuk menghadapi organisasi itu. Memang mereka baru setahun di Irlandia, tapi reputasi di Eropa timur sangat mengerikan.

"Apa yang ingin aku lakukan untukmu?" tanya Judy.

"Hanya mencari tahu apakah benar markas mereka ada di sana, tidak lebih," jawab Rachel pasrah. Dia tidak berekspektasi terlalu tinggi, tapi seandainya Judy menyanggupi, dia akan sangat berterimakasih.

"Baiklah, tapi kita hanya memantau dari luar saja. Kalau masih belum dapat informasi, ya, apa boleh buat. Maaf, aku tidak bisa melangkah lebih jauh lagi."

Senyum Rachel mengembang, dia lalu memeluk erat tubuh Judy seraya mengucap terima kasih.

"Baiklah, ayo kita lakukan."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 48. Acara lelang, Adam vs Krul.

    Akan tetapi semua berita itu dipatahkan dengan kemunculan Adam di depan Sam. Tidak bisa dipungkiri jika Sam merasa tidak senang jika Adam masih hidup. Di hadapan Adam, dia menunjukkan bahwa hubungannya dengan David baik-baik saja. Adam tidak tahu bahwa di belakang, kakak beradik itu berseteru.Setelah kematian David, perusahaan berbalik kepemilikan menjadi atas nama Sam Lawrence. Karena saat itu tidak ditemukan ahli waris selain Sam Lawrence sendiri. Maka, kemunculan Adam membuatnya takut jika hartanya digugat.Adam memandang pamannya. Ada sesuatu yang ia sembunyikan, namun Adam memilih tidak mendesak. “Aku mengerti, Paman. Terima kasih… sudah sempat bertemu denganku. Itu saja sudah cukup berarti.”Sam menepuk bahu keponakannya. “Ingat, Adam. Jangan biarkan kebencian membutakanmu. Kau punya darah besar, gunakanlah dengan bijak.”Mereka berpisah malam itu. Sam berjalan ke arah barat, sementara Adam menuju timur. Sejenak, dia menatap punggung Adam yang melangkah menuju gate dengan tulis

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 47. Pertemuan tak terduga dengan Sam Lawrence

    Adam melangkah mantap. Berbekal kemampuan yang kini mengalir dalam dirinya, dia tidak lagi merasa gentar menghadapi dunia. Ia telah menempuh perjalanan panjang: menguasai perubahan sifat dasar dan bentuk Orion, memiliki kemampuan mendeteksi niat jahat yang diwariskan Pangeran Oishin, dan memahami elemen udara dari Ciarán. Semua itu membentuknya menjadi pribadi baru—lebih kuat, lebih matang, namun tidak sombong.Meski begitu, Adam tetap menyimpan kewaspadaan. August, pemimpin The Myth, masih menyisakan misteri. Informasi yang berhasil ia kumpulkan menyebutkan bahwa August adalah pengguna sihir berbentuk asap hitam. Namun, selain itu, belum ada yang benar-benar tahu batas kekuatannya. Adam sadar, jika ia ingin menang, maka ia harus menimbang dengan hati-hati setiap langkah.Hari itu, Adam melakukan perjalanan menuju Zurich, Swiss. Rachel telah memetakannya: Krul, salah satu petinggi The Myth, tengah menuju Prague untuk menghadiri pelelangan artefak kuno yang masih berhubungan dengan ban

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 46. Keluar sarang

    Dua setengah tahun Adam menahan diri di dalam hutan Arkhivum. Hutan itu bukan sekadar tempat pelatihan, melainkan juga penjara yang mengurungnya dari dunia luar. Ia belajar mengendalikan Orion—daya kuno yang bersemayam dalam dirinya—tanpa campur tangan sihir. Nuada pernah berpesan: *“Hanya dengan menguasai dirimu di tempat di mana sihir tidak berlaku, kau akan benar-benar memahami arti kekuatan.”*Hari-hari Adam dipenuhi keringat, luka, dan kesunyian. Ia melawan kelelahannya sendiri, mengasah ketajaman indra, membiasakan tubuhnya dengan ritme alam. Tidak ada lawan selain dirinya sendiri. Tidak ada suara selain bisikan dedaunan dan tarikan napas yang berat. Namun dari situ, Adam lahir kembali.Ketika akhirnya ia keluar dari hutan, tubuhnya berbeda—lebih berisi, gerakannya lebih terkendali. Mata yang dulu penuh keraguan kini memancarkan tekad dingin. Dunia di luar menantinya, dan di sanalah hutang lama belum terbayar.Salah satu yang pertama ada di benaknya: Rachel.Adam menelusuri kota

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 45. Kemunculan murid Nuada

    Di tempat lain, di dasar jurang tempat Adam dulu terjatuh, Nuada duduk bersila dengan mata terpejam. Posisinya menghadap ke arah pintu masuk gua seperti tengah menunggu kedatangan seseorang.Suasana di luar goa diguyur hujan badai, kilat menyambar, ombak berdebur keras menghantam karang menjadi pertanda akan hadirnya seseorang dengan kekuatan jahat.Di saat petir melintas, mulut gua yang tadinya gelap dalam sekejap menjadi terang. Menampilkan bayangan hitam seseorang berdiri di ambang pintu dengan pongah, tatapan matanya tajam menusuk seseorang hingga membuat nyalinya menciut."Kau sudah datang rupanya, wahai muridku," sapa Nuada kepada sosok pria yang baru saja datang entah dari mana. Kedatangannya seolah beriringan dengan petir. Cepat, dan muncul dalam sekejap.Dia bukanlah Adam, melainkan seseorang yang pernah dilatih Nuada. Sosok pria yang diceritakan kepada Adam, tentang seorang penjaga yang lalai hingga menyebabkan David Lloris tewas.Pria misterius yang mengenakan jubah dengan

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 44. Ciarán

    Sementara itu saat Adam melakukan perjalanan menuju Hutan Arkhivum tidak mudah. Jalannya berliku, melewati tebing dan lembah yang dipenuhi kabut. Namun semakin dekat ia berjalan, semakin terasa suasana asing di sekelilingnya. Pepohonan seperti memiliki mata yang mengawasinya setiap saat, ranting-ranting seperti tangan yang sigap menyergap kapan mereka mau.Udara di sana berat, seolah-olah setiap langkah menurunkan daya magis yang melekat pada tubuh. Cahaya Orion yang biasanya berkilau di balik kulitnya, kini terasa meredup. Adam merasakan kejanggalan: setiap kali ia mencoba mengeluarkan energi, kekuatannya lenyap begitu saja, seakan diserap oleh tanah.“Aneh… jadi begini maksudnya,” pikir Adam. “Tidak ada sihir yang bekerja di sini. Tapi… mengapa aku merasa ada sesuatu yang lain?”Sesampainya di tengah hutan, Adam duduk bersila di sebuah batu besar. Ia memejamkan mata, mencoba masuk ke dalam meditasi. Lalu sesuatu terjadi. Kabut tipis muncul, bukan dari luar, melainkan dari dalam dir

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 43. Tiga tahun lagi

    Adam duduk termenung di tepi sungai kecil yang alirannya tenang, namun dalam hatinya tidak ada ketenangan sedikit pun. Bayangan wajah August menghantui pikirannya. Tatapan dingin pria itu, gerakan tangannya yang cepat, serta kekuatan yang seakan melampaui batas manusia biasa, semuanya berulang kali muncul dalam benaknya seperti lukisan kelam yang tidak bisa dihapus.Kekalahan itu bukan sekadar luka fisik, melainkan pukulan pada harga dirinya. Adam yang selama ini berlatih keras di bawah bimbingan Nuada merasa runtuh karena kenyataan pahit: ketika benar-benar menghadapi pertempuran nyata, ia tak mampu berbuat banyak.“Aku gagal…,” gumamnya lirih.Nuada, yang memperhatikan muridnya dari kejauhan, menghela napas panjang. Ia tahu Adam tidak kekurangan semangat, namun pengalaman bertarungnya masih mentah. Pertemuan dengan August—yang seharusnya baru terjadi ketika Adam matang—datang terlalu cepat.“Adam,” panggil Nuada sambil berjalan mendekat. “Menyesal itu manusiawi. Tetapi jangan biarka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status