Home / Fantasi / Lahirnya Pengendali Orion / Bab 5. Menuju Rosewood

Share

Bab 5. Menuju Rosewood

Author: Ady Farista
last update Last Updated: 2025-08-28 21:44:22

Tanpa membuang waktu, Judy melanjutkan perjalanan menuju Rosewood. Mereka harus bergegas jika tidak ingin terlewat informasi, karena akhir-akhir ini The Myth bergerak sangat aktif.

Sepak terjangnya mereka terendus dua bulan terakhir, beberapa anggota berhasil menyusup ke dalam tubuh pemerintahan, terutama di bidang arkeolog dan sejarah Celtic.

Entah apa sebenarnya tujuan mereka. Jika kebanyakan organisasi lebih terintegrasi dengan uang dan kekuasaan, mereka lebih condong kepada hal mistis, sangat tidak lazim di zaman modern.

"Orang-orang ini sebenarnya berasal dari mana?" tanya Judy. Wajahnya diliputi ketegangan saat mengingat berita nasional yang meliput aksi the Myth.

"Saya tidak tahu pasti, tapi sepertinya mereka berasal dari berbagai negara. Tapi satu pemimpin mereka pernah menggunakan bahasa Dacia kuno."

Judy tidak perlu menanyakan bagaimana Rachel tahu latar belakang pemimpin The Myth. Rachel lebih banyak menghabiskan waktu di museum daripada kampus, tentunya dia tahu seluk beluk suku bangsa kuno di daratan Eropa.

"Apa ada hubungannya dengan raja Vlad?'

"Bisa jadi begitu," jawab Rachel.

"Lalu apa yang membuat mereka datang kemari?"

"Itulah," kata Rachel, "dari letak geografis saja, sejarah bangsa Dacia dengan Celtic sangat jauh. Kebudayaan antara keduanya juga berbeda. Tapi..."

Rachel menghentikan ucapannya, sepertinya dia menangkap sesuatu yang jika dihubungkan memang sedikit ada hubungannya kedatangan mereka ke sini walaupun masih abu-abu.

"Tapi apa?" tanya Judy penasaran.

"Sesaat setelah Adam jatuh, pemimpinnya mengatakan sangat disayangkan karena benda yang dicarinya jatuh ke jurang bersama Adam."

"Apa? Adam, benda, jurang? Pelan-pelan bicaranya, saya tidak mengerti."

Dada Judy naik turun mendengar keterangan Rachel. Dia sangsi dengan kesimpulan yang muncul di kepalanya, apakah benar Adam jatuh ke jurang, lalu kenapa Rachel ada di sana di waktu kejadian. Ada apa sebenarnya ini, praduga muncul dengan liar tapi Judy ingin mendengar langsung dari Rachel.

"Itu... Adam jatuh ke jurang. Dia memasuki perangkap organisasi tersebut, dan aku mengkhianatinya karena ikut menjebaknya. Aku tahu aku salah, aku tahu aku juga bodoh, tapi aku benar-benar terpaksa dan tidak tahu harus berbuat apa," sesalnya.

Judy menggeleng keras, dipukulnya kemudi menggunakan tangan kanan. Tidak keras, tapi cukup memberi pesan kepada Rachel bahwa dia sangat kecewa.

"Rachel, aku tidak tahu tindakanku kali ini benar atau salah. Aku membantu seorang pengkhianat yang sudah membuat celaka Adam. Kalian sudah bersama selama dua tahun, dan kau mengkhianatinya begitu saja."

"Judy, aku mohon."

Tidak ada pembicaraan lagi setelahnya, mereka menyelami fikirannya masing-masing. Suasana menjadi tegang dan kaku, sama tegangnya saat menghadap dosen pembimbing.

"Tapi," kata Judy tiba-tiba. "Apa kau yakin Adam sudah tewas? Coba diingat lagi, Adam pernah terjatuh di atas tumpukan palet kayu dari lantai 3 dan dia selamat tanpa cedera. Bukankah itu aneh, kau ingat?'

Rachel tidak menjawab, dia melamun dengan perkataan Judy sebelumnya yang mengecapnya sebagai pengkhianat. Julukan yang pantas untuknya, wanita yang tidak tahu diri.

"Rachel, apa kau mengingatnya?" tanya Judy sekali lagi, kali ini nada bicaranya ditinggikan.

"Apa? I-iya, aku ingat."

"Ckkk, kau ini." Judy berdecak sebal lantaran lawan bicaranya tidak fokus saat diajak berdiskusi.

"Kau tidak melihat ada sesuatu yang mengindikasikan semacam kekuatan supranatural atau yang lainnya dari Adam?"

Rachel menggigit bibirnya sendiri mencoba mengingat kembali peristiwa itu. Saat itu dia menutup mata dan telinga dari suara bising senjata api dan kilatan cahaya dari moncong pistol.

"Aku melihat ada cahaya yang membungkus- ah, tidak- tapi mengelilingi tubuh Adam. Aku tidak yakin, aku rasa itu berasal dari tembakan. Tapi anehnya, sepertinya tembakan itu tidak mengenai Adam, baru setelah pemimpin mereka mengucapkan sesuatu, barulah Adam terpental dan jatuh ke jurang."

Judy mencerna sedikit demi sedikit, dia menyimpulkan bahwa Adam memiliki sesuatu yang bahkan dia sendiri tidak tahu.

"Begini saja. Kita cari informasi dulu di Rosewood, lalu setelah itu antarkan aku ke tempat Adam jatuh. Lokasi itu menjadi kuncinya, jika tidak dapat menemukan petunjuk," Judy menghela nafas, "anggap saja Adam sudah mati."

Rachel menutup wajahnya, dia benar-benar menyesali perbuatan itu. Untuk saat ini, harapan muncul meski hanya sedikit. Dia berharap Adam benar-benar selamat, setelah itu dia akan meminta bantuan entah kepada siapa yang mau membebaskan orang tuanya.

"Baik, aku ikuti rencanamu."

Dibutuhkan sekitar setengah jam untuk sampai ke Rosewood. Tidak biasanya waktu sedikit molor, karena banyak kendaraan mengangkut peti kemas searah dengan mereka. Tiga kendaraan itu beriring-iringan sehingga Judy kesulitan untuk mendahuluinya.

"Sepertinya barang di dalamnya sangat penting. Lihat saja, mereka dikawal mobil polisi di depan dan belakang."

Lebih mengejutkan lagi, peti-peti kemas itu memasuki halaman gedung yang bakal diintai Rachel dan Judy.

"Ini semakin menarik saja," gumam Judy.

"Apa fitasatku kali ini benar?"

"Mungkin saja. Tapi kita akan pastikan dahulu sebelum menarik kesimpulan. Tapi, dimana tempat yang aman untuk mengawasi mereka?"

Judy melambatkan laju kendaraan untuk mencari tempat yang cocok dan strategis. Namun, dia dihalau oleh pria berjas hitam untuk segera menyingkir dari area tersebut.

Tindakan pria itu memancing kecurigaan karena hanya petugas yang boleh menertibkan kendaraan di jalanan umum. Sedangkan pria itu bukanlah aparat yang berwenang.

"Nona, tolong segera pergi dari sini. Ini bukan tempat umum, jadi jangan menghalangi jalan."

Dari spion, bisa dilihat ada iring-iringan kendaraan pengangkut peti kemas yang kedua.

"Cepat!"

"Baik, baik. Kami segera pergi," ujar Judy.

"Bukan tempat umum apanya, sudah jelas-jelas gedung itu di area publik. Kau mencium sesuatu yang tidak beres?" tanya Judy pada Rachel saat kendaraan mereka sedikit jauh dari gedung tata kelola perkotaan.

"Benar, aku juga berfikiran begitu."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 46. Keluar sarang

    Dua setengah tahun Adam menahan diri di dalam hutan Arkhivum. Hutan itu bukan sekadar tempat pelatihan, melainkan juga penjara yang mengurungnya dari dunia luar. Ia belajar mengendalikan Orion—daya kuno yang bersemayam dalam dirinya—tanpa campur tangan sihir. Nuada pernah berpesan: *“Hanya dengan menguasai dirimu di tempat di mana sihir tidak berlaku, kau akan benar-benar memahami arti kekuatan.”*Hari-hari Adam dipenuhi keringat, luka, dan kesunyian. Ia melawan kelelahannya sendiri, mengasah ketajaman indra, membiasakan tubuhnya dengan ritme alam. Tidak ada lawan selain dirinya sendiri. Tidak ada suara selain bisikan dedaunan dan tarikan napas yang berat. Namun dari situ, Adam lahir kembali.Ketika akhirnya ia keluar dari hutan, tubuhnya berbeda—lebih berisi, gerakannya lebih terkendali. Mata yang dulu penuh keraguan kini memancarkan tekad dingin. Dunia di luar menantinya, dan di sanalah hutang lama belum terbayar.Salah satu yang pertama ada di benaknya: Rachel.Adam menelusuri kota

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 45. Kemunculan murid Nuada

    Di tempat lain, di dasar jurang tempat Adam dulu terjatuh, Nuada duduk bersila dengan mata terpejam. Posisinya menghadap ke arah pintu masuk gua seperti tengah menunggu kedatangan seseorang.Suasana di luar goa diguyur hujan badai, kilat menyambar, ombak berdebur keras menghantam karang menjadi pertanda akan hadirnya seseorang dengan kekuatan jahat.Di saat petir melintas, mulut gua yang tadinya gelap dalam sekejap menjadi terang. Menampilkan bayangan hitam seseorang berdiri di ambang pintu dengan pongah, tatapan matanya tajam menusuk seseorang hingga membuat nyalinya menciut."Kau sudah datang rupanya, wahai muridku," sapa Nuada kepada sosok pria yang baru saja datang entah dari mana. Kedatangannya seolah beriringan dengan petir. Cepat, dan muncul dalam sekejap.Dia bukanlah Adam, melainkan seseorang yang pernah dilatih Nuada. Sosok pria yang diceritakan kepada Adam, tentang seorang penjaga yang lalai hingga menyebabkan David Lloris tewas.Pria misterius yang mengenakan jubah dengan

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 44. Ciarán

    Sementara itu saat Adam melakukan perjalanan menuju Hutan Arkhivum tidak mudah. Jalannya berliku, melewati tebing dan lembah yang dipenuhi kabut. Namun semakin dekat ia berjalan, semakin terasa suasana asing di sekelilingnya. Pepohonan seperti memiliki mata yang mengawasinya setiap saat, ranting-ranting seperti tangan yang sigap menyergap kapan mereka mau.Udara di sana berat, seolah-olah setiap langkah menurunkan daya magis yang melekat pada tubuh. Cahaya Orion yang biasanya berkilau di balik kulitnya, kini terasa meredup. Adam merasakan kejanggalan: setiap kali ia mencoba mengeluarkan energi, kekuatannya lenyap begitu saja, seakan diserap oleh tanah.“Aneh… jadi begini maksudnya,” pikir Adam. “Tidak ada sihir yang bekerja di sini. Tapi… mengapa aku merasa ada sesuatu yang lain?”Sesampainya di tengah hutan, Adam duduk bersila di sebuah batu besar. Ia memejamkan mata, mencoba masuk ke dalam meditasi. Lalu sesuatu terjadi. Kabut tipis muncul, bukan dari luar, melainkan dari dalam dir

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 43. Tiga tahun lagi

    Adam duduk termenung di tepi sungai kecil yang alirannya tenang, namun dalam hatinya tidak ada ketenangan sedikit pun. Bayangan wajah August menghantui pikirannya. Tatapan dingin pria itu, gerakan tangannya yang cepat, serta kekuatan yang seakan melampaui batas manusia biasa, semuanya berulang kali muncul dalam benaknya seperti lukisan kelam yang tidak bisa dihapus.Kekalahan itu bukan sekadar luka fisik, melainkan pukulan pada harga dirinya. Adam yang selama ini berlatih keras di bawah bimbingan Nuada merasa runtuh karena kenyataan pahit: ketika benar-benar menghadapi pertempuran nyata, ia tak mampu berbuat banyak.“Aku gagal…,” gumamnya lirih.Nuada, yang memperhatikan muridnya dari kejauhan, menghela napas panjang. Ia tahu Adam tidak kekurangan semangat, namun pengalaman bertarungnya masih mentah. Pertemuan dengan August—yang seharusnya baru terjadi ketika Adam matang—datang terlalu cepat.“Adam,” panggil Nuada sambil berjalan mendekat. “Menyesal itu manusiawi. Tetapi jangan biarka

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 42. Kalung bulan sabit jatuh ke tangan August

    August tertawa, suara dingin yang menggema. “Kau masih sama saja. Terjebak pada murid, pada harapan yang sia-sia. Apa kau pikir dia mampu menahan badai yang akan datang? Kau salah, Nuada. Sangat salah.”Pertarungan berlangsung sengit. Adam berusaha menyerang August, tapi setiap tebasannya hanya mengenai bayangan. Sekali dorongan dari August, tubuh Adam terpental menghantam pohon besar. Nafasnya hampir putus, tulang rusuknya nyeri. Ia tahu dirinya tidak sebanding.Nuada pun terdesak. Walau sihir tingkat tinggi dikuasainya, kekuatan August terlalu mengerikan. Seakan waktu sendiri tunduk pada lelaki itu. Tongkat Nuada patah sebagian, darah mengalir di sudut bibirnya. Namun ia tidak menyerah. Ia menyalurkan seluruh kekuatan ke tanah, menciptakan gempa kecil yang membuka celah untuk melarikan diri.“Adam! Sekarang!” teriak Nuada sambil menarik muridnya bangkit.Mereka berlari, tubuh limbung dan penuh luka. Hutan terasa tak berujung, tapi Nuada tahu jalur rahasia yang hanya ia pahami. Di be

  • Lahirnya Pengendali Orion    Bab 41. Pertarungan dimulai

    Malam itu bulan hanya terlihat separuh, cahayanya redup dan terhalang kabut tipis. Adam kehabisan napas setelah berlari sekuat tenaga, sementara di belakangnya Nuada mengayunkan tongkat kayu yang sesekali memancarkan cahaya biru sebagai perisai untuk berjaga-jaga. Mereka sudah menempuh perjalanan panjang, dan malam ini bukanlah pengecualian. Nafas Adam memburu, tubuhnya masih terasa gemetar setelah sihir Nuada membuka jalan keluar dari hutan berliku yang dipenuhi jebakan gaib.Namun semua itu buyar saat suara berat dan penuh wibawa terdengar dari balik kegelapan.“Jadi akhirnya aku bertemu kalian.”Adam mematung, jantungnya berdentum keras. Nuada menoleh, matanya melebar seakan melihat hantu dari masa lalu. Dari balik kabut, muncul seorang pria berpakaian hitam dengan mantel panjang menjuntai hingga tanah. Rambutnya hitam pekat, wajahnya tegas, dan sorot matanya menusuk. Di belakangnya, tiga orang lain berjalan dengan tenang, membawa aura mencekam: Geovani, Elber, dan Krul, para petin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status