Home / Thriller / Langkah Dewi : Warisan Rahasia / Bab 28 – Teka-teki NURANI

Share

Bab 28 – Teka-teki NURANI

Author: T.Y.LOVIRA
last update Huling Na-update: 2025-09-27 14:33:31

“Ini gila, Dewi. Kalau kau benar-benar ingin masuk, kita mungkin takkan keluar lagi.”

Damar berdiri di samping pintu baja itu, nafasnya berat. Pintu rahasia yang terbuka sendiri tadi membawa mereka ke sebuah lorong sempit, berlapis beton tua. Lampu biru redup menyorot ke bawah, membuat bayangan tubuh mereka memanjang di dinding.

Dewi menatap tulisan samar di atas pintu: NURANI – Core Access. Hatinya bergemuruh. “Ini bukan jebakan biasa, Dam. Ini… pusat kendali. Kalau benar, di sinilah ayahku menanam benih pertama.”

Lorong itu berbau logam dan debu. Setiap langkah menggema, membuat mereka merasa sedang berjalan di dalam perut monster. Damar memegang pistolnya erat-erat, matanya menyapu setiap sudut.

“Kalau NURANI benar-benar dibangun oleh ayahmu, kenapa justru kita dibawa ke sini lewat pesan Mediator?” tanya Damar, suaranya penuh kecurigaan.

Dewi menelan ludah, mencoba meyakinkan dirinya. “Mungkin ini pertarungan mereka. Mediator ingin aku melihat sesuatu. Atau… ayah sengaja menye
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Langkah Dewi : Warisan Rahasia   BAB 110 — Pintu yang Tidak Pernah Dimaksudkan untuk Dibuka

    “Kau yakin ingin mengejar itu, Damar? Karena begitu masuk… kita mungkin tidak bisa keluar.”Suara Arka memantul di lorong gelap yang kini sunyi setelah siluet itu menghilang. Bau ozon masih menggantung di udara—bau listrik terbakar, tanda sistem modul baru saja dipaksa bekerja di luar batas kemampuan.Damar tidak menjawab.Tatapannya terpaku pada lorong hitam tempat makhluk itu menghilang.Tempat Dewi terakhir memanggil.Tempat Dewi terakhir sadar.Intelijen itu menyalakan senter kecil. Cahayanya sempit dan tajam, seperti pisau cahaya yang menusuk tenebrous kabut tipis.“Modul keempat tidak seharusnya aktif.”Suara bergetar, untuk pertama kalinya sejak mereka bertemu.“Itu modul yang dihapus, Damar.”Rin menelan ludah.“Dihapus kenapa…?”“Karena itu bukan modul pengujian,” jawab intelijen itu pelan.“Itu modul penyimpanan. Untuk kesadaran yang… melawan.”Damar menoleh cepat.“Kesadaran siapa?”Inteligen itu berhenti.Lalu ia menatap tepat ke kedua mata Damar, seolah memutuskan dalam h

  • Langkah Dewi : Warisan Rahasia   BAB 109 — Yang Meniru, Yang Menyamar, Yang Mencari

    “Itu bukan ayahku, Damar. Jangan sentuh.”Kalimat itu menggema di seluruh lorong, suara Dewi yang terdengar patah—seolah dia berteriak dari dalam botol kaca yang terkubur jauh di bawah tanah.Siluet kurus itu berhenti. Bahunya naik-turun perlahan, seperti makhluk yang mencoba belajar bernapas.Arka mengangkat senjata.“Itu bukan manusia! Posisi bertahan!”Rin mundur dengan langkah terseret.“Tapi… postur itu sama persis. Wajahnya juga—”“Justru itu,” potong inteligen itu dingin.“Modul ketiga memang dirancang untuk MENIRU sosok terdekat yang bisa menghancurkan stabilitas mental peserta.”Damar memandang siluet itu tak berkedip.Wajahnya…Rambutnya…Cara berdirinya…Itu ayah Dewi.Tapi sesuatu salah.Sangat salah.Makhluk itu maju satu langkah lagi.Lalu tiba-tiba kepala siluet itu bergeser… bukan menoleh, tapi bergeser seperti gambar rusak—bergerak setelah tubuhnya. Suara retakan tulang menggema, namun tak ada tulang yang patah.Arka mengutuk pelan.“Oke, ya… itu bukan manusia.”Makhl

  • Langkah Dewi : Warisan Rahasia   BAB 108 — Suara yang Seharusnya Mustahil

    “Jangan percaya siapapun di belakangmu.” Kalimat itu menggantung di udara seperti pisau yang baru saja ditarik dari sarungnya—dingin, pelan, tetapi mematikan. Damar terpaku. Nafasnya tersendat sesaat. Suara itu… ia kenal. Terlalu kenal. Ayah Dewi. Laki-laki yang seharusnya menghilang bertahun-tahun lalu. Laki-laki yang rumor kematiannya saja tidak pernah jelas. Laki-laki yang menjadi potongan puzzle paling gelap dalam hidup Dewi. “Tidak mungkin…” bisik Arka. “Suara itu… asli?” Inteligen itu mundur setapak. Untuk pertama kalinya sejak mereka masuk ke ujian ketiga, wajahnya menyimpan sesuatu yang mirip ketakutan. “Kalau itu benar suara ayah Dewi… berarti seseorang sedang mengakses inti kesadarannya.” Rin menelan ludah, matanya melebar. “Tunggu… bukankah itu cuma… rekaman modul?” Damar menggeleng pelan. “Tidak. Suara modul tidak pernah bergetar di ujung hurufnya seperti itu.” Ia ngedip, napasnya memburu. “Ayah Dewi hanya bicara seperti itu kalau dia… panik.” Lorong merespon

  • Langkah Dewi : Warisan Rahasia   BAB 107 — “Suaranya Bukan Suara Dewi”

    “Jika suara bisa menipu, maka siapa yang masih bisa dipercaya?”Lorong itu berdenyut seperti sedang bernapas. Cahaya samar dari dindingnya menggoyang-goyang nama mereka, seolah menunggu momen tepat untuk menghapus salah satunya. Damar berdiri paling depan, kedua tangannya mengepal, napasnya pendek seperti baru saja ditarik dari mimpi buruk.Arka mengawasi lorong belakang—tempat makhluk menyerupai Damar tadi menghilang entah ke mana. Rin menempel pada dinding, berusaha menyamankan detak jantungnya yang terlalu keras.Intelijen lingkungan itu memandangi Damar dengan tatapan yang tajam namun penuh waspada.“Sekarang dengarkan baik-baik,” katanya pelan.“Suara itu muncul lagi, pasti muncul. Dan begitu ia muncul, lorong ini akan membaca respons emosional.”Damar mengerutkan kening.“Membaca… emosi?”“Ya.”“Ujian kedua bukan tentang telinga. Ini tentang hatimu.”Lorong di depan mereka bergetar—suara samar mulai terdengar.“Damar…”“…tolong…”Rin spontan menutup telinga.“Itu… itu Dewi, kan?

  • Langkah Dewi : Warisan Rahasia   BAB 106 — “Gerbang yang Memakan Nama”

    “Kalian belum mengenal ketakutan sampai hutan ini menyebut nama kalian.”Kalimat itu masih menggema ketika kegelapan menelan mereka utuh. Damar meraba dinding-dinding lorong yang terasa basah—bukan seperti tanah, melainkan seperti daging raksasa yang berkedut pelan. Arka menghidupkan lampu senter, tapi cahaya itu terhisap seperti ditelan udara.“Cahayanya… hilang?” Arka Berbisik.“Lorong ini memangsa energi,” jawab pria inteligen lingkungan, suaranya pelan tapi stabil.Rin memegang lengan Damar erat-erat, nafasnya tidak teratur.“Damar, aku dengar… suara langkah lain.”Damar menajamkan pendengaran.Bukan langkah manusia.Bukan hewan.Seperti suara tulang yang diseret—pelan, irama aneh, seakan makhluk itu berjalan mundur.Lorong itu makin gelap.Makin dingin.Makin sempit.Sampai tiba-tiba…lorong berdenyut, dan di dinding-dindingnya muncul sesuatu.Nama.Ratusan nama, terukir seperti goresan kuku manusia.Beberapa memudar.Beberapa bersinar merah.Beberapa… meneteskan cairan hitam.Ar

  • Langkah Dewi : Warisan Rahasia   BAB 105 — “Hutan yang Tidak Pernah Ada di Peta”

    “Tidak semua hutan tumbuh dari tanah. Ada hutan yang tumbuh dari rahasia.”Gelap itu tidak hilang.Ia melebar, mengembang seperti kabut hitam yang hidup dan merayap ke kulit seperti udara dingin dari dasar bumi.Tiga langkah setelah masuk—Damar berhenti.Rin terhuyung, Arka menahan tubuhnya.Udara berubah kental, seperti lendir tak terlihat.Pria itu—si intelijen lingkungan—menghentikan mereka dengan tangan terangkat.“Jangan bergerak. Dunia ini punya cara menolak pendatang.”Damar melihat sekeliling.Hutan.Tapi bukan hutan biasa.Pohon-pohon di sini tidak tumbuh lurus. Mereka membengkok seperti tulang belakang naga.Daun-daunnya transparan, memantulkan bayangan-bayangan yang bukan milik mereka.Tanahnya seperti pasir basah, tetapi tidak ada jejak kaki selain milik mereka.Rin berbisik, suara nyaris hilang:“Ini… bukan Indonesia. Bukan bumi. Bukan—”Intelijen itu menjawab pelan:“Ini dunia yang Arsitek gunakan untuk menyembunyikan apa pun yang mereka curi.”“Termasuk manusia.”Ia be

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status