MasukNamun Shen Long hanya mengibaskan telapak tangannya.
Wuuusshhh! Serangan Ye Tian terhenti seketika, seolah membentur tembok tak terlihat yang kokoh seperti gunung. "Lumayan. Tenagamu sudah melampaui kebanyakan kultivator," Shen Long menatap dingin, lalu auranya meledak bak badai. "Tapi itu belum cukup menghadapi musuh di luar sana!” Boom! Dengan satu gerakan ringan, Shen Long melontarkan cakar naga raksasa. Udara bergetar, tanah bergetar hebat, dan Ye Tian terpukul jatuh, menghantam tanah hingga kawah besar terbentuk. "Seranganmu masih terlalu lemah, bocah. Kerahkan seluruh kemampuanmu!" seru Shen Long, suaranya bergema di udara. Di dalam kawah, Ye Tian justru menyunggingkan senyum tipis. Pukulan sebelumnya hanyalah pengalih perhatian—serangan sebenarnya baru saja ia lepaskan. Ngunggg… Langit mendadak bergetar, ribuan pedang ilusi muncul dari pusaran cahaya di angkasa. Dalam sekejap, hujan pedang itu meluncur deras, mengurung Shen Long dari segala arah. Swush! Swush! Swush! Dengan gerakan lincah, Shen Long berkelebat di antara rentetan serangan. Satu demi satu pedang melewati tubuhnya hanya sejengkal, meninggalkan riak qi yang tajam. Ia tidak menyangka, bocah itu mampu menyiapkan jurus sebesar ini tanpa memberi celah sedikit pun. Namun belum selesai ia menstabilkan langkah, sosok Ye Tian sudah melesat dari balik hujan pedang. Dengan kecepatan kilat, pemuda itu muncul tepat di hadapannya, tinju menyala dengan cahaya naga. Shen Long terlonjak kaget dan segera menyilangkan kedua lengannya. Boomm....! Tubuh Shen Long terseret mundur sejauh sepuluh meter. Meski begitu, serangan Ye Tian tidak membuatnya terluka sedikitpun. "Bagus," ujar Shen Long dengan senyum tipis, sorot matanya berkilat tajam. "Kau sangat cerdik, bocah. Mampu membaca situasi dengan cepat sambil menyiapkan serangan lain. Itu yang kuinginkan darimu." "Hehe… kemampuanku masih jauh di bawah Senior," ucap Ye Tian sambil menangkupkan kedua tangan dengan penuh hormat. "Namun aku tidak akan pernah puas dengan pencapaian sekarang. Di luar sana, ada banyak kultivator yang kekuatannya jauh melampaui diriku." Sebagai seorang kultivator, ia menyadari satu hal: meremehkan orang lain atau membanggakan diri sendiri hanya akan menjadi bumerang yang menghancurkan. Shen Long tertawa dan matanya memancarkan rasa puas. "Hahaha… bagus! Baru seperti itulah seorang kultivator sejati. Tidak jumawa, tapi juga tidak gentar. Kalau kau terus menjaga sikap seperti ini, jalanmu di dunia kultivasi akan semakin terbuka lebar." Ye Tian mengibaskan tangannya, formasi serangan yang melingkupi tempat itu segera lenyap, bagaikan asap yang tersapu angin. Shen Long melangkah perlahan mendekati pemuda itu, lalu menepuk pundaknya dan menghilang dari tempat mereka berada. Wushhh… Sekejap kemudian, pandangan Ye Tian berputar. Saat kesadarannya kembali, matanya terbelalak lebar. Ia kini berdiri di hadapan sebuah istana megah yang menjulang anggun, dipenuhi aura kuno yang seakan menembus langit. Di sisi kanan, berdiri deretan pohon berbuah cahaya—buah abadi yang selama ini hanya ia dengar dalam legenda. Di sisi kiri, terbentang tiga kolam dengan warna berbeda: putih, hijau, dan merah. Masing-masing kolam memancarkan energi spiritual, riaknya membuat udara di sekitarnya bergetar halus. "Tempat ini… luar biasa. Tapi istana ini milik siapa sebenarnya? Dan mengapa Senior membawaku ke sini?" Ye Tian bergumam dalam hati, wajahnya penuh keterkejutan. Melihat kebingungan pemuda itu, Shen Long tersenyum tipis lalu berkata dengan suara yang dalam dan berwibawa. "Istana di hadapanmu ini adalah milik leluhurmu semasa beliau masih hidup. Dan mulai saat ini, seluruh dunia kecil ini telah menjadi milikmu, Tuan Muda." Ye Tian membeku, matanya menyipit. Ia tak mengerti mengapa Shen Long tiba-tiba memanggilnya demikian. Shen Long lalu menangkupkan kedua tangannya, tubuhnya sedikit membungkuk memberi hormat. "Dulu aku adalah hewan kontrak leluhurmu. Kini tugasku adalah membimbingmu hingga menjadi kuktivator terkuat di dunia ini. Shen Long memberi hormat kepada Tuan Muda." "Hah…!!" Ye Tian hampir kehilangan kata-kata, mulutnya terbuka lebar. Kini ia sadar mengapa dirinya bisa berada di sini. "Haih… Senior, tidak perlu memperlakukanku seperti ini," ucap Ye Tian sambil menggelengkan kepala. Tatapannya tajam namun penuh ketulusan. "Meski kamu pernah menjadi hewan kontrak leluhurku, di mataku engkau tetaplah seorang Senior yang patut kuhormati. Mulai sekarang, jangan lagi memberi hormat berlebihan kepadaku. Aku benar-benar tidak menyukainya." Shen Long terdiam, kedua matanya sedikit bergetar. Perlahan ia menarik napas panjang, lalu menundukkan kepala dengan senyum penuh penghargaan. “Jarang sekali ada pewaris yang bisa berkata demikian. Kerendahan hati semacam ini… lebih tajam daripada ribuan pedang. Tuan Muda, aku semakin yakin anda akan melampaui leluhurmu." "Ucapan anda....membuatku teringat pada leluhurmu. Ia pun memiliki hati yang enggan dipuja, meski para penguasa dunia memberi hormat kepadanya. Dan kini, watak yang sama kulihat jelas dalam dirimu, Tuan Muda." ***** Di Desa Qinghe… Sudah lebih dari dua minggu Meng Han, Meng Jin, dan Lin Hao berkeliling mencari keberadaan Ye Tian. Namun usaha mereka tak kunjung membuahkan hasil. "Kemana lagi kita harus mencari Tian’er, Ayah? Hampir semua tempat telah kita datangi, tapi tetap saja tidak ada jejaknya…" ujar Meng Jin dengan kepala tertunduk, nada suaranya penuh keputusasaan. Meng Han menghela napas panjang, wajahnya tampak gusar. "Ayah pun bingung, Jin’er. Aku tak ingin membuat ibumu dan adikmu semakin larut dalam kesedihan. Engkau tahu sendiri, mereka begitu menyayangi Tian’er… sama seperti kita." Lin Hao yang sejak tadi terdiam akhirnya angkat bicara. Tatapannya menyipit, suaranya mengandung nada curiga. "Paman, jika dipikir-pikir, Ye Tian tidak mungkin menghilang tanpa sebab. Bukankah keluarga Zhao, Lin, dan Mei selalu memandangnya dengan kebencian? Terlebih Zhao Liang. Ia menaruh hati pada Meng Rou, itu sebabnya ia sangat membenci Ye Tian yang selalu berdekatan dengan putri Paman." Ucapan Lin Hao menggantung di udara. Entah mengapa, dalam pikirannya timbul firasat kuat bahwa hilangnya Ye Tian pasti ada kaitannya dengan Zhao Liang, Lin Fei, ataupun Mei Lan. Mendengar nama-nama itu, wajah Meng Han mengeras. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat hingga urat di lengannya menegang, matanya memancarkan amarah yang ditahan. "Kalau benar mereka berani menyentuh Tian’er… meski harus melawan seluruh keluarga Zhao, Lin, maupun Mei, aku tidak akan takut sedikitpun!" Meng Han menarik napas panjang, berusaha meredam amarah yang membara di dadanya. Setelah terdiam sejenak, ia menatap Meng Jin dan Lin Hao dengan sorot mata serius. "Kita tidak boleh bertindak gegabah. Besok pagi, kita akan mulai melakukan penyelidikan terhadap keluarga Zhao, Lin, maupun Mei. Jika benar ada sangkut pautnya dengan hilangnya Tian’er, maka kita akan menuntut pertanggungjawaban dari mereka semua!" Meng Jin dan Lin Hao menganggukkan kepala serempak. "Baik, Paman. Besok kita lakukan sesuai yang Paman katakan," ujar Lin Hao mantap, sementara Meng Jin ikut menimpali, "Aku pun setuju, Ayah."Di malam hari, tampak Tetua Yun Shen dan Gao Yang tengah terlibat dalam sebuah pembicaraan serius di dalam kamar. Suasana ruangan begitu hening, hanya terdengar suara angin malam di luar. Tetua Yun Shen duduk sambil menatap muridnya dengan tajam, "Gao Yang, apa keputusanmu sudah bulat? Jika kita benar-benar meninggalkan Sekte Teratai Emas… maka kita harus siap dengan konsekuensi yang ada." Kan bagus kaya gini Gao Yang tidak ragu sedikit pun. “Guru, aku sudah memikirkannya dengan matang. Aku tidak ingin hidup di bawah pemimpin yang mengorbankan muridnya demi ambisi pribadi. Sekte Teratai Emas yang sekarang… bukan lagi rumah bagi kita.” Tatapan Tetua Yun Shen mengeras, namun ada sekilas rasa lega di matanya. "Aku juga sudah lama menahan diri. Zhen Kang semakin buta oleh kekuasaan. Jika ia berani mencelakai murid dari sekte lain hanya demi akar spiritual… maka cepat atau lambat dia akan menghancurkan sektenya sendiri.” Gao Yang menunduk hormat. "Karena itulah aku ingin memba
Setelah proses penerimaan hadiah selesai, Ye Tian, Su Wan'er, Lin Hao, Meng Rou, dan Meng Jin memutuskan kembali ke tenda peristirahatan mengingat hari sebentar lagi akan beranjak malam. Sedangkan Su Mo dan keluarganya kembali ke penginapan yang ada di kota Jinling. Juara pertama mendapatkan senjata kualitas tinggi, lima ratus ribu batu spiritual atas, serta pil Peledak Energi tingkat empat. Juara kedua mendapatkan senjata kualitas tinggi, tiga ratus ribu batu spiritual atas, dan pil Peledak Energi tingkat tiga. Juara ketiga mendapatkan senjata kualitas menengah dan seratus ribu batu spiritual atas. Sedangkan juara keempat dan kelima mendapatkan senjata kualitas menengah serta lima puluh ribu batu spiritual atas. Sesampainya di depan tenda, sosok Gao Yang datang menghampiri mereka. Tentu hal itu mengundang tanda tanya bagi Ye Tian dan rombongannya. Mereka ingin tahu alasan di balik kedatangan salah satu murid sekte Teratai Emas tersebut. "Saudara Gao Yang, ada keperluan apa kau
Menyadari lawannya mampu menghindari serangan dengan mudah, Luo Shanying meningkatkan intensitas gempurannya. Ayunan pedangnya menjadi lebih cepat, lebih berat, menebas dan menusuk ke titik-titik vital tubuh Su Wan’er. Mau tak mau, Su Wan’er mulai serius menghadapi serangan Luo Shanying. Trang! Trang! Trang! Dentingan logam terdengar berturut-turut ketika kedua pedang saling beradu. Keduanya saling menunjukkan kemampuan terbaik mereka dalam seni berpedang. Slash! Slash! Slash! Luo Shanying mengayunkan pedangnya secara horizontal dan vertikal. Tiga larik cahaya merah berbentuk bulan sabit langsung meluncur deras ke arah Su Wan’er. “Tarian Pedang Es,” ucap Su Wan’er. Seketika suhu udara di panggung mendadak menjadi dingin, bersamaan dengan kemunculan bilah-bilah pedang yang terbuat dari es. Duar! Duar! Duar! Panggung bergetar kuat ketika ledakan itu terjadi. Udara dingin merembes keluar hingga ke area kompetisi, membuat para penonton dan murid perwakilan setiap sekte m
Patriark Mo Jiang Wuhen menatap putranya yang kesakitan, dadanya naik turun keras. Aura membunuh memancar liar dari tubuhnya, menekan siapa pun yang ada di dekatnya seolah udara di sekitar ikut bergetar. "Keparat! Berani‑beraninya Ye Tian mematahkan tangan putraku! Kau akan membayar perbuatanmu berkali‑kali lipat!" geramnya, matanya menyala penuh kemarahan. Sekali tatap, aura membunuhnya terasa menakutkan, bahkan membuat beberapa Tetua dan murid-murid tdi sekelilingnya menahan napas. Wajahnya merah padam, rahangnya menegang. Jika bukan karena peraturan kompetisi, ia sudah turun tangan saat itu juga. Sebagai tuan rumah kompetisi kalau sampai dia melakukan hal itu akan merusak reputasinya sebagai Patriark sekte besar. Di atas panggung, melihat reaksi kemarahan Patriark Mo Jiang Wuhen, Ye Tian tersenyum tipis. Bukan tanpa sebab ia melakukan itu. Pada pertandingan sebelumnya, Mo Zhang bertindak kejam, mematahkan tangan, kaki, bahkan tulang rusuk perwakilan murid Sekte Laut Biru d
Menjelang siang, keramaian area kompetisi semakin memuncak. Sorak penonton dan percakapan para murid dari berbagai sekte memenuhi udara. Su Wan’er yang baru saja duduk bersama rombongannya tiba-tiba membeku. Matanya membesar perlahan ketika melihat empat sosok yang sangat ia kenal berjalan melewati kerumunan—Ayahnya Su Mo, ibunya Su Lianhua, serta kedua kakaknya, Su Qian dan Su Rong. Ia langsung berdiri. "Ayah…? Ibu…? Kakak Qian… Kakak Rong…?” Suaranya bergetar, seperti tak percaya. Tanpa menahan diri lagi, Su Wan’er berlari menghampiri mereka. Begitu tiba, ia langsung memeluk kedua orang tuanya erat-erat. Pelukan yang penuh rindu, penuh kehangatan. Su Mo tersenyum lembut sambil menepuk punggung putrinya. "Ayah datang untuk memberi dukungan. Bagaimanapun juga, ini hari penting bagimu, Wan’er." Ibunya memeluk dari samping, suaranya lembut namun sarat emosi. "Kami ingin melihatmu berdiri di panggung itu. Ibu tahu kau sudah berlatih sangat keras." Su Wan’er mengusap air
Hujaman tombak terus mengarah ke anggota tubuh tanpa henti. Sehingga membuat lawannya itu hanya bisa menghindar tanpa memberi perlawanan. Setiap kali melancarkan serangan tubuh Ao Jian selalu berpindah tempat. Meski begitu, semua pergerakannya dapat dilihat jelas oleh Ye Tian. Tusk! Tusk! Tusk! Bibir Ao Ajian melengkung tipis saat tombaknya berhasil melukai wajah, bahu dan tangan Ye Tian. "Haha....terus saja menghindar, Ye Tian. Pada akhirnya kau akan kalah tanpa sempat melakukan perlawanan, haha....," ujar Ao Ajian seraya tertawa terbahak bahak. Tangannya begitu cepat menggerakan tombaknya itu. "Tertawalah sepuasmu, sebelum kau tidak berdaya menerima seranganku," gumam Ye Tian dalam hati. Semakin lama gerakan Ao Jian mulai melambat, nafasnya mulai terengah-engah. Menyadari lawan mulai kelelahan, Ye Tian memanfaatkan hal itu dan ia menghilang dari tempatnya berdiri. Wush! "Apa...!" Ao Jian terkejut menyadari Ye Tian menghilang tiba-tiba. Lalu dia mengedarkan pandan







