Xi terus berlari tanpa memedulikan arah. Ketika hampir kehabisan napas, barulah ia sadar kalau sudah berada di tengah hutan sendirian. Gelap. Ia tak tahu di mana posisinya saat ini. Selain membaca buku dan bermain pedang, Xi lemah di segala bidang. Salah satunya adalah, ia tak mengenal arah mata angin. Jangankan membedakan mana barat dan mana timur, untuk pulang ke rumahnya saja ia terkadang bingung saat menemui persimpangan.
Dengan tubuh gontai, Xi terus berjalan membelah malam. Saat ini bukan kegelapan ataupun binatang malam yang ia takutkan. Ia hanya mengkhawatirkan sang kakak. Rhein pasti sangat marah dan panik mencarinya.Mengingat hal itu, Xi pun tersenyum getir. “Kakak? Apa aku masih boleh memanggilnya seperti itu?”Walau hati Xi masih terluka, ia tahu betul kalau kakak dan orangtuanya tak pernah berniat buruk padanya. Mereka pasti memiliki alasan yang kuat. Itulah sebabnya ia bertekad untuk kembali dan meminta penjelasan yang lebih rinci. Siapa dirinya dan siapa orang tua kandung yang sebenarnya. Ia ingin tahu mengapa ia harus berpisah dengan keluarganya dan dititipkan pada keluarga Lacklan.Menggosokkan kedua tangan untuk menghalau dingin, Xi baru sadar kalau pakaian yang ia gunakan hanyalah pakaian yang tidak terlalu tebal. Angin dengan mudah membuat tubuhnya menggigil. Ia harus menemukan tempat berlindung untuk menghangatkan badan.Setelah lama berjalan, Xi akhirnya melihat cahaya di kejauhan. Ia merasa senang. Mungkin ia bisa meminta pertolongan dari penduduk desa untuk bermalam malam ini. Namun, saat baru saja akan mengetuk salah satu rumah penduduk, ia pun teringat pesan ibundanya.“Anakku, kita harus menghormati privasi orang lain. Jika tak ada keperluan yang sangat mendesak, sebaiknya kau tak bertamu ke rumah orang lain malam-malam. Itu akan mengganggu istirahat mereka.”Xi terlihat kebingungan. Keadaannya sekarang ini termasuk mendesak atau tidak?“Keadaan mendesak itu seperti apa, Bu?”“Keadaan di mana sebuah nyawa menjadi taruhannya.”Xi terdiam. Saat ini nyawanya tidak dalam kondisi berbahaya. Ia hanya butuh tempat untuk bermalam karena kedinginan, itu saja. Akhirnya ia pun memutuskan untuk tidur di pinggir jalan dan bertanya pada penduduk desa jika matahari sudah terbit.Baru saja ingin mencari tempat yang lebih aman, tiba-tiba perut Xi berbunyi. Ia merintih saat merasakan perutnya yang perih. Tubuhnya mulai mengeluarkan keringat dingin. Xi baru ingat kalau hari ini perutnya masih kosong saat memakan sepiring machi yang pedas dan asam. Sang Kakak sudah berkali-kali memperingatkannya kalau ia tak boleh memakan machi dalam keadaan perut kosong. Inilah akibatnya jika ia tak menurut.“Ugh, Kak Rhein.” Xi kembali teringat akan kakaknya itu. Ia ingin segera pulang. Ia sudah tak peduli lagi siapa pun orang tua kandungnya. Yang ia inginkan hanyalah bersama sang kakak dan menjalani kehidupan seperti biasa.Xi berjalan tertatih sambil memegangi perutnya. Ia sudah tidak tahan lagi. Tubuhnya terasa sangat lemas dan sulit digerakkan.“Woaa! Coba lihat, siapa yang ada di sini?” Tiga pria yang sedang mabuk tiba-tiba muncul dan menghampiri Xi.“Astaga, bukankah ini Nona Xiriu? Bidadari angkuh dari desa Venville itu?” ucap salah satu temannya sambil menatap Xi lekat-lekat.Xi merasa semakin mual. Bau alkohol yang keluar dari mulut mereka membuat perutnya terasa diaduk. Ingin rasanya ia mengeluarkan semua isi perutnya di depan para pria pemabuk itu, tapi ia masih menahannya.“Menyingkirlah, aku sedang tak ingin meladeni manusia tak berguna seperti kalian,” ucap Xi sambil terus berjalan.“Oh, ya ampun. Ternyata mulutnya masih pedas seperti biasanya. Tapi kali ini kami tak akan melepaskanmu, Nona!”Lelaki itu tertawa sambil bertepuk tangan memberi kode. Kali ini tak kurang dari lima belas orang muncul dari berbagai arah. Xi mengernyitkan dahinya. Dalam kondisinya yang seperti ini, apa ia bisa melawan mereka semua?Apa yang dikhawatirkan Xi benar-benar terjadi. Karena menahan sakit dan tak dapat berkonsentrasi, ia pun tak bisa melawan kekuatan para pria dewasa itu. Ia benar-benar tak berdaya saat salah satu dari mereka membopong dan membawanya ke sebuah gubuk kosong.“Apa yang kalian lakukan? Cepat lepaskan aku, atau kalian akan berhadapan dengan keluarga Lacklan!”“Hahaha, apa kau pikir kami akan takut, Nona? Semua orang sudah tahu kalau beberapa hari lalu keluarga Lacklan semua mati dihabisi perampok. Lalu, apalagi yang harus kami takutkan?”Perampok? Xi mengerutkan dahinya saat mendengar hal itu. Jelas-jelas Kepala Desa mengatakannya sendiri kalau itu adalah ulah Ratu Iblis. Namun kenapa mereka malah mengatakan kalau itu ulah perampok?“Sudahlah, Nona. Kau tak perlu banyak beralasan lagi. Jika kau mau menurut, kami akan melayanimu dengan lembut.”“Kalian sudah gila! Aku ini laki-laki, jadi menyingkirlah!” Xi berusaha melawan dan mendorong salah satu lelaki yang mendekatinya.“Hahaha, omong kosong apa yang kau bicarakan, Nona? Mana mungkin bidadari secantik dirimu itu laki-laki?”“Aku tidak bercanda, cepat lepaskan aku!”Alih-alih mendengar, pria itu justru memerintahkan anak buahnya untuk menahan kedua tangan dan kaki Xi. Tatapan liarnya melucuti seluruh tubuh anak malang itu. Xi terus memberontak. Walau perutnya terasa semakin sakit, ia sama sekali tak berniat untuk membiarkan dirinya dimakan serigala yang kelaparan ini.“Semakin melawan, kau terlihat semakin menantang. Astaga, sebenarnya terbuat dari apa kulit putih mulusmu ini?” ucap sang ketua kawanan sambil menyentuh wajah Xi.“Hentikan! Aku bilang hentikan!”Xi kembali meronta saat pria itu mulai merobek paksa pakaiannya. Kepalanya semakin terasa pening dengan napas yang memburu. Beberapa detik kemudian, pandangannya menggelap dan ia pun tak sadarkan diri.***Aroma obat-obatan mengusik indra penciuman Xi. Perlahan ia membuka kelopak mata dan mendapati seorang gadis cantik memandanginya dengan jarak yang sangat dekat. Xi terdiam, menatap balik tanpa berkedip tepat ke dalam bola mata gadis itu.“Kau sangat tidak sopan, Tuan Muda. Bagaimana bisa kau melihat gadis dengan tatapan seperti itu?” rajuk gadis itu tersenyum malu-malu.Xi masih diam lalu mengerjap dua kali.“Apa kau tidak ingin bertanya, ‘aku di mana?’ atau ‘kau siapa?’. Biasanya orang yang baru siuman mengatakan hal itu, bukan?” celoteh sang gadis sambil mengerucutkan bibirnya.Dahi Xi berkerut. Gadis ini benar, di mana aku saat ini? Mengapa Kak Rhein tak ada di sisiku saat aku bangun? Memori Xi berputar cepat dan langsung teringat akan kejadian malam itu. Wajahnya kembali pias.“Tenanglah, para lelaki berengsek itu sudah kubunuh malam itu juga. Kau tak perlu mengkhawatirkan mereka lagi,” jelas sang gadis dengan santai.Xi kembali diam dengan wajah kebingungan.“Malam itu, aku kebetulan sedang melintas dan melihat para lelaki busuk itu sedang ….” Gadis itu berdeham pelan lalu melanjutkan kembali kata-katanya, “aku hanya tak suka dengan perbuatan bejat mereka. Untung saja aku datang tepat waktu.”Xi meremas kuat selimut yang menutupi tubuhnya. Ada yang harus ia tanyakan pada gadis ini untuk memastikan satu hal.“Nona, a-apa saat itu ada noda darah?” Xi bertanya dengan wajah bersemu merah. Menurut buku yang ia baca, seseorang akan kehilangan kesuciannya saat lelaki lain menyentuhnya dan meninggalkan noda darah. Ia tak mengerti mengapa bisa ada noda darah, karena buku yang ia baca tak menjelaskannya secara detail.“Ya, ada banyak darah saat itu,” ujar sang gadis ringan.Xi terkesiap. Tubuhnya melemas. Air mata perlahan turun di pipinya. Ia sudah tak suci lagi. Bagaimana ia akan bertemu Kak Rhein nanti?Di saat Xi sibuk dengan pikirannya sendiri, gadis itu hanya sedikit memiringkan kepalanya—menatap Xi keheranan.Mengapa anak ini justru bersedih? Tentu saja akan ada banyak darah saat aku membunuh mereka, bukan? Aku datang tepat waktu sebelum mereka menyentuhnya. Jadi, seharusnya ia bersyukur bukan bersedih seperti ini!***Xi dan Asheera menunggu dengan cemas di atas. Jarak antara tepi jurang dengan goa di bawah sana tidaklah begitu jauh. Jadi kenapa Kai lama sekali? Apa dia menemui masalah?"Tuan Muda Xi, sebaiknya aku ikut turun ke bawah. Pemuda bodoh itu memang tidak bisa diandalkan!" gerutu Asheera sambil mengambil sulur yang masih menjuntai di tepi jurang."Baiklah, kita juga tidak bisa menunggu terlalu lama. Perasaanku sangat tidak enak dengan badai ini," ujar Xi mengiyakan.Asheera sekali lagi menengok ke bawah untuk memastikan ada atau tidak adanya kode dari Kai. Setelah ia yakin kalau teman seperjalanannya itu tak memberikan jejak apa-apa, ia pun menghela napas, "Ah, benar-benar payah!""Tuan Muda, aku akan ...."Kata-kata Asheera terhenti di tenggorokan. Tepat di belakang Xi, sesuatu yang mirip kuncup bunga muncul dari permukaan es. Benda itu perlahan membesar dan terus membesar.Xi yang menyadari keanehan Asheera ikut menoleh ke belakang. Ia sangat terkejut melihat benda aneh yang menyerupai
"Kita akan selamat. Di bawah sana ada tempat berlindung."Wajah Xi terlihat begitu bersemangat ketika mengatakan hal itu. Matanya yang bulat berbinar indah bagai bintang di langit. Wajah seputih giok terlihat kontras dengan bibir plumnya yang merekah. Embusan angin membuat rambut hitamnya berkibar. Sesaat, Tuan Muda Kai hampir lupa untuk bernapas karena pemandangan indah di depannya.Sementara itu Asheera hanya bisa menggelengkan kepala. Kata orang, seindah apapun sesuatu, jika dipandang terus menerus setiap hari pasti akan ada masanya menjadi bosan. Namun nyatanya itu tidak berlaku untuk Xi. Sesering apapun Asheera memandangnya, wajah anak lelaki yang belum dewasa itu tetap saja memesona. Ia tak pernah bosan memandangnya walau dalam wajah cemberut sekalipun. "Mengapa kalian malah melamun?" tegur Xi dengan dahi berkerut."Ah, bukan apa-apa," ujar Asheera membuyarkan lamunanya. "Ngomong-ngomong, bagaimana cara kita ke sana?" tanya Asheera sambil menengok ke bawah jurang sana. Yang dik
Sejauh mata memandang, hamparan es dan salju menutupi seluruh permukaan tanah. Tak ada pepohonan yang hijau apalagi suara nyanyian burung yang riang. Padahal ini sudah memasuki pertegahan musim semi.Xi menggosokkan kedua tangan, lalu meniup-niupinya untuk mengurangi rasa dingin. Benar kata Asheera, tempat ini tidak biasa. Hawa dingin yang dirasakan begitu padat dengan energi negatif. Pantas saja tidak ada orang yang berani memasuki tempat ini."Apa kau baik-baik saja, Tuan Muda?" tanya Asheera merapatkan mantelnya.Xi mengangguk. Uap napasnya mengepul keluar saat ia mengatakan "Ya". Beruntung sebelum memasuki kawasan ini Asheera sudah mempersiapkan beberapa keperluan seperti baju musim dingin dan mantel tebal. Jika tidak, mungkin nasib mereka akan sama dengan nasib pemuda yang bersikeras mengikuti mereka diam-diam tanpa persiapan apapun."Tuan Muda Kai, apa kau yakin akan melanjutkan perjalanan bersama kami? Aku tidak tahu seperti apa medan di depan sana. Dan aku khawatir kau akan ma
Melihat siapa yang datang, Nona Marry langsung berdiri dan memberi hormat kepada tamunya."Tuan Guo, maaf kalau kami tidak menyambut di depan. Ini ..." Pria paruh baya itu melambaikan tangannya lalu duduk tepat di depan Xi. Dia terllihat sangat tertarik dengan dua orang yang akhir-akhir ini jadi pembicaraan karena berhasil membunuh dua iblis terkuat di Kota Elven.Awalnya Tuan Guo pikir mereka adalah dua orang pemuda tangguh. Namun siapa sangka kalau dua pemburu ini adalah wanita-wanita cantik dengan karakter unik."Maaf kalau kedatanganku mengganggu pembicaraan kalian," ujar Tuan Guo tersenyum sopan."Tidak, tidak, Anda sama sekali tidak mengganggu," kata Asheera melambaikan tangan dengan gugup. "Karena urusan kami sudah selesai, kami akan undur diri. Kalian bisa berdiskusi dengan tenang tanpa gangguan."Saat Asheera mengambil semua uangnya dan ingin menarik tangan Xi, Tuan Guo berdeham dan seluruh jalan keluar pun ditutup oleh penjaga yang mengawalnya."Tuan, apa maksudnya ini?" Xi
Konon, seribu tahun yang lalu terjadi kekacauan di Benua Erstle. Para Dewa yang seharusnya menjaga dan melindungi benua itu justru berselisih. Mereka saling bertempur untuk menentukan siapa yang paling kuat di antara mereka.Akibat dari pertempuran itu, keseimbangan energi di dunia menjadi kacau. Energi positif yang berfungsi sebagai pelindung terserap habis karena digunakan oleh para dewa. Sementara energi kegelapan terus bertambah akibat residu dari pertempuran para dewa.Yin dan Yang, seharusnya energi itu seimbang agar tidak menimbulkan kekacauan. Namun, energi kegelapan yang semula tersegel akhirnya meledak dan menyebar ke dunia manusia. Akibatnya, setiap makhluk yang tersentuh energi itu akan berubah menjadi iblis dengan kekuatan yang mengerikan. Dewa Kegelapan yang bertugas mengontrol energi mengerikan itu tak dapat berbuat apa-apa. Walau ia memiliki kemampuan untuk memurnikan energi kegelapan, namun sudah terlambat baginya untuk menyerap energi yang sudah tersebar luas.Hingg
"Tuan Muda Xi, awas!" Asheera berteriak memperingatkan ketika serigala itu menyerang.Xi yang memang sudah waspada melompat di udara sambil menendang tubuh lawannya. Dengan lincah ia mengayunkan tubuhnya dan menebas tungkai kanan yang disusul tungkai kiri si serigala. Kini si manusia serigala pun berubah menjadi tongkat serigala."Dasar manusia keji! Bunuh aku jika kau berani!" teriak serigala itu putus asa.Xi mengangguk mengerti. Dengan cepat ia menusuk jantung serigala itu sampai menembus ke punggung. Serigala itu kembali melolong. Namun kali ini lolongannya terdengar begitu memilukan sebelum tubuhnya tumbang di atas tanah.Asheera melihat jelas mahakarya Xi, lalu menggeleng. "Tuan Muda, bagaimana bisa kau membunuh iblis dengan memutilasinya?"Xi mengerutkan dahinya lalu balik bertanya, "Apa ada ketentuan khusus untuk membunuh iblis?""Ah, itu ..."Belum sempat Asheera menjawab, ia kembali diserang oleh sisa-sisa manusia serigala yang masih hidup. Mereka terlihat sangat marah karen
Matahari sudah mulai tenggelam saat Xi dan Asheera tiba di kaki gunung Dafa. Kali ini Asheera memakai baju yang lebih simple, yaitu rok pendek dengan atasan berwarna ungu. Selain itu dia juga mengenakan jubah yang senada dan ikat pinggang berwarna emas. Berbeda dengan Xi, anak itu memakai celana panjang dan tunik berwarna biru gelap dengan keliman perak. Walau itu masih jenis pakaian wanita, namun modelnya tidak terlalu feminin hingga cocok untuk dipakai siapa saja.Untuk mempermudah pergerakan, kali ini Xi juga mengikat rambutnya menjadi ekor kuda dengan pita merah. Di pinggangnya tergantung sebilah pedang dengan ukiran teratai yang terlihat cukup ringan untuk digunakan."Apa benar di sini tempatnya?" tanya Xi saat mereka mulai memasuki kawasan hutan."Benar, misi kali ini tidak terlalu sulit. Kita hanya diminta untuk membunuh sekawanan iblis serigala yang suka menyerang penduduk saat bulan purnama," jawab Asheera tenang.Xi mengangguk puas. Baginya, membunuh sekawanan serigala jauh
Sepasang pedang kembar dengan sinar ungu muncul di udara. Asheera tersenyum miring. Sebenarnya ia tak ingin mengeluarkan senjata jiwanya secepat ini, namun keadaan saat ini tidak memungkinkan untuk bertarung dengan tangan kosong.Xi tak terkejut saat Asheera mengeluarkan sepasang pedang yang tak biasa itu. Dalam hati ia sudah memiliki gambaran sekilas kalau Asheera bukan gadis yang sederhana. Walau identitas Asheera tidak jelas, selama gadis itu bersedia membantu dan menemaninya dari krisis ini, Xi rasa untuk yang lainnya itu bukanlah masalah besar.Berbeda dengan Xi, Tuan Muda Kai terlihat sangat kagum dengan sepasang pedang milik Asheera. Seumur hidup, baru kali ini ia melihat seseorang mengeluarkan senjata jiwa secara langsung. Padahal menurut buku pengetahuan yang pernah dibacanya, tak sembarang orang bisa mengeluarkan senjata jiwa. Satu dari seribu, itulah persentase para pengguna sihir yang dapat memanggil senjata jiwa milik mereka."Ka-kalian adalah ...." Madam Shu yang sejak t
"Oh, bintang utama kita sudah sadar rupanya."Pintu dibuka. Seorang wanita paruh baya masuk membawa sebatang lilin yang menerangi seluruh ruangan. Kini Xi bisa melihat jelas. Jika saat ini tubuhnya diikat di sebuah tiang, maka tubuh Asheera dan dan Tuan Muda Kai digantung terbalik pada tiang penyangga. Ah, pantas saja sejak tadi Xi hanya bisa mendengar suara kedua orang itu tanpa bisa melihat keberadaannya. Ternyata mereka sedang melayang di udara."Madam Shu, senang berjumpa denganmu lagi," ujar Xi sopan sambil menundukkan kepalanya sedikit."Benar-benar anak yang menarik. Di saat semua sandera berteriak dan minta dibebaskan, kau malah masih bisa bersikap sopan," puji Madam Shu sambil menyalakan lampu yang berada di pojok ruangan."Jika aku berteriak dan minta dibebaskan, apa kau akan melakukannya?" tanya Xi retoris.Madam Shu tertawa dan berjalan mendekati Xi. Dia kemudian berjongkok dan menatap Xi lekat-lekat."Kau sangat pintar, setidaknya bocah sepertimu lebih paham situasi darip