Malam semakin dingin, tapi Xi masih berada di atas rumah pohon itu bersama Aiden. Setelah beberapa kali keluar-masuk kamar mandi, akhirnya Aiden kelelahan dan tertidur di samping Xi. Wajah pemuda itu terlihat sangat pucat. Jika saja Xi tak memberikannya pil hitam untuk obat pencernaan, mungkin saat ini Aiden sudah terkapar lemas di kamar mandi.
Langit terlihat lebih muram malam ini. Bintang-bintang enggan bekerlip, sementara bulan yang seharusnya purnama lebih memilih sembunyi di balik awan. Xi hanya berharap kalau malam ini tak akan terjadi badai lagi.“Bagaimana keadaan Tuan Muda Xiriu?”Sebuah suara membuyarkan lamunan Xi. Hati-hati ia pun menengok ke bawah. Tuan Reamus dan Kakak. Apa mereka baru pulang? Kenapa mereka mengobrol di tempat seperti ini?“Sepertinya ia sudah jauh lebih baik. Terima kasih untuk Tuan Muda Aiden yang sudah bersusah payah menghiburnya.” Rhein tersenyum sopan sambil sedikit membungkuk untuk berterima kasih.“Hahaha, anak itu memang suka bertindak seenaknya. Kuharap Tuan Muda Xi tak menaruh dendam setelah kejadian itu.”Rhein tersenyum, lalu menggeleng pelan. “Tentu saja tidak. Kurasa mereka akan menjadi teman baik di kemudian hari.”“Itu akan menjadi suatu kehormatan untuk putraku,” ujar sang Kepala Desa sambil kembali tertawa.“Lalu, bagaimana hasil penyelidikannya?”Tuan Reamus menghentikan tawanya lalu mengawasi sekitar—memastikan tak ada penguping di sekitarnya. “Mereka utusan Ratu Iblis Azura. Sepertinya pelindung pertahanan desa ini mulai melemah sehingga mereka dapat mendeteksi kekuatan Tuan Muda saat menyembuhkan Anda.”Xi tercekat. Jadi, semua ini salahnya? Andai ia mendengarkan perkataan Rhein dan tidak menggunakan kekuatannya waktu itu, tentu saat ini keluarganya akan baik-baik saja.“Nasi sudah menjadi bubur, lalu apa tindakan Anda selanjutnya? Apa Anda akan mengatakan semuanya pada Tuan Muda dan membawanya ke Erstle Academy?” tanya sang epala desa.“Tidak, Erstle Academy sangat berbahaya saat ini. Dan aku tak mau jika Xi tahu jati diri yang sebenarnya kalau ia bukan putra dari keluarga Lacklan.”Sebuah ranting tiba-tiba terjatuh di antara dua orang yang sedang mengobrol itu. Rhein mendongak. Dilihatnya Xi yang membeku bersama Aiden yang memasang wajah memelas ada di atas sana. Sepertinya Aiden sengaja menjatuhkan ranting itu untuk memberitahukan bahwa Xi mendengar pembicaraan mereka.Tanpa menunggu Rhein membuka suara, Xi langsung melompat turun. “Aku minta penjelasan,” ucapnya datar.Rhein berusaha bersikap tenang, “Penjelasan? Bukankah seharusnya aku yang minta penjelasan? Mengapa kau masih berada di luar malam-malam?”“Aku sudah mendengar semuanya. Apa benar kalau aku … aku bukan ....” Ada getaran dalam suara Xi. Ia sama sekali tak memedulikan Rhein yang berusaha mengalihkan perhatiannya. Ia hanya ingin penjelasan.Rhein menghela napas, lalu mengangguk pelan. “Ya.”Katakan kalau apa yang didengarnya adalah bohong. Xi tidak percaya dan tidak mau percaya. Kakaknya itu hanya bercanda, bukan? Lama menunggu sang kakak mengatakan, “Aku hanya bercanda”, tetapi Xi tak juga mendapatkannya. Ia hanya mendapati wajah sedih sang kakak yang diliputi penyesalan.“Tuan Muda Xi, dengarkan dulu.” Tuan Reamus ikut bicara. “Anda jangan salah paham. Anda memang bukan anak dari keluarga Lacklan, tapi bukan berarti Anda anak yang dibuang oleh orangtuanya.”Xi mengerutkan dahi.“Dengar, orangtua Anda memang menitipkan Anda kepada keluarga Lacklan, tapi mereka bukan membuangmu. Keluarga Lacklan hanya berusaha merawatmu dengan baik sesuai perintah.”Rhein menepuk dahinya frustrasi. Orang tua ini ... ah, perkataannya hanya akan memperburuk keadaan. Mengatakan kalau merawat Xi adalah “perintah” adalah pilihan kata yang buruk. Xi paling benci ketidaktulusan.Xi tersenyum getir, “Oh, jadi seperti itu.”Rhein kembali menatap adiknya yang masih berusaha tenang.“Pantas saja Ayah dan Ibu memperlakukanku berbeda. Apa itu karena aku adalah anak titipan yang harus dirawat dengan baik?” Xi tertawa. Tawa yang penuh dengan kepedihan. Tak pernah sekali pun ia memikirkan akan hal ini sebelumnya. Jadi dia bukan anak kandung?“Kau telah membohongiku, Kak. Kau, juga Ayah dan Ibu!” Xi terdiam, lalu tersenyum kecut. “Tidak, bukan Ayah dan Ibu, dari awal aku seharusnya memanggil mereka TUAN DAN NYONYA LACKLAN!"Xi membalikkan badan, lalu berlari kencang. Tetesan bening mengalir deras di pipi putihnya. Ia tak menghiraukan teriakan orang-orang di belakangnya. Yang ia inginkan saat ini hanyalah sendiri dan menjauh dari segalanya. Hatinya belum siap. Ia benar-benar tak siap untuk menerima semua kenyataan ini.***"Apa kau tak ingin mengejarnya?" tanya Tuan Reamus hati-hati saat Rhein masih diam mematung di tempatnya.Rhein menggeleng, namun matanya tak juga beranjak ke arah Xi berlari tadi. Saat ini hatinya benar-benar gusar. Walau ia sadar cepat atau lambat Xi akan mengetahui rahasia ini, tapi apa sekarang waktu yang tepat?"Biarkan Xi menenangkan dirinya dulu," ucap Aiden yang sejak tadi hanya terdiam. "Dia butuh waktu untuk sendiri. Jika dia sudah tenang, aku yakin dia akan kembali.Dalam diam Rhein membenarkan perkataan Aiden. Informasi sebesar ini memang mengejutkan. Siapa pun akan sulit menerima jika orang-orang yang selama ini begitu menyayanginya ternyata telah menyembunyikan kebohongan besar.Walau begitu, Rhein masih merasa tidak tenang. Sepertinya ia melupakan sesuatu yang penting dalam hal ini. Tapi apa?***Xi dan Asheera menunggu dengan cemas di atas. Jarak antara tepi jurang dengan goa di bawah sana tidaklah begitu jauh. Jadi kenapa Kai lama sekali? Apa dia menemui masalah?"Tuan Muda Xi, sebaiknya aku ikut turun ke bawah. Pemuda bodoh itu memang tidak bisa diandalkan!" gerutu Asheera sambil mengambil sulur yang masih menjuntai di tepi jurang."Baiklah, kita juga tidak bisa menunggu terlalu lama. Perasaanku sangat tidak enak dengan badai ini," ujar Xi mengiyakan.Asheera sekali lagi menengok ke bawah untuk memastikan ada atau tidak adanya kode dari Kai. Setelah ia yakin kalau teman seperjalanannya itu tak memberikan jejak apa-apa, ia pun menghela napas, "Ah, benar-benar payah!""Tuan Muda, aku akan ...."Kata-kata Asheera terhenti di tenggorokan. Tepat di belakang Xi, sesuatu yang mirip kuncup bunga muncul dari permukaan es. Benda itu perlahan membesar dan terus membesar.Xi yang menyadari keanehan Asheera ikut menoleh ke belakang. Ia sangat terkejut melihat benda aneh yang menyerupai
"Kita akan selamat. Di bawah sana ada tempat berlindung."Wajah Xi terlihat begitu bersemangat ketika mengatakan hal itu. Matanya yang bulat berbinar indah bagai bintang di langit. Wajah seputih giok terlihat kontras dengan bibir plumnya yang merekah. Embusan angin membuat rambut hitamnya berkibar. Sesaat, Tuan Muda Kai hampir lupa untuk bernapas karena pemandangan indah di depannya.Sementara itu Asheera hanya bisa menggelengkan kepala. Kata orang, seindah apapun sesuatu, jika dipandang terus menerus setiap hari pasti akan ada masanya menjadi bosan. Namun nyatanya itu tidak berlaku untuk Xi. Sesering apapun Asheera memandangnya, wajah anak lelaki yang belum dewasa itu tetap saja memesona. Ia tak pernah bosan memandangnya walau dalam wajah cemberut sekalipun. "Mengapa kalian malah melamun?" tegur Xi dengan dahi berkerut."Ah, bukan apa-apa," ujar Asheera membuyarkan lamunanya. "Ngomong-ngomong, bagaimana cara kita ke sana?" tanya Asheera sambil menengok ke bawah jurang sana. Yang dik
Sejauh mata memandang, hamparan es dan salju menutupi seluruh permukaan tanah. Tak ada pepohonan yang hijau apalagi suara nyanyian burung yang riang. Padahal ini sudah memasuki pertegahan musim semi.Xi menggosokkan kedua tangan, lalu meniup-niupinya untuk mengurangi rasa dingin. Benar kata Asheera, tempat ini tidak biasa. Hawa dingin yang dirasakan begitu padat dengan energi negatif. Pantas saja tidak ada orang yang berani memasuki tempat ini."Apa kau baik-baik saja, Tuan Muda?" tanya Asheera merapatkan mantelnya.Xi mengangguk. Uap napasnya mengepul keluar saat ia mengatakan "Ya". Beruntung sebelum memasuki kawasan ini Asheera sudah mempersiapkan beberapa keperluan seperti baju musim dingin dan mantel tebal. Jika tidak, mungkin nasib mereka akan sama dengan nasib pemuda yang bersikeras mengikuti mereka diam-diam tanpa persiapan apapun."Tuan Muda Kai, apa kau yakin akan melanjutkan perjalanan bersama kami? Aku tidak tahu seperti apa medan di depan sana. Dan aku khawatir kau akan ma
Melihat siapa yang datang, Nona Marry langsung berdiri dan memberi hormat kepada tamunya."Tuan Guo, maaf kalau kami tidak menyambut di depan. Ini ..." Pria paruh baya itu melambaikan tangannya lalu duduk tepat di depan Xi. Dia terllihat sangat tertarik dengan dua orang yang akhir-akhir ini jadi pembicaraan karena berhasil membunuh dua iblis terkuat di Kota Elven.Awalnya Tuan Guo pikir mereka adalah dua orang pemuda tangguh. Namun siapa sangka kalau dua pemburu ini adalah wanita-wanita cantik dengan karakter unik."Maaf kalau kedatanganku mengganggu pembicaraan kalian," ujar Tuan Guo tersenyum sopan."Tidak, tidak, Anda sama sekali tidak mengganggu," kata Asheera melambaikan tangan dengan gugup. "Karena urusan kami sudah selesai, kami akan undur diri. Kalian bisa berdiskusi dengan tenang tanpa gangguan."Saat Asheera mengambil semua uangnya dan ingin menarik tangan Xi, Tuan Guo berdeham dan seluruh jalan keluar pun ditutup oleh penjaga yang mengawalnya."Tuan, apa maksudnya ini?" Xi
Konon, seribu tahun yang lalu terjadi kekacauan di Benua Erstle. Para Dewa yang seharusnya menjaga dan melindungi benua itu justru berselisih. Mereka saling bertempur untuk menentukan siapa yang paling kuat di antara mereka.Akibat dari pertempuran itu, keseimbangan energi di dunia menjadi kacau. Energi positif yang berfungsi sebagai pelindung terserap habis karena digunakan oleh para dewa. Sementara energi kegelapan terus bertambah akibat residu dari pertempuran para dewa.Yin dan Yang, seharusnya energi itu seimbang agar tidak menimbulkan kekacauan. Namun, energi kegelapan yang semula tersegel akhirnya meledak dan menyebar ke dunia manusia. Akibatnya, setiap makhluk yang tersentuh energi itu akan berubah menjadi iblis dengan kekuatan yang mengerikan. Dewa Kegelapan yang bertugas mengontrol energi mengerikan itu tak dapat berbuat apa-apa. Walau ia memiliki kemampuan untuk memurnikan energi kegelapan, namun sudah terlambat baginya untuk menyerap energi yang sudah tersebar luas.Hingg
"Tuan Muda Xi, awas!" Asheera berteriak memperingatkan ketika serigala itu menyerang.Xi yang memang sudah waspada melompat di udara sambil menendang tubuh lawannya. Dengan lincah ia mengayunkan tubuhnya dan menebas tungkai kanan yang disusul tungkai kiri si serigala. Kini si manusia serigala pun berubah menjadi tongkat serigala."Dasar manusia keji! Bunuh aku jika kau berani!" teriak serigala itu putus asa.Xi mengangguk mengerti. Dengan cepat ia menusuk jantung serigala itu sampai menembus ke punggung. Serigala itu kembali melolong. Namun kali ini lolongannya terdengar begitu memilukan sebelum tubuhnya tumbang di atas tanah.Asheera melihat jelas mahakarya Xi, lalu menggeleng. "Tuan Muda, bagaimana bisa kau membunuh iblis dengan memutilasinya?"Xi mengerutkan dahinya lalu balik bertanya, "Apa ada ketentuan khusus untuk membunuh iblis?""Ah, itu ..."Belum sempat Asheera menjawab, ia kembali diserang oleh sisa-sisa manusia serigala yang masih hidup. Mereka terlihat sangat marah karen
Matahari sudah mulai tenggelam saat Xi dan Asheera tiba di kaki gunung Dafa. Kali ini Asheera memakai baju yang lebih simple, yaitu rok pendek dengan atasan berwarna ungu. Selain itu dia juga mengenakan jubah yang senada dan ikat pinggang berwarna emas. Berbeda dengan Xi, anak itu memakai celana panjang dan tunik berwarna biru gelap dengan keliman perak. Walau itu masih jenis pakaian wanita, namun modelnya tidak terlalu feminin hingga cocok untuk dipakai siapa saja.Untuk mempermudah pergerakan, kali ini Xi juga mengikat rambutnya menjadi ekor kuda dengan pita merah. Di pinggangnya tergantung sebilah pedang dengan ukiran teratai yang terlihat cukup ringan untuk digunakan."Apa benar di sini tempatnya?" tanya Xi saat mereka mulai memasuki kawasan hutan."Benar, misi kali ini tidak terlalu sulit. Kita hanya diminta untuk membunuh sekawanan iblis serigala yang suka menyerang penduduk saat bulan purnama," jawab Asheera tenang.Xi mengangguk puas. Baginya, membunuh sekawanan serigala jauh
Sepasang pedang kembar dengan sinar ungu muncul di udara. Asheera tersenyum miring. Sebenarnya ia tak ingin mengeluarkan senjata jiwanya secepat ini, namun keadaan saat ini tidak memungkinkan untuk bertarung dengan tangan kosong.Xi tak terkejut saat Asheera mengeluarkan sepasang pedang yang tak biasa itu. Dalam hati ia sudah memiliki gambaran sekilas kalau Asheera bukan gadis yang sederhana. Walau identitas Asheera tidak jelas, selama gadis itu bersedia membantu dan menemaninya dari krisis ini, Xi rasa untuk yang lainnya itu bukanlah masalah besar.Berbeda dengan Xi, Tuan Muda Kai terlihat sangat kagum dengan sepasang pedang milik Asheera. Seumur hidup, baru kali ini ia melihat seseorang mengeluarkan senjata jiwa secara langsung. Padahal menurut buku pengetahuan yang pernah dibacanya, tak sembarang orang bisa mengeluarkan senjata jiwa. Satu dari seribu, itulah persentase para pengguna sihir yang dapat memanggil senjata jiwa milik mereka."Ka-kalian adalah ...." Madam Shu yang sejak t
"Oh, bintang utama kita sudah sadar rupanya."Pintu dibuka. Seorang wanita paruh baya masuk membawa sebatang lilin yang menerangi seluruh ruangan. Kini Xi bisa melihat jelas. Jika saat ini tubuhnya diikat di sebuah tiang, maka tubuh Asheera dan dan Tuan Muda Kai digantung terbalik pada tiang penyangga. Ah, pantas saja sejak tadi Xi hanya bisa mendengar suara kedua orang itu tanpa bisa melihat keberadaannya. Ternyata mereka sedang melayang di udara."Madam Shu, senang berjumpa denganmu lagi," ujar Xi sopan sambil menundukkan kepalanya sedikit."Benar-benar anak yang menarik. Di saat semua sandera berteriak dan minta dibebaskan, kau malah masih bisa bersikap sopan," puji Madam Shu sambil menyalakan lampu yang berada di pojok ruangan."Jika aku berteriak dan minta dibebaskan, apa kau akan melakukannya?" tanya Xi retoris.Madam Shu tertawa dan berjalan mendekati Xi. Dia kemudian berjongkok dan menatap Xi lekat-lekat."Kau sangat pintar, setidaknya bocah sepertimu lebih paham situasi darip