Hutan ilusi ialah tempat terkuburnya para siluman yang merasakan penderitaan selama hidupnya, tempat itu dijadikan sebagai tempat terakhir mereka yang sudah tidak ingin menjalani hidup sebagai siluman.
Banyak hal yang menyebabkan siluman tidak lagi ingin hidup, salah satunya ialah penindasan yang dilakukan siluman tingkat tinggi. Mereka yang berada di hutan ilusi akan mendapatkan kebahagian sesaat yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya.
Sebagai gantinya jiwa mereka akan dimakan oleh penguasa hutan ilusi yang dikuasasi oleh 2 siluman akar . Siluman akar termasuk salah satu siluman tinggkat tinggi yang dapat berubah bentuk sesuai selera mereka.
Ketika memasuki hutan ilusi Lengkukup merasakan ada yang aneh ditempat itu, sekilas tempat itu tidak asing baginya, ada begitu banyak orang, serta keramaian yang sangat akrab bagi Lengkukup.
“Benarkah aku telah kembali…” batin Lengkukup.
Kencana semakin waspada menyadari Lengkukup kini benar-benar kehilangan kendali dirinya, dengan cepat Kencana mempersiapkan diri dengan segel kutukan ditangannya, akan tetapi gerakan Kencana tidak begitu cepat sehingga dapat dibaca dengan mudah oleh Manggala. Dengan secepat kilat Manggala menangkap leher Kencana tanpa bisa menghindari terlebih dahulu. Manggala kemudian berkata, “Belum saatnya!!”. Kencana berusaha melepaskan diri dengan menggunakan segel kutukan yang membuat Manggala tersenyum sebelum hilang dan kembali pada diri Lengkukup. Kencana sempat berfikir kenapa Manggala tidak membunuh dirinya namun pikiran itu segera ditepis oleh Kencana yang merasa itu tidaklah penting. Kencana Emas memijat lehernya beberapa kali, yang masih terasa sakit karena cengkraman yang begitu kuat melingkar dileher Kencana sebelumnya. “Jika terlambat sedikit saja, nyawaku bisa dalam ba
Lengkukup menatap Kencana penuh arti ketika mendengar nama Tetua Enjio, didalam pikiran Lengkukup mungkin Tetua Enjio adalah sosok yang sangat menarik dan dapat memberikannya pelajaran yang berarti. Namun Kencana seolah tidak setuju dan memilih mengakhiri ceritanya, melihat Lengkukup yang seolah merasa curiga. Karena merasa perjalanan sudah cukup jauh Kencana mengajak Lengkukup untuk mengisi perut mereka sebelum melanjutkan perjalanan kembali. “Kita akan beristirahat sejenak, tenaga adalah hal terpenting…” ucap Kencana. Lengkukup hanya bisa menyetujui, terlebih dia juga merasakan hal yang sama yaitu lapar. Untuk menghindari terik matahari Kencana memilih tempat yang sedikit teduh, tepat dibawah pohon yang cukup rindang. Kencana kemudian menyuruh Lengkukup untuk membuka bungkusan daun yang berisi daging silum yang sebelumnya mereka bawa. Sedangkan Kencana mengambil ranting kering untuk menyalakan api.
Mendengar ucapan dari Fines membuat Kencana mendapatkan informasi yang sangat berguna, terlebih mengenai keempat kaisar siluman yang masih-masing memegan potongan Kitab Surgawi. Tetapi masalahnya Kencana masih akan hidup atau tidak, dengan Fines yang masih mencoba membunu Kencana. Tidak hanya itu, masalah berikutnya ialah jika Kencana berhasil selamat tentu yang menjadi pokok utama adalah mengalahkan keempat kaisar siluman yang Kencana ketahui mereka sangat kuat. Kencana bahkan sempat melupakan keberadaan Lengkukup yang tidak tau entah berada dimana namun pikiran Kencana itu secepat mungkin ditepisnya melihat Fines yang sudah bergerak kearahnya. “Lambat…” ucapnya ketika menyerang Kencana. Melihat kecepatan Fines yang sangat lincah membuat Kencana mengambil tindakan dengan cara melompat kebelakang seraya menebaskan pedang pusaka miliknya, “Tebasan 7 Bintang…” Kencana memekik menggunakan tenaga
Sesaat sebelum Kencana menebaskan pedangnya dengan jurus Tebasan 7 Bintang, Fines merasa dapat mengatasi serangan itu dengan mudah, akan tetapi Fines sudah sangat keliru. Dirinya tidak menduga bahkan mata Fines sempat terbelalak ketika ratusan pedang angin mengarah tepat kearahnya. Fines sempat berdecak beberapa kali sebelum dirinya hendak menghindari serangan dari Kencana dengan cara melompat kesamping. Namun sesaat dirinya hendak melangkah, tiba-tiba Fines merasakan ada sesuatu yang aneh dengan dirinya yang tidak bisa bergerak. Rupanya serangan dari jurus Tapak Kencana memberikan luka dalam yang sangat berarti sehingga Fines terpaksa menerima ratusan pedang angin milik Kencana yang kini menghantam tubuhnya. “Keparat, tunggu pembalasanku mahluk rendahan…” Fines memekik, menandakan amarah yang sangat meluap. Suara ledakan menggema mengisi udara, dari jurus Kencana menimbulkan kepu
Mendengar ucapan siluman rubah yang menyebutkan tentang gurunya, membuat Lengkukup naik pitam, tawaran yang semula terlihat menarik kini berubah menjadi kemerahan yang meluap-luap. Lengkukup tidak ingin lagi mendengarkan ucapan siluman yang berada tepat didekatnya Karena merasa telah salah berucap siluman rubah ingin memperbaikinya dengan cara meminta maaf, akan tetapi sebelum kalimatnya selasai, Lengkukup memilih tindakan dengan cara memukul wajah siluman rubah yang berada didepannya. Meski siluman rubah itu seorang wanita, hal itu tidak membuat Lengkukup merasa peduli atau merasa iba sedikitpun. Setelah memberikan satu pukulan diwajah siluman rubah, Lengkukup berucap dengan nada yang tinggi, “Kau boleh menghinaku, tapi tidak dengan guruku…” ucap Lengkukup.”Aku pikir tawaranmu cukup menarik, ternyata tidak!” Lengkukup menambahkan. Karena merasa tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, Lengkukup meninggalkan si
Dilain sisi, siluman rubah sedang melihat dari kejauhan pertarungan yang dihadapi Lengkukup dengan Fines, meskipun seolah tidak peduli namun siluman rubah sempat beberapa kali melangkahkan kakinya ketika melihat Lengkukup kesulitan menghadapi Fines yang saat ini belum menyerang. Kencana bahkan kebingungan dengan tindakan Fines yang tidak ingin menghabisi mereka dengan cepat, mengingat kemampuan mereka yang terpaut jauh. Harapan satu-satunya bagi mereka untuk menghadapi Fines sekarang ialah Lengkukup seorang. Namun tiba-tiba langkah kaki Fines berubah, dirinya terlihat ingin mengabaikan Lengkukup dan menuju Kencana yang kini bertambah bingung. Dari arah berlawanan Kencana tersenyum menatap Fines seraya menghunuskan pedangnya kearah Fines berada, tindakan itu tidak lain karena Kencana merasa Fines akan membunuhnya lebih dulu. “Badai Menerpa!” Kencana berseru lantang ketika jarak mereka tinggal beberapa meter. Namun s
Ch.22 Sisi Gelap Yang Tersembunyi Fines melesat kearah Lengkukup dan memberikan sebuah serangan yang mematikan, akan tetapi semua serangan Fines dapat dibaca dengan mudah oleh Lengkukup. Fines menggigit bibirnya sendiri sehingga tampak berdarah, ketika sedang berhadapan dengan Lengkukup. Tiba-tiba Lengkukup bereaksi dengan menyerang kedua sayap Fines, menangkapnya, seolah Fines adalah seekor anak burung yang tengah belajar terbang. Fines terperanjat mendapati kedua maskotanya digenggam hanya menggunakan satu tangan Lengkukup saja. “Kalian para siluman, sudah sangat keterlaluan karena berani mempermainkanku.” Ucap Lengkukup dengan suara yang sangat mengerikan. Sebelum Fines sempat membuka mulut, Lengkukup lebih dulu bereaksi dengan mencabik-cabik sayap Fines sehingga membuatnya kesakitan dan mencoba untuk melepaskan diri. Namun semua usaha yang dilakukan Fines seolah sia-sia, kini dirinya tengah mengha
Melihat kedua siluman didepannya sudah tidak berdaya, Lengkukup yang saat ini dalam bentuk iblisnya tertawa lantang seolah menikmati detik detik kematian yang akan segera menjemput mereka. Tiba-tiba Fines ingin menangis, tetapi tidak mungkin dia lakukan didepan adiknya terlebih saat ini Lengkukup tertawa seolah mengejek. Fines sedikit mencoba meraih tangan adiknya dengan harapan bisa memegangnya untuk yang terakhir kali. Tidak jauh halnya dengan Conan yang saat ini pasrah menerima nasibnya sembari mencoba meraih tangan Fines yang masih terlalu jauh untuk ia genggam. Ketika jarak mereka tinggal beberapa meter, Lengkukup berniat menghabisi keduanya dengan satu serangan, Kencana dapat dengan jelas melihatnya dari balik bebatuan. “Maafkan aku…” gumam Fines. Namun takdir mungkin berkata lain, 2 detik tidak, 1 detik ketika Lengkukup akan memberikan serangan kematian, tiba-tiba gerakannya terkunci l