Share

3. Putri Walikota

Abinawa menggunakan seluruh tenaga dan staminanya untuk berlari sejauh mungkin berusaha menghindari kejaran dari kelompok Arga cs.

Fisik Abinawa yang sudah terlatih dengan baik, tentu ikut membantu dirinya untuk terus berlari tanpa henti. Abinawa sendiri memilih berlari ke arah Kota Bawana, salah satu kota terdekat dari Sekte Api dan Angin.

Jarak antara Kota Bawana dan Sekte Api dan Angin hanya memakan waktu 3 jam perjalanan menggunakan kuda. 

"Sepertinya mereka tidak lagi mengejarku." Abinawa mulai memelankan langkah kakinya dan mengatur nafasnya yang memburu.

Abinawa terus melangkahkan kakinya dengan berlahan menuju ke Kota Bawana tanpa perbekalan sedikitpun. Dia baru tiba di Kota Bawana tepat saat matahari terbenam di ufuk barat, hal itu tentu karena dia menemukan perjalanan dengan berjalan kaki.

Suasana Kota Bawana cukup indah. Meskipun terbilang sebuah kota kecil, akan tetapi Kota Bawana memiliki keindahan tersendiri, hingga membuat banyak pendekar, pedagang, hingga saudagar kaya mendatangi kota ini.

"Sangat indah, aku akan memulai perjalananku di sini ... "

Baru saja Abinawa hendak melangkahkan kakinya memasuki gerbang Kota Bawana, dua orang pria bersenjata langsung menghentikan langkah kakinya.

"Mohon maaf anak muda, jika kau hendak memasuki kawasan Kota Bawana, maka kau harus menunjukkan kartu identitasmu terlebih dahulu."

"Ini demi kebaikan kota, kau tahu bukan akhir-akhir ini banyak gerombolan perampok berkeliaran di sekitar kota."

Abinawa yang mendengar hal itu, tanpa terlalu banyak bertanya langsung memperlihatkan kartu identitasnya yang merupakan bagian dari Sekte Api dan Angin.

"Ah kau dari Sekte Api dan Angin, silahkan masuk tuan ... " 

Sikap prajurit itu langsung berubah drastis saat mengetahui Abinawa bagian dari Sekte Api dan Angin.

Abinawa hanya menanggapi perubahan sikap dua orang itu dengan senyuman kecil. Dia dengan segera saja melangkahkan kakinya memasuki Kota Bawana. Suasana kota terlihat sangat ramai, terlihat beberapa kereta kuda berhenti dan terparkir rapi di depan kedai makanan cepat saji dan penginapan. Dalam sekali lihat saja, Abinawa sudah dapat menebak jika kereta kuda itu merupakan milik para pedagang dan saudagar kaya.

"Suasana kota ini jauh lebih ramai dari terakhir kali aku berkunjung kemari ... " Gumam Abinawa.

Abinawa memang sudah beberapa kali mendatangai Kota Bawana, sekedar untuk menghibur dirinya dan melepas penat dari pembulian yang di lakukan oleh Arga cs.

Abinawa langsung bergegas melangkahkan kakinya menuju salah satu kedai kecil yang berada di ujung perempatan jalan, salah satu kedai langganan dirinya saat berkunjung ke Kota Bawana.

"Anak muda, kau kembali lagi setelah sekian lama menghilang ... " Wanita pemilik kedai itu menyambut kedatangan dari Abinawa.

"Aku pikir kau sudah lupa dengan kedai sederhanaku ini dan memilih mencari kedai lain yang lebih mewah." Lanjut wanita itu sembari mempersilahkan Abinawa untuk duduk.

Abinawa tersenyum, lantas berkata, "Ah tidak Nyonya, aku hanya sedang banyak urusan ... Ini pertama kali aku kembali ke kota ini, setelah pertemuan terakhir kita."

Wanita itu hanya tersenyum, sebelum melangkahkan kakinya ke belakang. Tidak lama setelah itu, wanita itu sudah kembali lengkap dengan nampan yang berisi satu teko teh, serta satu cangkir bambu.

"Silahkan tuan, sama seperti biasanya bukan, satu teko teh dan  satu potong ayam panggang ukuran jumbo."

"Nyonya selalu mengingatnya dengan sangat baik ... " Abinawa menyahuti perkataan dari wanita itu dengan di ikuti senyum yang tidak lepas di wajahnya.

Wanita itu yang mendengarnya hanya tertawa kecil, lantas undur diri untuk melayani tamu lainnya. Dia juga tidak lupa memberitahu jika nanti salah satu pelayannya akan menghantarkan ayam panggannnya.

Abinawa dengan segera langsung menikmati setiap tetes teh itu. Dia tampak begitu menikmati setiap tetes teh itu. Benar saja, tidak lama setelah itu seorang pelayan menghantarkan ayam panggang miliknya.

Tanpa berpikir terlalu lama, Abinawa langsung menyantap ayam panggang itu dengan lahap. Dalam waktu singkat satu ayam panggang ukuran jumbo habis dengan cepat.

"Akhh ... Seperti inilah hidup, jauh dari caci maki Arga dan yang lainnya ... " Abinawa menyadarkan tubuhnya, berusaha menikmati sisa-sisa kenikmatan.

Namun baru beberapa menit saja di bersandar, suasana kedai menjadi gaduh dan berisik. Menyadari hal itu, Abinawa lantas langsung membuka matanya dan menemukan seorang gadis muda masuk ke kedai, lengkap dengan pengawalan.

Abinawa memicingkan matanya berusaha melihat sosok gadis itu lebih jelas dan berusaha mengingat siapa sosok gadis itu.

"Anak Wali Kota rupanya ... " 

Gadis muda itu adalah Larasati anak sulung dari Wali Kota Banawa, sekaligus menjadi wanita paling cantik di kota ini. Jadi tidak heran jika nama Larasati amat terkenal di Kota Bawana, karena hal itulah Abinawa dapat langsung mengenali sosok Larasati dalam sekali lihat.

Namun, Abinawa tampak tidak ingin mengambil pusing mengenai hal itu. Dia memilih untuk kembali bersandar dan menutupnya matanya kembali, berusaha untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sudah menempuh perjalanan jauh.

Tindakan yang di lakukan oleh Abinawa, tentu membuat pengawal dari Larasati menjadi tersinggung. Dia merasa Abinawa tidak menghormati posisi Larasati sebagai putri dari Wali Kota.

"Anak muda, kau mencari mati rupanya ... " 

Abinawa yang mendengar suara pengawal dari Larasati langsung membuka matanya untuk melihat sosok yang membentak dirinya itu. Abinawa menemukan seorang pria yang memiliki postur badan yang cukup tinggi dan badan berotot, serta sebilah pedang di punggungnya.

"Paman berbicara kepadaku?" Tanya Abinawa setelah membuka matanya.

Pria itu yang mendengar pertanyaan bodoh dari Abinawa, tentu langsung di buat tersinggung. Dia dengan segera berjalan menghampiri Abinawa dengan raut wajah yang tidak bersahabat.

"Anak muda, apa kau sedang menantang diriku dan menguji batas kesebaranku?" Pria itu bertanya dengan nada membentak dan intonasi suara yang tinggi.

Abinawa yang mendengar intonasi suara tinggi dari pria itu, tentu langsung dapat menyadari jika dia sedang dalam masalah besar, akibat sikap ketidakpedulian dirinya terhadap kedatangan dari anak Wali Kota.

"Sepertinya terjadi kesalahpahaman di antara kita paman, aku tidak pernah menantang dirimu dan aku juga tidak memiliki keberanian untuk melakukan hal itu ... " Abinawa mencoba untuk berdamai dengan pria yang berada di hadapannya itu. Dia sadar jika perkelahian atau pertarungan terjadi, maka sulit untuk dirinya tidak menderita luka yang serius.

"Kesalahpahaman katamu? Kau sudah menyinggung harga diriku dan putri Wali Kota ... Hukuman yang setimpal untuk dirimu adalah bagian kepalamu." 

Abinawa yang mendengar hal itu, tentu langsung kesulitan bernafas dan meneguk ludahnya sendiri. Dia tidak pernah berpikir jika hidupnya akan berakhir dengan begitu cepat.

"Paman Jong, tidak perlu berlebihan seperti itu, aku yakin pemuda itu begitu letih, sehingga dia tidak menggubris kedatangan kita ... " Larasati berbicara dengan pelan untuk menghentikan niat tidak baik dari pengawalnya itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status