Abinawa menggunakan seluruh tenaga dan staminanya untuk berlari sejauh mungkin berusaha menghindari kejaran dari kelompok Arga cs.
Fisik Abinawa yang sudah terlatih dengan baik, tentu ikut membantu dirinya untuk terus berlari tanpa henti. Abinawa sendiri memilih berlari ke arah Kota Bawana, salah satu kota terdekat dari Sekte Api dan Angin.
Jarak antara Kota Bawana dan Sekte Api dan Angin hanya memakan waktu 3 jam perjalanan menggunakan kuda.
"Sepertinya mereka tidak lagi mengejarku." Abinawa mulai memelankan langkah kakinya dan mengatur nafasnya yang memburu.
Abinawa terus melangkahkan kakinya dengan berlahan menuju ke Kota Bawana tanpa perbekalan sedikitpun. Dia baru tiba di Kota Bawana tepat saat matahari terbenam di ufuk barat, hal itu tentu karena dia menemukan perjalanan dengan berjalan kaki.
Suasana Kota Bawana cukup indah. Meskipun terbilang sebuah kota kecil, akan tetapi Kota Bawana memiliki keindahan tersendiri, hingga membuat banyak pendekar, pedagang, hingga saudagar kaya mendatangi kota ini.
"Sangat indah, aku akan memulai perjalananku di sini ... "
Baru saja Abinawa hendak melangkahkan kakinya memasuki gerbang Kota Bawana, dua orang pria bersenjata langsung menghentikan langkah kakinya.
"Mohon maaf anak muda, jika kau hendak memasuki kawasan Kota Bawana, maka kau harus menunjukkan kartu identitasmu terlebih dahulu."
"Ini demi kebaikan kota, kau tahu bukan akhir-akhir ini banyak gerombolan perampok berkeliaran di sekitar kota."
Abinawa yang mendengar hal itu, tanpa terlalu banyak bertanya langsung memperlihatkan kartu identitasnya yang merupakan bagian dari Sekte Api dan Angin.
"Ah kau dari Sekte Api dan Angin, silahkan masuk tuan ... "
Sikap prajurit itu langsung berubah drastis saat mengetahui Abinawa bagian dari Sekte Api dan Angin.
Abinawa hanya menanggapi perubahan sikap dua orang itu dengan senyuman kecil. Dia dengan segera saja melangkahkan kakinya memasuki Kota Bawana. Suasana kota terlihat sangat ramai, terlihat beberapa kereta kuda berhenti dan terparkir rapi di depan kedai makanan cepat saji dan penginapan. Dalam sekali lihat saja, Abinawa sudah dapat menebak jika kereta kuda itu merupakan milik para pedagang dan saudagar kaya.
"Suasana kota ini jauh lebih ramai dari terakhir kali aku berkunjung kemari ... " Gumam Abinawa.
Abinawa memang sudah beberapa kali mendatangai Kota Bawana, sekedar untuk menghibur dirinya dan melepas penat dari pembulian yang di lakukan oleh Arga cs.
Abinawa langsung bergegas melangkahkan kakinya menuju salah satu kedai kecil yang berada di ujung perempatan jalan, salah satu kedai langganan dirinya saat berkunjung ke Kota Bawana.
"Anak muda, kau kembali lagi setelah sekian lama menghilang ... " Wanita pemilik kedai itu menyambut kedatangan dari Abinawa.
"Aku pikir kau sudah lupa dengan kedai sederhanaku ini dan memilih mencari kedai lain yang lebih mewah." Lanjut wanita itu sembari mempersilahkan Abinawa untuk duduk.
Abinawa tersenyum, lantas berkata, "Ah tidak Nyonya, aku hanya sedang banyak urusan ... Ini pertama kali aku kembali ke kota ini, setelah pertemuan terakhir kita."
Wanita itu hanya tersenyum, sebelum melangkahkan kakinya ke belakang. Tidak lama setelah itu, wanita itu sudah kembali lengkap dengan nampan yang berisi satu teko teh, serta satu cangkir bambu.
"Silahkan tuan, sama seperti biasanya bukan, satu teko teh dan satu potong ayam panggang ukuran jumbo."
"Nyonya selalu mengingatnya dengan sangat baik ... " Abinawa menyahuti perkataan dari wanita itu dengan di ikuti senyum yang tidak lepas di wajahnya.
Wanita itu yang mendengarnya hanya tertawa kecil, lantas undur diri untuk melayani tamu lainnya. Dia juga tidak lupa memberitahu jika nanti salah satu pelayannya akan menghantarkan ayam panggannnya.
Abinawa dengan segera langsung menikmati setiap tetes teh itu. Dia tampak begitu menikmati setiap tetes teh itu. Benar saja, tidak lama setelah itu seorang pelayan menghantarkan ayam panggang miliknya.
Tanpa berpikir terlalu lama, Abinawa langsung menyantap ayam panggang itu dengan lahap. Dalam waktu singkat satu ayam panggang ukuran jumbo habis dengan cepat.
"Akhh ... Seperti inilah hidup, jauh dari caci maki Arga dan yang lainnya ... " Abinawa menyadarkan tubuhnya, berusaha menikmati sisa-sisa kenikmatan.
Namun baru beberapa menit saja di bersandar, suasana kedai menjadi gaduh dan berisik. Menyadari hal itu, Abinawa lantas langsung membuka matanya dan menemukan seorang gadis muda masuk ke kedai, lengkap dengan pengawalan.
Abinawa memicingkan matanya berusaha melihat sosok gadis itu lebih jelas dan berusaha mengingat siapa sosok gadis itu.
"Anak Wali Kota rupanya ... "
Gadis muda itu adalah Larasati anak sulung dari Wali Kota Banawa, sekaligus menjadi wanita paling cantik di kota ini. Jadi tidak heran jika nama Larasati amat terkenal di Kota Bawana, karena hal itulah Abinawa dapat langsung mengenali sosok Larasati dalam sekali lihat.
Namun, Abinawa tampak tidak ingin mengambil pusing mengenai hal itu. Dia memilih untuk kembali bersandar dan menutupnya matanya kembali, berusaha untuk mengistirahatkan tubuhnya yang sudah menempuh perjalanan jauh.
Tindakan yang di lakukan oleh Abinawa, tentu membuat pengawal dari Larasati menjadi tersinggung. Dia merasa Abinawa tidak menghormati posisi Larasati sebagai putri dari Wali Kota.
"Anak muda, kau mencari mati rupanya ... "
Abinawa yang mendengar suara pengawal dari Larasati langsung membuka matanya untuk melihat sosok yang membentak dirinya itu. Abinawa menemukan seorang pria yang memiliki postur badan yang cukup tinggi dan badan berotot, serta sebilah pedang di punggungnya.
"Paman berbicara kepadaku?" Tanya Abinawa setelah membuka matanya.
Pria itu yang mendengar pertanyaan bodoh dari Abinawa, tentu langsung di buat tersinggung. Dia dengan segera berjalan menghampiri Abinawa dengan raut wajah yang tidak bersahabat.
"Anak muda, apa kau sedang menantang diriku dan menguji batas kesebaranku?" Pria itu bertanya dengan nada membentak dan intonasi suara yang tinggi.
Abinawa yang mendengar intonasi suara tinggi dari pria itu, tentu langsung dapat menyadari jika dia sedang dalam masalah besar, akibat sikap ketidakpedulian dirinya terhadap kedatangan dari anak Wali Kota.
"Sepertinya terjadi kesalahpahaman di antara kita paman, aku tidak pernah menantang dirimu dan aku juga tidak memiliki keberanian untuk melakukan hal itu ... " Abinawa mencoba untuk berdamai dengan pria yang berada di hadapannya itu. Dia sadar jika perkelahian atau pertarungan terjadi, maka sulit untuk dirinya tidak menderita luka yang serius.
"Kesalahpahaman katamu? Kau sudah menyinggung harga diriku dan putri Wali Kota ... Hukuman yang setimpal untuk dirimu adalah bagian kepalamu."
Abinawa yang mendengar hal itu, tentu langsung kesulitan bernafas dan meneguk ludahnya sendiri. Dia tidak pernah berpikir jika hidupnya akan berakhir dengan begitu cepat.
"Paman Jong, tidak perlu berlebihan seperti itu, aku yakin pemuda itu begitu letih, sehingga dia tidak menggubris kedatangan kita ... " Larasati berbicara dengan pelan untuk menghentikan niat tidak baik dari pengawalnya itu.
Larasati yang menyadari sebentar lagi pertarungan akan terjadi, jika dia tidak menghentikan dan merendahkan emosi dari Komandan pengawalnya itu maka pertarungan di dalam Kedai itu benar-benar terjadi."Tidak perlu di perpanjang paman, aku yakin ini hanya sebuah kesalahpahaman saja ... " Larasati berkata dengan pelan, berusaha melerai perselisihan di antara mereka.Pria berbadan besar dan bernama Jong itu dengan segera menundukkan kepalanya, seraya meminta maaf kepada Larasati. Tidak berselang lama, Jong kembali mengarahkan pandangannya ke arah Satria."Pergi dan tinggalkan tempat ini dengan cepat, sebelum aku berubah pikiran atau kau masih bersikeras tetap berada di sini dan bersiaplah menemui ajalmu." Pria bernama Jong itu mengusir Satria dengan halus.Abinawa yang sadar jika tetap berada di dalam kedai akan membahayakan keselamatan dirinya, langsung saja melangkah pergi meninggalkan kedai dengan cepat. Dia tentu tidak cukup bodoh untuk kembali berseteru dengan pria bernama Jong itu.
"Cuih, tidak tahu terima kasih ... " Dwi Pangga yang mendengar jawaban dan pernyataan dari Komandan Jong, tentu membuat dia geram."Kau sudah memilih jalan yang salah, maka terimalah kematianmu!!!"Dwi Pangga langsung bergerak cepat maju dan menerjang Komandan Jong. Komandan Jong yang sudah menduga hal itu sejak awal, tentu langsung dengan segera menyilang tangannya berusaha menahan tendangan dari Dwi Pangga.Bersamaan dengan itu pula, Komandan Jong berusaha menyerang balik dengan mengayunkan pedangnya berusaha untuk memotong kaki dari Dwi Pangga.Dwi Pangga yang menyadari niat dari lawannya itu, tentu dengan cepat menarik kakinya dan melakukan gerakan menyamping. Selanjutnya sebuah pukulan keras di lepaskan oleh Dwi Pangga yang tepat menghantam bagian dada dari Komandan Jong."Akhhh ... " Komandan Jong terpundur beberapa langkah dan merasakan bagian dadanya sedikit sesak.Dwi Pangga tersenyum puas, dia yakin satu pukulan itu sudah membuat mental lawannya terganggu."Ternyata pendekar
*Mohon maaf teman-teman, nama tokoh utamanya Lanting Damar di ganti menjadi Abinawa. *** Ketika pagi baru saja menyingsing, seluruh Sekte Api dan Angin berhasil di buat gempar oleh berita kehancuran Kota Bawana dalam satu malam. "Kau tidak bercanda dengan berita yang aku bawa ini Sudartawa?" Tanya Danu Baya. "Aku tidak berani ketua, Kota Bawana benar-benar sudah hancur dan tidak ada satu orang pun yang berhasil selamat." Sudartawa kembali memperjelas laporannya. Danu Baya memegang keningnya yang berkerut, dia benar-benar tidak menduga jika Kota Bawana benar-benar sudah hancur tidak bersisa. "Apakah kalian mengetahui siapa pelaku dari semua ini?" "Kelompok Elang Hitam, kami menemukan ciri khas dari kelompok ini setelah mereka berhasil mengerjakan misi." Sudartawa menjawab dengan cepat. "Elang Hitam, mereka benar-benar sudah sangat berani sekali... Melihat dari keyakinan mereka, sepertinya mereka sudah memperhitungkan semuanya dengan baik dan memiliki kekuatan yang tidak terlalu
Giri Fatih memilih untuk menjelaskan terlebih dahulu mengenai tingkatan kependekaran kepada Satria.Di dunia persilatan tingkatan terbagi menjadi beberapa tingkatan yang di tentukan oleh kemampuan dan tenaga dalam seorang pendekar.Pertama, yaitu tingkatan pendekar taruna. Seorang pendekar baru bisa di katakan pendekar taruna saat sudah mampu menyimpan tenaga dalam dan mengalahkan tiga orang dewasa dalam sebuah pertarungan.Kedua, tingkatan pendekar madya. Biasanya tingkatan ini seorang pendekar sudah mampu menyimpan tenaga dalam berjumlah cukup banyak (paling tidak 30 lingkaran) di dalam tubuhnya dan memahami teknik oleh pernafasan, serta menguasai paling tidak tiga jurus kelas bawah.Ketiga, pendekar ahli. Untuk mencapai tahap ini, seorang pendekar harus mampu menyimpan satu jule tenaga dalam (1=100 lingkaran tenaga dalam). Keempat, pendekar raja. Tingkatan ini menuntut seorang pendekar untuk memiliki dua jule tenaga dalam dan menguasai jurus-jurus tingkat tinggi, serta biasanya me
Matahari bersinar dengan terang, memberikan penerangan bagi seluruh dunia. Sejuknya angin pagi menambah kesan indahnya suasana pagi ini.Abinawa sudah sejak pagi berada di lapangan bersiap untuk berlatih. Girih Fatih yang melihat hal itu, tentu tersenyum riang."Ku lihat kau sangat bersemangat sekali Abinawa." Kata Abinawa."Tentu saja guru, aku sudah tidak sabar untuk dapat menyimpan tenaga dalam di tubuhku dan menjadi seorang pendekar." Abinawa menjawab dengan semangat.Girih Fatih yang mendengar hal itu hanya bisa tersenyum lembut. Dia lantas menjelaskan jika proses yang harus di lalui oleh Abinawa masih panjang."Kau harus menguasai dasar bela diri terlebih dahulu, baru setelah ini kita memulai tahap penyimpangan tenaga dalam." Pinta Abinawa.Abinawa yang mendengar hal itu, tentu membuat dia kecewa. Namun, hal itu tidak membuat dia mundur.
Satu purnama berlalu dengan cepat, dantian di dalam tubuh Abinawa sudah terbuka dengan sempurna. Bukan hanya dantian, tetapi beberapa Meridian kecil di dalam tubuhnya ikut terbuka. Satu hal yang paling mengejutkan, yaitu Abinawa langsung memiliki tenaga dalam berjumlah besar di dalam tubuhnya. Abinawa juga merasakan jika tubuhnya terasa begitu ringan dan bertenaga. Tidak lama setelah itu, sosok yang di tunggu Abinawa akhirnya tiba. Dia adalah Girih Fatih yang datang untuk menjemput dirinya. Namun sosok Girih Fatih langsung menghentikan langkah kakinya saat merasakan aura dan tenaga dalam milik Abinawa. "Mustahil, bagaimana mungkin kau sudah memiliki satu jule tenaga dalam." Girih Fatih langsung di buat terkejut dan berdecak kagum saat menyadari jika saat ini Abinawa sudah berada di tingkatan pendekar ahli dan tidak terlalu jauh dari pendekar raja. "Apakah ada yang salah denganku guru?" Tanya Abinawa saat melihat gurunya berdiri kaku. Girih Fatih segera menggelengkan kepalanya deng
Abinawa cukup terkejut saat menemukan beberapa arwah atau hantu berkeliaran di desa ini. Dia merasakan aura jahat yang kuat dari dalam tubuh para hantu itu."Jadi ini yang membuat banyak warga desa mengusir diriku." Abinawa saat ini berada di atas genteng dan di tengah gelapnya malam, sehingga kehadirannya tidak di ketahui oleh para hantu tersebut.Selain itu, Abinawa juga menekan hawa kehadirannya dengan tenaga dalam. Mata Lanting Damar terus berusaha mengamati dan mengukur batas kemampuan, serta kekuatan yang di miliki oleh para hantu itu. "Mereka bukan masalah, aku yakin mampu mengalahkan mereka semua, tapi aku tidak menemukan siapa pengendali dari para hantu ini." Kata Abinawa dengan pelan.Abinawa tentu tidak ingin gegabah, dia ingin mengamati situasi terlebih dahulu agar tidak masuk dalam permainan yang sedang di mainkan oleh musuh.Abinawa menemukan jika terdapat dua orang yang berada di atas pohon yang sedang mengendalikan para hantu yang berkeliaran di desa."Dua orang pende
Ketika pertama kali masuk ke dalam gua, Abinawa menemukan banyak tanaman merambat memenuhi dinding gua. Beberapa batu juga di sudah tertutup rapat dengan lumut.Kondisi gua sendiri sangat lembab, karena sinar matahari tidak masuk hingga ke dalam gua."Gua ini benar-benar tidak pernah di masuki dalam waktu yang sangat lama." Abinawa bergumam sambil terus melangkahkan kakinya memasuki gua semakin dalam.Tidak ada jebakan ataupun halangan yang menghambat langkah kakinya. Hal ini tentu membuat Abinawa merasa aneh, tidak mungkin rasanya tempat sebuah penyimpanan pusaka tidak ada jebakan ataupun pelindung tertentu yang menjadi rintangan untuk memiliki pusaka tersebut.Walaupun merasa aneh, akan tetapi Abinawa tidak menghentikan langkah kakinya. Dia tetap melanjutkan perjalannya. Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit, Abinawa menemukan sebuah sumur tua dan jalan yang buntu."Tidak ada jalan? Ini tidak mungkin, apa ini hanya pengecoh agar semua pendekar menganggap senjata pusaka itu s