Share

5. Serangan Kelompok Elang Hitam II

"Cuih, tidak tahu terima kasih ... " Dwi Pangga yang mendengar jawaban dan pernyataan dari Komandan Jong, tentu membuat dia geram.

"Kau sudah memilih jalan yang salah, maka terimalah kematianmu!!!"

Dwi Pangga langsung bergerak cepat maju dan menerjang Komandan Jong. Komandan Jong yang sudah menduga hal itu sejak awal, tentu langsung dengan segera menyilang tangannya berusaha menahan tendangan dari Dwi Pangga.

Bersamaan dengan itu pula, Komandan Jong berusaha menyerang balik dengan mengayunkan pedangnya berusaha untuk memotong kaki dari Dwi Pangga.

Dwi Pangga yang menyadari niat dari lawannya itu, tentu dengan cepat menarik kakinya dan melakukan gerakan menyamping. Selanjutnya sebuah pukulan keras di lepaskan oleh Dwi Pangga yang tepat menghantam bagian dada dari Komandan Jong.

"Akhhh ... " Komandan Jong terpundur beberapa langkah dan merasakan bagian dadanya sedikit sesak.

Dwi Pangga tersenyum puas, dia yakin satu pukulan itu sudah membuat mental lawannya terganggu.

"Ternyata pendekar Elang Hitam benar-benar memiliki kemampuan tinggi ... Ini buruk." Gumam Komandan Jong. Dalam beberapa kali pertukaran jurus saja, dia sudah dapat menebak sedang berhadapan dengan siapa, ya tidak salah Dwi Pangga pendekar muda yang memiliki kemampuan di atas rata-rata anak seusianya.

"Kau terlalu lemah, aku bahkan belum menggunakan pedang kesayanganku ini dan kau sudah terluka dalam ... " Dwi Pangga tersenyum puas, seraya mengejek Komandan Jong.

Komandan Jong hanya diam, dia sadar kemampuannya jauh berada di bawah Dwi Pangga. Bahkan untuk sekedar menyelamatkan diri saja, itu sesuatu yang mustahil untuk dia lakukan.

Merasa tidak memilih pilihan lain, Komandan Jong kembali bergerak maju dan membuat serangan dengan bilah pedangnya, berharap dapat memberikan luka serius pada Dwi Pangga agar memberikan kesempatan pada Wali Kota beserta keluarga menyelamatkan diri.

Dwi Pangga mendengus pelan, sebelum bergerak menyambut serangan dari lawannya. Bahkan dalam waktu singkat saja, Dwi Pangga berhasil memberikan dua pukulan telak dan satu tendangan keras yang membuat Komandan Jong kembali terlempar jauh ke belakang dan memuntahkan darah segar.

"Kemampuanmu sangat buruk, tidak pantas rasanya kau di sebut seorang Komandan ... " Dwi Pangga tertawa miris.

Komandan Jong tidak menanggapi ataupun menjawab perkataan dari Dwi Pangga, karena dia sadar apa yang di katakan oleh Dwi Pangga adalah fakta yang sebenarnya. Komandan Jong mungkin dapat berbangga hati dan menjadikan dirinya sebagai yang terkuat yang ada di kota Bawana, akan tetapi di dalam dunia persilatan kemampuannya tidak ada apa-apanya. Bahkan bisa di katakan sangat buruk di rentan usianya saat ini yang sudah menginjak kepala empat.

"Tidak usah banyak bicara, seburuk apapun kemampuanku, aku akan tetap mampu untuk membunuhmu." 

Komandan Jong yang sudah emosi, tanpa berpikir panjang lagi langsung melesat cepat ke arah Dwi Pangga.

"Lemah ... " Dwi Pangga langsung menarik pedangnya dan detik kemudian pedang itu sudah berlumuran darah.

Bersamaan dengan itu pula, Komandan Jong tumbang dengan bagian kepala yang terpisah dari tubuhnya dan matanya yang melotot seakan tidak percaya dapat dengan mudahnya tumbang di tangan Dwi Pangga.

"Ini terlalu mudah ... "

Dwi Pangga segera masuk ke dalam kediaman Wali Kota dan mencari letak keberadaan dari Larasati. Tidak perlu waktu lama, dia sudah menemukan sosok yang di carinya itu sedang duduk lesu dengan wajah pucat di pojok ruangan.

"Di sana kau rupanya ... Kau sangat cantik, tidak heran tuan Loka menginginkan dirimu hidup-hidup."

***

Abinawa langsung keluar dari kamarnya dan tidak lupa pula dia menyambar sebilah pedang sebagai senjatanya. Walaupun dia menyadari dengan betul, jika dirinya tidak memiliki keahlian dalam berpedang sedikitpun.

Suasana dan keadaan Kota Bawana benar-benar sangat kacau. Hampir di setiap penjuru matanya menemukan warga yang tewas dengan mengenaskan. 

Langkah Abinawa terhenti saat dia di hadapkan dengan orang-orang bertopeng yang di yakini oleh dirinya sebagai biang keladi dari semua kekacauan ini. Namun, ada satu hal yang membuat dirinya lebih terkejut, yaitu sosok wanita yang di ringkus di belakang itu, serta anak-anak yang berada di dalam kereta tahanan.

"Lepaskan mereka semua ... " Abinawa berkata dengan keras, sembari menghunuskan pedangnya ke arah para pria bertopeng itu.

Dwi Pangga yang merupakan pemimpin dari kelompok itu, tentu tertawa dengan keras. Dia tidak menduga anak muda di hadapannya memiliki keberanian mengancam dirinya, apalagi saat dia menggunakan topeng darah yang menjadi ciri tertentu dari kelompok Elang Hitam.

"Nyalimu cukup besar anak muda, kau membuatku kagum ... " 

"Tangkap dan bawa dia ke markas, dia akan menjadi budak yang memiliki harga yang mahal." 

Dwi Pangga langsung memberikan perintah kepada pasukannya untuk segera menangkap Abinawa dan membawanya hidup-hidup ke markas Elang Hitam untuk di jual di kemudian hari sebagai seorang budak.

Abinawa yang mendengar hal itu, tentu langsung bersiaga dan terus menghunuskan pedangnya berusaha menebar ancaman terhadap lawan-lawannya.

"Maju kalian satu jengkal, maka aku akan pastikan kalian semua akan mati."

Lawan-lawannya yang melihat tindakan dari Abinawa hanya tertawa kecil. Mereka menyadari jika Abinawa tidak memiliki kemampuan untuk sekedar melindungi diri, hal itu terlihat dari cara Satria memegang gagang pedangnya dan tangannya yang gemetar.

Benar saja, tidak membutuhkan waktu yang lama, mereka dapat dengan mudahnya melumpuhkan sosok Abinawa yang tidak memiliki kemampuan bela diri dan olah kanuragan itu.

"Kau beruntung Komandan Dwi Pangga meminta kami membiarkan kau untuk hidup, jika tidak jangan harap kau bisa melihat matahari esok pagi kembali." 

Abinawa hanya tersenyum getir, matanya menatap sosok Larasati yang tertunduk lesu dan matanya sembab yang menunjukkan jika dia baru saja menangis.

"Kau akan menjadi penjualan yang menarik, fisik yang kau miliki luar biasa untuk anak seusia denganmu." Dwi Pangga memuji bentuk fisik dari Abinawa yang berisi dan berotot.

Namun langkah kelompok Dwi Pangga terhenti saat sosok pria tua berambut putih melesat cepat ke arah mereka dan menghancurkan kerangkeng tahanan.

Serangan itu berlangsung cepat dan membuat beberapa anggota Elang Hitam tewas di tempat. Beberapa menit kemudian, sosok pria tua itu sudah menghilang.

"Sial, siapa pria tua itu, dia sangat kuat ... Aku harus cepat meratakan kota ini, sebelum dia kembali. ... " 

Setelah meratakan semua penjuru Kota Bawana, Dwi Pangga segera memimpin pasukannya untuk segera meninggalkan kota itu, sebelum matahari terbit dan berita kehancuran Kota Bawana terdengar oleh Sekte Api dan Angin.

"Haha, aku sangat penasaran bagaimana ekspresi ketua Sekte Api dan Angin setelah mendengar Kota Bawana hancur dan rata, dan mereka tidak dapat berbuat apa-apa ... " Dwi Pangga meninggalkan sebuah logo Elang Hitam di depan gerbang Kota Bawana sebagai pertanda jika kelompok mereka yang telah meratakan kota ini.

Kota Bawana yang sebelumnya sangat terkenal dengan keindahannya sebagai sebuah kota yang berkembang dan anggun, kini sudah menjadi reruntuhan dan keping bangunan tidak berguna. 

Tidak ada yang akan mengenali kota ini, jika tidak tahu letak pasti kota ini. Mayat bergelimpangan di mana-mana. Bukan hanya manusia, bahkan hewan sekalipun tidak di biarkan untuk dapat mempertahankan nyawanya. Semua di babas habis, hingga tidak bersisa.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
sakip arsalan
lanjut kaaaan
goodnovel comment avatar
Achmad Syakir
kota bawana yg luluh lantah oleh kelompok elang hitam
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status