"Cuih, tidak tahu terima kasih ... " Dwi Pangga yang mendengar jawaban dan pernyataan dari Komandan Jong, tentu membuat dia geram.
"Kau sudah memilih jalan yang salah, maka terimalah kematianmu!!!"
Dwi Pangga langsung bergerak cepat maju dan menerjang Komandan Jong. Komandan Jong yang sudah menduga hal itu sejak awal, tentu langsung dengan segera menyilang tangannya berusaha menahan tendangan dari Dwi Pangga.
Bersamaan dengan itu pula, Komandan Jong berusaha menyerang balik dengan mengayunkan pedangnya berusaha untuk memotong kaki dari Dwi Pangga.
Dwi Pangga yang menyadari niat dari lawannya itu, tentu dengan cepat menarik kakinya dan melakukan gerakan menyamping. Selanjutnya sebuah pukulan keras di lepaskan oleh Dwi Pangga yang tepat menghantam bagian dada dari Komandan Jong.
"Akhhh ... " Komandan Jong terpundur beberapa langkah dan merasakan bagian dadanya sedikit sesak.
Dwi Pangga tersenyum puas, dia yakin satu pukulan itu sudah membuat mental lawannya terganggu.
"Ternyata pendekar Elang Hitam benar-benar memiliki kemampuan tinggi ... Ini buruk." Gumam Komandan Jong. Dalam beberapa kali pertukaran jurus saja, dia sudah dapat menebak sedang berhadapan dengan siapa, ya tidak salah Dwi Pangga pendekar muda yang memiliki kemampuan di atas rata-rata anak seusianya.
"Kau terlalu lemah, aku bahkan belum menggunakan pedang kesayanganku ini dan kau sudah terluka dalam ... " Dwi Pangga tersenyum puas, seraya mengejek Komandan Jong.
Komandan Jong hanya diam, dia sadar kemampuannya jauh berada di bawah Dwi Pangga. Bahkan untuk sekedar menyelamatkan diri saja, itu sesuatu yang mustahil untuk dia lakukan.
Merasa tidak memilih pilihan lain, Komandan Jong kembali bergerak maju dan membuat serangan dengan bilah pedangnya, berharap dapat memberikan luka serius pada Dwi Pangga agar memberikan kesempatan pada Wali Kota beserta keluarga menyelamatkan diri.
Dwi Pangga mendengus pelan, sebelum bergerak menyambut serangan dari lawannya. Bahkan dalam waktu singkat saja, Dwi Pangga berhasil memberikan dua pukulan telak dan satu tendangan keras yang membuat Komandan Jong kembali terlempar jauh ke belakang dan memuntahkan darah segar.
"Kemampuanmu sangat buruk, tidak pantas rasanya kau di sebut seorang Komandan ... " Dwi Pangga tertawa miris.
Komandan Jong tidak menanggapi ataupun menjawab perkataan dari Dwi Pangga, karena dia sadar apa yang di katakan oleh Dwi Pangga adalah fakta yang sebenarnya. Komandan Jong mungkin dapat berbangga hati dan menjadikan dirinya sebagai yang terkuat yang ada di kota Bawana, akan tetapi di dalam dunia persilatan kemampuannya tidak ada apa-apanya. Bahkan bisa di katakan sangat buruk di rentan usianya saat ini yang sudah menginjak kepala empat.
"Tidak usah banyak bicara, seburuk apapun kemampuanku, aku akan tetap mampu untuk membunuhmu."
Komandan Jong yang sudah emosi, tanpa berpikir panjang lagi langsung melesat cepat ke arah Dwi Pangga.
"Lemah ... " Dwi Pangga langsung menarik pedangnya dan detik kemudian pedang itu sudah berlumuran darah.
Bersamaan dengan itu pula, Komandan Jong tumbang dengan bagian kepala yang terpisah dari tubuhnya dan matanya yang melotot seakan tidak percaya dapat dengan mudahnya tumbang di tangan Dwi Pangga.
"Ini terlalu mudah ... "
Dwi Pangga segera masuk ke dalam kediaman Wali Kota dan mencari letak keberadaan dari Larasati. Tidak perlu waktu lama, dia sudah menemukan sosok yang di carinya itu sedang duduk lesu dengan wajah pucat di pojok ruangan.
"Di sana kau rupanya ... Kau sangat cantik, tidak heran tuan Loka menginginkan dirimu hidup-hidup."
***
Abinawa langsung keluar dari kamarnya dan tidak lupa pula dia menyambar sebilah pedang sebagai senjatanya. Walaupun dia menyadari dengan betul, jika dirinya tidak memiliki keahlian dalam berpedang sedikitpun.
Suasana dan keadaan Kota Bawana benar-benar sangat kacau. Hampir di setiap penjuru matanya menemukan warga yang tewas dengan mengenaskan.
Langkah Abinawa terhenti saat dia di hadapkan dengan orang-orang bertopeng yang di yakini oleh dirinya sebagai biang keladi dari semua kekacauan ini. Namun, ada satu hal yang membuat dirinya lebih terkejut, yaitu sosok wanita yang di ringkus di belakang itu, serta anak-anak yang berada di dalam kereta tahanan.
"Lepaskan mereka semua ... " Abinawa berkata dengan keras, sembari menghunuskan pedangnya ke arah para pria bertopeng itu.
Dwi Pangga yang merupakan pemimpin dari kelompok itu, tentu tertawa dengan keras. Dia tidak menduga anak muda di hadapannya memiliki keberanian mengancam dirinya, apalagi saat dia menggunakan topeng darah yang menjadi ciri tertentu dari kelompok Elang Hitam.
"Nyalimu cukup besar anak muda, kau membuatku kagum ... "
"Tangkap dan bawa dia ke markas, dia akan menjadi budak yang memiliki harga yang mahal."
Dwi Pangga langsung memberikan perintah kepada pasukannya untuk segera menangkap Abinawa dan membawanya hidup-hidup ke markas Elang Hitam untuk di jual di kemudian hari sebagai seorang budak.
Abinawa yang mendengar hal itu, tentu langsung bersiaga dan terus menghunuskan pedangnya berusaha menebar ancaman terhadap lawan-lawannya.
"Maju kalian satu jengkal, maka aku akan pastikan kalian semua akan mati."
Lawan-lawannya yang melihat tindakan dari Abinawa hanya tertawa kecil. Mereka menyadari jika Abinawa tidak memiliki kemampuan untuk sekedar melindungi diri, hal itu terlihat dari cara Satria memegang gagang pedangnya dan tangannya yang gemetar.
Benar saja, tidak membutuhkan waktu yang lama, mereka dapat dengan mudahnya melumpuhkan sosok Abinawa yang tidak memiliki kemampuan bela diri dan olah kanuragan itu.
"Kau beruntung Komandan Dwi Pangga meminta kami membiarkan kau untuk hidup, jika tidak jangan harap kau bisa melihat matahari esok pagi kembali."
Abinawa hanya tersenyum getir, matanya menatap sosok Larasati yang tertunduk lesu dan matanya sembab yang menunjukkan jika dia baru saja menangis.
"Kau akan menjadi penjualan yang menarik, fisik yang kau miliki luar biasa untuk anak seusia denganmu." Dwi Pangga memuji bentuk fisik dari Abinawa yang berisi dan berotot.
Namun langkah kelompok Dwi Pangga terhenti saat sosok pria tua berambut putih melesat cepat ke arah mereka dan menghancurkan kerangkeng tahanan.
Serangan itu berlangsung cepat dan membuat beberapa anggota Elang Hitam tewas di tempat. Beberapa menit kemudian, sosok pria tua itu sudah menghilang.
"Sial, siapa pria tua itu, dia sangat kuat ... Aku harus cepat meratakan kota ini, sebelum dia kembali. ... "
Setelah meratakan semua penjuru Kota Bawana, Dwi Pangga segera memimpin pasukannya untuk segera meninggalkan kota itu, sebelum matahari terbit dan berita kehancuran Kota Bawana terdengar oleh Sekte Api dan Angin.
"Haha, aku sangat penasaran bagaimana ekspresi ketua Sekte Api dan Angin setelah mendengar Kota Bawana hancur dan rata, dan mereka tidak dapat berbuat apa-apa ... " Dwi Pangga meninggalkan sebuah logo Elang Hitam di depan gerbang Kota Bawana sebagai pertanda jika kelompok mereka yang telah meratakan kota ini.
Kota Bawana yang sebelumnya sangat terkenal dengan keindahannya sebagai sebuah kota yang berkembang dan anggun, kini sudah menjadi reruntuhan dan keping bangunan tidak berguna.
Tidak ada yang akan mengenali kota ini, jika tidak tahu letak pasti kota ini. Mayat bergelimpangan di mana-mana. Bukan hanya manusia, bahkan hewan sekalipun tidak di biarkan untuk dapat mempertahankan nyawanya. Semua di babas habis, hingga tidak bersisa.
*Mohon maaf teman-teman, nama tokoh utamanya Lanting Damar di ganti menjadi Abinawa. *** Ketika pagi baru saja menyingsing, seluruh Sekte Api dan Angin berhasil di buat gempar oleh berita kehancuran Kota Bawana dalam satu malam. "Kau tidak bercanda dengan berita yang aku bawa ini Sudartawa?" Tanya Danu Baya. "Aku tidak berani ketua, Kota Bawana benar-benar sudah hancur dan tidak ada satu orang pun yang berhasil selamat." Sudartawa kembali memperjelas laporannya. Danu Baya memegang keningnya yang berkerut, dia benar-benar tidak menduga jika Kota Bawana benar-benar sudah hancur tidak bersisa. "Apakah kalian mengetahui siapa pelaku dari semua ini?" "Kelompok Elang Hitam, kami menemukan ciri khas dari kelompok ini setelah mereka berhasil mengerjakan misi." Sudartawa menjawab dengan cepat. "Elang Hitam, mereka benar-benar sudah sangat berani sekali... Melihat dari keyakinan mereka, sepertinya mereka sudah memperhitungkan semuanya dengan baik dan memiliki kekuatan yang tidak terlalu
Giri Fatih memilih untuk menjelaskan terlebih dahulu mengenai tingkatan kependekaran kepada Satria.Di dunia persilatan tingkatan terbagi menjadi beberapa tingkatan yang di tentukan oleh kemampuan dan tenaga dalam seorang pendekar.Pertama, yaitu tingkatan pendekar taruna. Seorang pendekar baru bisa di katakan pendekar taruna saat sudah mampu menyimpan tenaga dalam dan mengalahkan tiga orang dewasa dalam sebuah pertarungan.Kedua, tingkatan pendekar madya. Biasanya tingkatan ini seorang pendekar sudah mampu menyimpan tenaga dalam berjumlah cukup banyak (paling tidak 30 lingkaran) di dalam tubuhnya dan memahami teknik oleh pernafasan, serta menguasai paling tidak tiga jurus kelas bawah.Ketiga, pendekar ahli. Untuk mencapai tahap ini, seorang pendekar harus mampu menyimpan satu jule tenaga dalam (1=100 lingkaran tenaga dalam). Keempat, pendekar raja. Tingkatan ini menuntut seorang pendekar untuk memiliki dua jule tenaga dalam dan menguasai jurus-jurus tingkat tinggi, serta biasanya me
Matahari bersinar dengan terang, memberikan penerangan bagi seluruh dunia. Sejuknya angin pagi menambah kesan indahnya suasana pagi ini.Abinawa sudah sejak pagi berada di lapangan bersiap untuk berlatih. Girih Fatih yang melihat hal itu, tentu tersenyum riang."Ku lihat kau sangat bersemangat sekali Abinawa." Kata Abinawa."Tentu saja guru, aku sudah tidak sabar untuk dapat menyimpan tenaga dalam di tubuhku dan menjadi seorang pendekar." Abinawa menjawab dengan semangat.Girih Fatih yang mendengar hal itu hanya bisa tersenyum lembut. Dia lantas menjelaskan jika proses yang harus di lalui oleh Abinawa masih panjang."Kau harus menguasai dasar bela diri terlebih dahulu, baru setelah ini kita memulai tahap penyimpangan tenaga dalam." Pinta Abinawa.Abinawa yang mendengar hal itu, tentu membuat dia kecewa. Namun, hal itu tidak membuat dia mundur.
Satu purnama berlalu dengan cepat, dantian di dalam tubuh Abinawa sudah terbuka dengan sempurna. Bukan hanya dantian, tetapi beberapa Meridian kecil di dalam tubuhnya ikut terbuka. Satu hal yang paling mengejutkan, yaitu Abinawa langsung memiliki tenaga dalam berjumlah besar di dalam tubuhnya. Abinawa juga merasakan jika tubuhnya terasa begitu ringan dan bertenaga. Tidak lama setelah itu, sosok yang di tunggu Abinawa akhirnya tiba. Dia adalah Girih Fatih yang datang untuk menjemput dirinya. Namun sosok Girih Fatih langsung menghentikan langkah kakinya saat merasakan aura dan tenaga dalam milik Abinawa. "Mustahil, bagaimana mungkin kau sudah memiliki satu jule tenaga dalam." Girih Fatih langsung di buat terkejut dan berdecak kagum saat menyadari jika saat ini Abinawa sudah berada di tingkatan pendekar ahli dan tidak terlalu jauh dari pendekar raja. "Apakah ada yang salah denganku guru?" Tanya Abinawa saat melihat gurunya berdiri kaku. Girih Fatih segera menggelengkan kepalanya deng
Abinawa cukup terkejut saat menemukan beberapa arwah atau hantu berkeliaran di desa ini. Dia merasakan aura jahat yang kuat dari dalam tubuh para hantu itu."Jadi ini yang membuat banyak warga desa mengusir diriku." Abinawa saat ini berada di atas genteng dan di tengah gelapnya malam, sehingga kehadirannya tidak di ketahui oleh para hantu tersebut.Selain itu, Abinawa juga menekan hawa kehadirannya dengan tenaga dalam. Mata Lanting Damar terus berusaha mengamati dan mengukur batas kemampuan, serta kekuatan yang di miliki oleh para hantu itu. "Mereka bukan masalah, aku yakin mampu mengalahkan mereka semua, tapi aku tidak menemukan siapa pengendali dari para hantu ini." Kata Abinawa dengan pelan.Abinawa tentu tidak ingin gegabah, dia ingin mengamati situasi terlebih dahulu agar tidak masuk dalam permainan yang sedang di mainkan oleh musuh.Abinawa menemukan jika terdapat dua orang yang berada di atas pohon yang sedang mengendalikan para hantu yang berkeliaran di desa."Dua orang pende
Ketika pertama kali masuk ke dalam gua, Abinawa menemukan banyak tanaman merambat memenuhi dinding gua. Beberapa batu juga di sudah tertutup rapat dengan lumut.Kondisi gua sendiri sangat lembab, karena sinar matahari tidak masuk hingga ke dalam gua."Gua ini benar-benar tidak pernah di masuki dalam waktu yang sangat lama." Abinawa bergumam sambil terus melangkahkan kakinya memasuki gua semakin dalam.Tidak ada jebakan ataupun halangan yang menghambat langkah kakinya. Hal ini tentu membuat Abinawa merasa aneh, tidak mungkin rasanya tempat sebuah penyimpanan pusaka tidak ada jebakan ataupun pelindung tertentu yang menjadi rintangan untuk memiliki pusaka tersebut.Walaupun merasa aneh, akan tetapi Abinawa tidak menghentikan langkah kakinya. Dia tetap melanjutkan perjalannya. Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit, Abinawa menemukan sebuah sumur tua dan jalan yang buntu."Tidak ada jalan? Ini tidak mungkin, apa ini hanya pengecoh agar semua pendekar menganggap senjata pusaka itu s
Abinawa dengan cepat kembali melanjutkan perjalanan menyusuri jalan itu. Tidak ada halangan yang terlalu berat yang temukan oleh Abinawa, hanya beberapa jebakan kecil saja.Setelah menempuh perjalanan jauh di bawah tanah, Abinawa baru berhenti saat berada di dalam sebuah ruangan persegi empat. Tidak sama seperti sebelumnya, di dalam ruangan itu tidak ada patung batu, hanya sebuah ruangan persegi empat yang bersih dan di terangi oleh sebuah cahaya yang di hasilkan dari batu berlian."Ruangan ini sangat berbeda sekali dengan ruangan sebelumnya." Abinawa bergumam dengan pelan.Abinawa menemukan sebuah batu berbentuk pedang yang tertancap di batu besar yang berada di tengah ruangan persegi empat tersebut.Cukup lama Abinawa berpikir, sebelum menyentuh batu berbentuk pedang itu. Seketika saja tanah bergetar beberapa saat dan terjadi gempa bumi.Namun, hal itu tidak membuat Abinawa melepaskan genggamannya pada batu berbentuk pedang itu. Dia berusaha menarik paksa batu itu, karena hatinya y
Abinawa bergerak dengan cepat, melompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Dia melesat menuju markas sementara bagi kelompok Elang Hitam yang sedang melaksanakan misi.Jarak antara desa dan markas tidak cukup jauh untuk ukuran seorang pendekar. Keadaan markas masih sama seperti pertama kali Abinawa pantau, sepertinya kematian dari dua orang anggota mereka tidak mereka ketahui, artinya tidak ada ilmu yang mengikat mereka sehingga kematian mereka akan segera di ketahui oleh komandan.Ilmu pengikat sukma sudah cukup terkenal di dunia persilatan, namun ilmu ini di katakan sudah punah ratusan tahun silam. Keistimewaan dari ilmu ini sendiri yaitu dapat mengikat sukma seseorang untuk setia kepada pemilik ilmu tersebut, selain itu ilmu ini juga dapat mengetahui seseorang sudah mati atau masih hidup."Aku akan memulai dari yang lemah, hingga komandan pasukan ini." Abinawa kembali menarik pedang di punggungnya, dia melesat dengan cepat ke arah dua orang yang sedang berjaga. Hanya dalam beberapa